Pagi itu merayap masuk perlahan, menembus tirai tipis yang bergoyang lembut oleh AC. Cahaya keemasan menumpuk di lantai marmer, memantul pada furnitur-furnitur mahal di penthouse Gwen. Di dalam kamar, Gwen membuka mata dengan berat, kelopak matanya seperti dilapisi pasir setelah semalaman tubuhnya bekerja terlalu keras tanpa ia sadari. Kesadarannya kembali pelan, seperti seseorang yang naik ke permukaan air setelah lama tenggelam. Bau obat dan aroma linen hotel yang bersih menyentuh hidungnya. Sebelum ia benar-benar paham sedang berada di mana, suara seseorang memecah keheningan. “Gwen… kamu sudah bangun?” Gwen memutar kepala pelan. Sean duduk di kursi di samping ranjang, masih mengenakan kemeja hitam yang kusut, lengan tergulung hingga siku seolah ia begadang sepanjang malam. Ada lingk
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari


