Episode 7

1690 Kata
Sesuai janjinya, di minggu pagi Dewi menjemput Isabel di apartemennya. Mereka berencana  menemui sosok Ibu yang tengah mereka bicarakan tempo hari.   Isabel melambaikan tangan nya ke arah mobil sedan putih yang sudah terparkir di lobi apartemen. "Lama banget!" Kalimat pertama yang keluar dari bibir Dewi, begitu Isabel masuk kedalam mobilnya.  "Lo yang kepagian." Balasnya sembari memasang safe belt dan duduk di sebelah Dewi sebagai pengemudi.  Mobil yang mereka tumpangi perlahan melaju, meninggalkan area lobi apartemen.  "Lo pamit kan sama Adam?" Tanya Dewi.  "Iya.. semalem udah ijin. Lagian dia udah gak ada sejak subuh." Balas Isabel, sambil membuka snack yang selalu tersedia di mobil Dewi.  "Kemana?" "Main golf." Jawab Isabel singkat. Karena belum sempat sarapan, ia benar-benar kelaparan dan menghabiskan beberapa snack ringan milik Dewi.  Suasana kembali hening hanya sesekali mereka terdengar bergumam, bernyanyi bersama jika kebetulan saluran radio menyajikan lagi yang mereka sukai.  "Beli bunga dulu ya, di Mang Ujang." ucap Isabel ketika Dewi sudah memarkirkan mobil nya. Terlihat bapak- bapak dengan kaos kebesaran dan peci yang dipakai melintang di kepala nya, tersenyum melihat Isabel mendekat. "Kemana aja Neng baru keliatan?" "Ada Mang. Cuman baru sempet kesini." Balas Isabel, sambil memilih bunga-bunga cantik yang dijajakan Mang Ujang.  "Sibuk ya, kalau udah punya suami." Goda mang ujang, sementara Isabel tersenyum menanggapi. "Mau bunga yang biasa ya, Mang." Isabel menunjuk salah satu bunga yang selalu dibelinya, bunga kesukaan Ibu.  "Iya, siap." Kemudian Mang Ujang menyodorkan satu buket bunga mawar putih kepada Isabel, dan Isabel memberi selembar uang seratus ribu. "Makasih ya, Mang." "Sama-sama neng." Isabel kemudian beranjak berjalan mendekati Dewi yang menunggu di pintu gerbang masuk. Mereka kemudian berjalan perlahan menuju satu gundukan tanah yang terlihat rapi. Isabel mendekat kemudian duduk di tepian batu nisan.  "Hai, Bu. Apa kabar? Maaf Bela baru sempet dateng." Ucap nya pelan, sambil mengusap-usap batu nisan hitam bertuliskan nama Ibu nya. "Terakhir Bela dateng pas mau nikah sama Mas Adam, udah dua bulan yang lalu. Bela belom bisa bawa Irysad kesini, dia masih betah tidur." Mata isabel mulai berkaca-kaca. "Bela kangen Ibu." Suara lirih di barengi dengan Isakan yang terdengar pilu membuat Dewi kemudian mengusap punggung Isabel dengan lembut, seolah ia ingin menguatkan temannya. Isabel menoleh ke arah Dewi. Dewi menggelengkan kepala sambil tersenyum simpul, ia menggenggam tangan Isabel, mengisyaratkan temannya agar tidak lagi menangis. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan, ketika kita tidak lagi bisa melepas rindu dengan orang yang amat kita cintai, dia sudah tidak ada lagi di belahan dunia manapun. Sama halnya dengan Isabel yang amat merindukan sang ibu. Ditinggalkan sosok yang selalu menemaninya disaat susah maupun senang, satu-satunya orang yang mencintai dan menyayanginya dengan sepenuh hatinya, kini justru tinggal gundukan batu nisan yang bisa ia kunjungi dikala hatinya benar-benar gundah. Tidak ada lagi kalimat-kalimat sakti yang didengarnya, yang mampu membuatnya menjadi wanita tegar.  "Adam belom ada perubahan, Bel?"  Tanya Dewi.  Kini mereka tengah berada di sebuah warung tak jauh dari tempat pemakaman.  "Belom." jawab Isabel singkat sembari menyesap es milo pesanan nya. "Mungkin Adam kecewa, kalau gue udah ga perawan." Sambung isabel, diletakkannya gelas diatas meja dan menoleh ke arah Dewi yang menatapnya tidak percaya.  "Lo bilang sama Adam?" Tanya Dewi, dan Isabel mengangguk lemah sebagai jawaban.  "Kenapa dibilangin sih?!" Protes Dewi, seolah apa yang dilakukan Isabel adalah sebuah kesalahan.  "Gue gak mau nipu dia. Lagi pula waktu itu Adam bilang dia gak keberatan." Elak Isabel. "Lalu apa sekarang masalah nya, sampai dia masih belum juga nyentuh lo?" Selidik Dewi, ia semakin penasaran.  "Gue juga gak tau, gue malu kalau terus nanya. Kesan nya gue  murahan banget, kalau gue terus nanyain hal itu." Isabel tertunduk, menautkan dua jarinya.  Dewi berdecak sambil membuang muka, ia kesal dengan sikap lamban Isabel. "Gini aja, gimana kalau lo kasih dia obat?"  "Hah? Lo gila!"  isabel tercengang mendengar ide  Dewi.  "Gue masih waras wi, gak mungkin gue mau ngelakuin hal jahat kaya gitu." "Itu gak jahat, Isabel. Dia suami lo, kalau lo ngelakuin ke orang lain itu nama nya jahat." Isabel hanya menghela nafas lemah, sembari menerawang ke atap warung yang terlihat sudah sangat usang. "Sejauh ini Adam baik sama gue, wi. Dia udah jadi suami yang baik, mungkin aja Adam hanya sedikit kecewa, siapa tau nanti dia berubah, iya kan?"  Dewi hanya mengangkat bahu, "Terserah lo aja, kalau lo mau rumah tangga lo anyep kayak gini terus."  Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa seharian ini Isabel menghabiskan waktu dengan Dewi. Hingga tiba waktunya mereka harus berpisah. Sebelum pulang ke rumah, Dewi terlebih dulu mengantar isabel hingga ke apartemennya lalu ia pun berlalu pergi menuju kediamannya. Begitu hendak memasuki lift, tiba-tiba Isabel teringat sesuatu. Stok minuman ringan kesukaan suaminya habis, ia harus segera membelinya karena hampir setiap hari Adam selalu mengkonsumsi minuman-minuman ringan dan juga jus kemasan. Tidak perlu pergi jauh untuk membeli minuman ringan seperti itu, di minimarket dekat lobi apartemennya pun selalu tersedia. Isabel yakin Adam pasti belum pulang, ia segera turun ke lobi dan membeli minuman ringan.  Selesai memilih belanjaan yang ia perlukan, Isabel keluar dari minimarket. Ia hendak kembali menuju lobi utama dan pulang ke unit miliknya, namun mata Isabel tertuju pada sebuah mobil sedan merah yang dengan kasar nya mendadak mengerem hingga terdengar bunyi decitan yang cukup keras.  Kondisi basement yang cukup sepi, jarang sekali orang terlihat hanya ada beberapa petugas saja yang terlihat mondar- mandir, membuat Isabel bisa dengan jelas melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.  Ia melihat seorang lelaki turun dari mobil, tak lama di susul oleh seorang perempuan.  "Zacky?" Gumam isabel pelan. Ia hendak menyapa sepasang kekasih itu. Isabel mengurungkan niatnya begitu ia kembali melihat adegan yang seharusnya tidak dilihatnya. Namun kali ini bukan adegan romantis seperti tempo hari, melainkan sepasang kekasih itu tengah beradu mulut dan bertengkar hebat.  Tidak ingin tertangkap basah karena ia kembali berada didekat kedua orang itu, Isabel pun berbalik arah. Namun betapa terkejutnya ia, begitu mendengar suara tamparan keras.  Plakk Ketika tubuh nya kembali berbalik, Isabel mendapati Zacky tengah memegang pipi sebelah kanan nya, tak lama Sella terlihat menaiki mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi. Isabel masih terpaku di tempat nya, melihat apa yang baru saja tetjadi. Kedua kakinya terasa lemas tidak bertenaga, bahkan ketika Zacky datang menghampirinya, Isabel masih diam terpaku memegang erat kantong belanjaannya.  "Mau pura- pura gak liat lagi?" Tanya Zacky. Lelaki itu masih sempat tersenyum, meski sebelah pipinya terlihat memerah. "Maaf aku gak sengaja." cicit Isabel sambil menundukan kepala.  "Aku lapar, cari makan yu?" Ajak zacky, membuat Isabel mendongkak menatapnya tidak percaya. "Aku gak terima penolakan."  tambahnya sambil menarik tangan Isabel, bahkan sebelum wanita itu sempat menolak. "Mobilku masih di bengkel, jadi naik motor aja ya." Ucap Zacky sembari menyodorkan helem kepada Isabel. "Aku pakai rok." jawabnya sambil menunduk melihat ke arah dres dibawah lutut yang ia kenakan hari ini. "Tutupin aja pakai ini." Zacky melepas jas yang dikenakan untuk menutupi kedua kaki Isabel.  Isabel pun menaiki motor setelah ia menerima jas milik Zacky. Motor yang dikendarai Zacky perlahan melaju membelah jalan yang masih padat dan macet. Hingga Zacky berbelok, ia memilih melewati jalan kecil yang terlihat lebih sepi.  "Kita mau kemana?" Tanya isabel. "Tenang aja, aku gak akan nyulik kamu ko." Jawab Zacky santai.  "Ini masih jauh gak?"  Tak lama kemudian motor berhenti. "Udah sampe." Balas Zacky sembari melepas helem yang dikenakannya.  Isabel memperhatikan sekeliling, ia masih berada di atas motor tanpa berniat turun. "Tuh, warung nya di sana." Zacky menunjuk sebuah kedai kecil yang terlihat di pojokan. "Yuk, turun." Ajak nya, membuat Isabel pun akhirnya  turun dari atas motor.  "Eh, Mas Zacky." Seorang lelaki paruh baya menyapa Zacky, mereka berdua nampak sudah saling mengenal terlihat dari cara keduanya berinteraksi satu sama lain tidak nampak sedikitpun terlihat kecanggungan.  "Aku pesen yang biasa ya Pak De. Kamu mau apa?" Tanya Zacky sambil menoleh pada Isabel.  "Samain aja."  "Jadi dua nasi goreng ya Pak De?"  teriak Zaky kepada bapak penjual yang langsung di acungi jempol, tanda ia mengerti. Sembari menunggu pesanan datang mereka berdua duduk di meja yang di sediakan. Isabel melihat- lihat kantong belanjaan nya kemudian mengeluarkan minuman isotonik yang masih dingin dan menyodorkan nya ke arah Zacky. "Tempelin itu di pipi, biar merah nya berkurang." Ucap Bella dan ia pun memberikan satu botol minuman isotonik pada Zacky.   Zacky langsung memegangi pipi nya yang masih terasa panas, akibat tamparan Sella. "Kelihatan banget ya?" Tanyanya, kemudian meletakan minuman itu di pipi. Terasa sensasi dingin menjalar di pipinya, namun masih sedikit sakit jika tertekan dan membuat Zacky meringis kesakitan.  "Keliatan banget malah. Aku gak mau orang lain salah faham, nanti di kira aku pelaku nya, soal nya Bapak tadi aja ngeliatin aku terus."  Tak lama pesanan mereka datang, "Tumben bawa temen Mas, biasa nya sendiri, atau bareng Mas Adam." "Iya, lagi pengen aja Mang." "Pacar ya, cantik banget Mbak nya." Goda si Bapak penjual. Membuat Isabel merasa tidak nyaman dan hanya menundukan kepala, tanpa berani menjawab ataupun mengelak.  "Dia emang gitu orangnya, suka bercanda jangan dimasukin hati."  "Emang kamu sering kesini?" "Nggak juga. Cuman kalau lagi jenuh pasti ke sini, di sini adem enak buat menyendiri."  "Tapi kamu malah ajak aku, mungkin saja kamu lagi butuh waktu sendiri." "Iya, karena kamu udah lihat dua hal yang gak seharusnya  kamu lihat, jadi aku ajak kesini."  Isabel hanya mengagguk membenarkan. "Bela, kamu tau kesedihan terbesar laki- laki dalam hidup nya?" Tanya Zacky, membuat Isabel menyerengit, mengerutkan kedua alis nya tidak mengerti.  "Ketika menyadari orang terdekat nya, merasa ketakutan . Sangat takut."  Isabel menelan ludah, mencoba mencerna ucapan Zacky. "Laki- laki di takdirkan melindungi wanitanya. Apa jadi nya jika ia takut melihat orang yang seharus nya ia lindungi?"  Isabel semakin di buat tidak mengerti.  Zacky menghela lemah, mengerti jika lawan bicara nya tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Ia pun tersenyum simpul. Zacky pun mengangkat satu tangan nya dan menaruh nya di atas kepala Isabel, kemudian mengacak- ngacak gemas rambut Isabel. "Ihh Zacky!" Gerutu Isabel sembari merapikan rambutnya kembali.  "Kamu lucu kalau kebingungan." Goda Zacky, yang membuat Isabel cemberut, namun lelaki itu justru tertawa keras.  "Aku senang bisa liat kamu tertawa." ucap Isabel yang langsung menghentikan tawa Zacky. "Kamu fikir aku bakalan nangis gitu?" Isabel hanya mengangkat bahu sembari tersenyum. "Kamu cantik kalau tersenyum, jarang banget liat kamu senyum." Rona merah terlihat di pipi Isabel, entah kenapa ucapan Zacky membuat nya tersipu dan merasa malu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN