“Ini pasti mimpi,” gumam Nindy dalam hati, “atau mungkin aku lagi berhalusinasi karena terlalu merindukannya?” Merasa yang dilihatnya tidak nyata, Nindy kembali memejamkan matanya. Ketika merasakan sentuhan lembut di pipinya, tanpa sadar dia meraih tangan itu tanpa membuka mata, kemudian mendekapnya. “Walaupun ini cuma mimpi, tapi aku mau mimpi ini nggak cepat berakhir.” Kembali dia berguman dalam hati dengan mata terpejam. “Sayang, bangun dulu. Kamu harus makan dulu." Saat mendengar suara itu menggema di telinganya, Nindy mengerutkan kening. Namun, matanya masih tertutup. “Kalau kamu nggak buka mata, aku lebih baik pulang.” Seketika itu juga Nindy membuka mata. “Kenapa kelihatan nyata banget,” monolog Nindy seraya bangun dari tidurnya. “Ini memang aku, Sayang.” Begitu mendengar it

