Menikmati makan malam bersama Zacky membuat Isabel hampir melupakan suaminya yang mungkin sudah berada di rumah. Ia pun segera meminta Zacky untuk mengantar pulang dengan harapan Adam belum sampai di rumah terlebih dulu. Namun sayangnya harapan itu sirna setelah Isabel melihat sepasang sepatu di atas rak, pertanda Adam sudah kembali.
Isabel tidak lantas segera masuk kedalam rumah setelah mengetahui sang suami terlebih dulu sampai, ia justru termenung sejenak dan memperhatikan satu pasang sepatu lain. Itu bukan sepatu Adam.
Isabel berjalan perlahan dan mengendap, samar-samar ia mendengar dua orang tengah berbincang dengan sesekali mereka tertawa lepas.
Dari jarak cukup dekat, Isabel bisa melihat suaminya dan seorang lelaki tengah bercengkrama di depan meja televisi. Entah apa yang mereka bicarakan sehingga mereka tidak menyadari kehadiran Isabel.
"Mas Adam."
Karena suami dan lelaki yang tidak dikenalnya itu tidak kunjung menyadari kehadirannya, akhirnya Isabel yang terlebih dulu menyapa.
Adam menoleh, begitu juga dengan lelaki itu.
"Bella," Adam nampak terkejut melihat istrinya tengah berdiri tak jauh dari tempat duduknya.
"Sudah pulang?" Lanjut Adam.
"Sudah."
"Sejak kapan?" Kali ini tamu lelaki itu pun ikut bertanya, bahkan dengan tatapan sinis dan tajam.
"Baru saja sampai." Meskipun sang tamu terlihat kurang bersahabat, namun Isabel tetap memberikan senyum terbaiknya. Meskipun dalam hati ia menggerutu karena tamu tersebut bersikap kurang ramah dan tidak sopan.
"Aku hampir lupa, kenalkan dia Rafa teman satu kantor." Adam mencoba mencairkan suasana setelah beberapa saat terjadi tatap menatap antara istrinya dan juga Rafa.
"Isabella, panggil saja Bella." Isabel mengulurkan tangannya, namun tidak lantas diterima Rafa. Lelaki itu justru masih menatapnya tajam, bahkan Rafa seperti tengah meneliti setiap inci tubuh Isabel dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Rafa."
Meskipun sedikit terlambat, akhirnya Rafa menerima uluran tangan Bella.
"Sebentar lagi kita akan makan malam, kamu pasti belum makan kan?" Tanya Adam.
"Belum." Isabel menggeleng lemah. Meskipun sebenarnya ia sudah makan malam bersama Zacky, namun ia tidak ingin suaminya salah paham dan tidak menghargainya.
"Mau aku buatkan apa? Biar masak dulu." Menyadari dirinya tidak di rumah seharian penuh, Isabel belum menyiapkan apapun untuk makan malam suaminya, karena biasanya Adam akan makan malam bersama teman-temannya setelah main golf.
"Gak perlu. Kita udah pesen makanan." Jawab Rafa. Lelaki itu meraih cangkir di atas meja dan berjalan menghampiri Isabel. "Mungkin sebentar lagi datang, sebaiknya kamu turun dan tunggu di lobi."
"Oh begitu," Gumam Isabel pelan.
"Kalau begitu, aku turun dulu." Ia pun segera menaruh kantong plastik berisi barang belanjaan, dan segera turun ke lobi sesuai perintah Rafa.
"Jangan berlebihan, dia tidak tau apa-apa." Ucap Adam, begitu Isabel pergi.
"Apa aku terlihat berlebihan?" Rafa justru balik bertanya. Dari nada suaranya, Adam tau Rafa jelas-jelas tidak menyukai istrinya.
"Cobalah bersikap sedikit lebih baik. Isabel juga korban, bukan hanya kamu."
Rafa tidak menjawab, ia memilih diam dan kembali duduk di sofa yang sempat ia tempati. Sementara Adam, ia memilih masuk kedalam kamar untuk mengganti pakaian sebelum makan malam bersama.
Di lain tempat, Isabel tengah menunggu ojek online yang akan mengantar makanan yang sudah terlebih dulu dipesan Adam dan Raka. Sepanjang perjalanan menuju lobi, tidak hentinya ia menggumam pelan untuk mengurangi rasa kesal yang dirasakannya akibat perlakuan Raka.
"Bisa-bisanya tamu yang menyuruh tuan rumah. Tamu macam apa itu!" Karena suasana hatinya sangat kesal, ia masih saja berbicara sendiri.
"Siapa dia? Apa dia bos besar? Sombong sekali!" Isabel berdecak kesal.
Meskipun ia jarang di ajak sang suami ke acara-acara penting di kantor, tapi Isabel tau beberapa rekan kerja Adam karena sempat bertemu di acara pernikahannya. Namun berbeda dengan Rafa, lelaki yang baru pertama kali dijumpainya itu langsung bersikap tidak menyenangkan.
Hampir dua puluh menit lamanya ia menunggu ojek online datang, hingga seorang Resepsionis datang menghampirinya.
"Ibu Bella, ini Mas ojeknya sudah sampai." Resepsionis itu mengantar seorang lelaki paruh baya ke arah Isabel dengan membawa pesanan.
"Iya. Sudah bayar, Pak?" Tanya Isabel.
"Sudah." Jawab si Bapak ojek.
"Terima kasih banyak, Pak."
Isabel menerima satu plastik berukuran besar dari Bapak ojek, setelah ia memberikan uang lebih padanya.
"Ya ampun, kenapa banyak sekali. Seperti mau makan satu RT saja." Lagi-lagi ia menggumam begitu memeriksa isi dalam plastik berukuran besar itu. Dari logo yang tertera, Isabel tau tempat Rafa memesan makanan. Itu salah satu tempat makan kesukaan Adam.
Isabel segera bergegas naik menuju kediamannya, ia harus segera menyiapkan makan malam untuk suami dan juga tamu yang menurutnya sangat menyebalkan. Tidak butuh waktu Isabel pun sampai dan langsung menuju pintu rumahnya, melewati pintu rumah Zacky.
"Bella."
Seseorang memanggil namanya yang membuat Bella segera menoleh ke arah suara.
"Darimana?" Tanyanya lagi, begitu melihat wanita di hadapannya tengah membawa kantong plastik besar.
"Zacky," Isabel tersenyum kearah Zacky. "Mas Adam pesan makanan." Ia pun mengangkat kantong plastik dengan sebelah tangan.
"Banyak banget. Ada acara apa?" Tanya Zacky penasaran.
"Gak ada acara apapun, hanya ada teman Mas Adam mampir." Jelas Isabel, sementara Zacky hanya mengangguk paham.
"Aku masuk dulu ya."
"Iya."
Tidak ingin membuang waktu dan membuat suaminya menunggu terlalu lama, Isabel pun segera masuk kedalam rumah dan meninggalkan Zacky yang masih berdiri di ambang pintu apartemennya.
Masuk kedalam rumah, Isabel hanya melihat Rafa yang tengah menggonta ganti chanel televisi tanpa minat, sementara itu ia tidak melihat Adam. Isabel segera menyiapkan makan malam untuk Adam dan Rafa. Beberapa diantara makanan itu sudah dingin dan harus dipanaskan terlebih dulu.
"Mas Adam, makanannya sudah siap." Isabel hendak membuka pintu, untuk memberitahu Adam karena lelaki itu pasti tengah berada di dalam kamar. Namun baru saja ia hendak membuka pintu, tiba-tiba tangannya ditahan oleh Rafa.
"Biar aku yang memberitahunya." Bahkan tanpa menunggu persetujuan dari Isabel, Raka sudah terlebih dulu masuk dan menutup kembali pintu seolah Isabel tidak boleh masuk kedalam kamarnya sendiri.
Isabel mengerjap beberapa kali untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Bukankah apa yang dilakukan Rafa sudah sangat keterlaluan? Sudah sepantasnya tamu itu bersikap baik pada tuan rumah dan tidak berbuat seenaknya. Namun niat itu justru urung Isabel utarakan sebab selang beberapa menit saja Rafa dan Adam keluar dari dalam kamar bersama.
"Kita makan malam bersama." Ajak Adam. Adam hanya berjalan melewati Isabel tanpa menoleh ataupun mengajak layaknya pasangan suami istri. Hal itu jelas membuat Isabel kecewa dan sangat mengganggu suasana hatinya.
Mencoba bersikap sabar dengan mencoba menjadi istri yang baik, Isabe tetap menerima ajakan Adam untuk makan malam bersama. Lagi-lagi, Isabel harus menekan jarum amarahnya agar tidak melesat tinggi begitu melihat Rafa menyiapkan hal yang seharusnya dikerjakan oleh Isabel.
"Pesan makanan seperti ini, Adam sangat menyukai semua menu yang ada di atas meja ini." Ucap Rafa dengan menunjuk semua hidangan yang ada di atas meja.
Isabel tidak menjawab maupun merespon ucapan Rafa, ia justru menatap kearah Adam dengan harapan lelaki itu mengerti dengan ketidaksukaannya pada Rafa. Tapi Adam justru tidak menoleh ke arahnya dan hanya fokus menikmati hidangan.
Makan malam berjalan baik untuk dua orang lelaki yang ada di hadapan Isabel, tapi tidak untuk dirinya. Ia justru merasa kurang nyaman dan sangat tidak berselera. Terlebih karena dua orang tersebut terlihat mengabaikannya dengan sengaja. Tidak tahan berlama-lama dalam keadaan tidak menyenangkan, Isabel mengakhiri makan malam dengan beranjak dari meja makan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ia segera masuk kedalam kamar dan duduk di tepian tempat tidur.
Kesal, itu yang sangat dirasakannya saat ini. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, selain menahan kekesalan yang hampir saja membuat Isabel menumpahkan makanan di wajah Rafa. Apa yang hubungan antara suaminya dan Rafa, apakah hanya sekedar rekan kerja atau justru lebih dari itu.
Pikiran-pikiran negatif itu terus berputar dalam benak Isabel, namun ia tidak ingin berburuk sangka pada suaminya. Karena mungkin saja mereka teman dekat sejak kecil sehingga Rafa tau persis sosok Adam.
Untuk mengurangi rasa kesal dalam hatinya, Isabel memilih untuk membersihkan diri dengan berendam di dalam kubangan air sabun beraroma wangi. Berendam cukup membuatnya rileks, bahkan tanpa terasa waktu berjalan cepat tanpa disadarinya.
Isabel keluar dari kamar mandi dan mendapati Adam baru saja masuk kedalam kamar. Sejenak tatapan keduanya bertemu.
"Baru selesai mandi?" Tanya Adam canggung, bahkan ia memalingkan wajah begitu melihat Isabel keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk sebatas d**a hingga paha. Seluruh tubuh mulus Isabel hampir terlihat dan begitu menggoda dengan bercak air di sekujur tubuhnya.
"Iya. Mas Adam sudah selesai makan malam?" Isabel balik bertanya.
"Sudah. Rafa juga sudah pulang."
Dalam hati, Isabel merasa senang karena tamu tidak diundang dan tidak menyenangkan itu akhirnya pulang.
"Mau ganti baju kan? Kalau begitu aku keluar." Adam berbalik dan bergegas membuka pintu keluar.
"Tunggu!" Isabel segera mencegah, "Jangan keluar!"
Adam kembali menoleh ke arah Isabel dengan tatapan penuh tanya.
"Jangan keluar," Isabel benar-benar mengumpulkan semua keberaniannya begitu ia menarik salah satu ujung handuk yang melilit menutupi tubuhnya.
"Bella." Suara Adam tercekat begitu handuk yang dikenakan Isabel melorot, jatuh ke lantai dan memperlihatkan lekuk tubuh Isabel secara utuh tanpa sehelai benangpun.
"Aku tau, aku tidak lagi istimewa. Tapi, aku wanita normal." Suara Isabel bergetar, menahan getaran tubuhnya yang mulai berjalan perlahan menghampiri Adam.
"Apa aku tidak menarik dimatamu? Atau aku harus melakukan apa agar kamu merasa tertarik?" Malam ini Isabel benar-benar mempertaruhkan harga dirinya dengan harapan Adam mau menyentuh layaknya pasangan suami istri.
"Tubuhku kurang menarik?" Tanyanya lagi.
Isabel benar-benar berada di hadapan Adan dengan tubuh polos. Ia menatap tajam dan sedikit bergerak sensual.
"Kalau begitu," Isabel berlutut di hadapan Adam. "Aku akan melayanimu malam ini. Sebagai seorang istri aku berhak melayani suamiku sendiri dengan baik."
Kedua tangan Isabel hendak menyentuh bagian sensitif Adam, hanya tinggal beberapa senti saja tiba-tiba Adam ikut berjongkok hingga wajah mereka berhadapan.
"Jangan! Jangan lakukan itu untukku." Adam dengan tegas menolak.
"Jika ingin menjadi istri baik untukku, kamu hanya perlu bersikap seperti biasa tanpa melakukan apapun lagi."
"Mas Adam." Seakan tidak percaya dengan penolakan yang baru saja diterimanya, Isabel menggumam pelan menyebut nama Adam berulang kali. Hingga ia tidak menyadari Adam sudah terlebih dulu bangkit dan melangkah pergi.
Hati Isabel mencolos, seperti ada lubang besar terbentuk dalam hatinya.
"Segera pakai pakaian. Nanti masuk angin."
Isabel merasakan hangat menyelimuti tubuhnya setelah Adam mengenakan selimut pada tubuhnya.
Dan setelah itu Adam benar-benar pergi meninggalkan Isabel yang masih berlutut dengan tubuh telanjang dan hanya tertutup selimut.
Tanpa terasa tetesan air mata membasahi wajahnya. Isabel merasakan sesak yang begitu menyakitkan di hatinya. Bagaimana tidak, penolakan Adam benar-benar menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping. Isabel malu, dan merasa seperti w************n yang tengah menggoda lelaki baik-baik.
Tapi Adam suaminya, bukan lelaki lain. Adam miliknya, dan sudah seharusnya mereka berdua melakukan hal itu. Selain Adam sudah melukai harga dirinya, Isabel pun semakin curiga dengan sikap Adam. Ada apa dengan suaminya itu? Dan Isabel harus segera mencari tau.