Dea menghela nafasnya pasrah, pasrah karena harus menjawab pertanyaan dari ibunya yang sejak dua puluh menit terakhir hanya diulang-ulang saja. "Ibu, Dea—"
"Dea hamil kan? Iya kan?" tanya ibunya yang entah sudah keberapa kali itu.
Dea memutar bola matanya jengah. "Enggak lah, bu! Kan udah Dea bilang, Dea gak hamil!"
"Lalu kenapa kamu nikah mendadak? Dea kan selalu bilang kalo Dea bahkan gak punya waktu buat pacaran karena sibuk, terus sekarang Dea ada di hadapan ibu dengan kebaya pengantin dan kurang dari dua puluh empat jam lagi Dea bakal nikah setelah menghilang hampir semalaman!"
Dea menghela nafas, mencoba bersabar dengan kerewelan ibunya. Wajar saja beliau rewel karena puteri satu-satunya akan menikah besok dan beliau baru tau saat ini. Bu, Dea juga baru tau kalo besok bakal nikah tuh semalem.
"Dan kenapa bisa Dea nikah sama Rama?" tanya ibunya lagi.
Bahkan Dea belum menjawab pertanyaan sebelumnya dan ibunya sudah mengajukan pertanyaan yang lain. "Dia kaya," balas Dea cuek. Dan sebuah jitakan mendarat di kepala Dea, tentu saja pelakunya adalah ibunya sendiri.
Dea memegangi kepalanya. Meringis.
"Dea! Kita emang lagi bangkrut, tapi bukan berarti kamu jadi mengutamakan uang diatas segala-galanya! Lagian ibu gak suka sama si Rama-Rama itu!" ucap ibunya dan Dea seratus persen setuju dengan ibunya itu namun tentu saja untuk mencegah kemungkinan ibunya menolak memberikan restu.
Dea pura-pura tidak setuju. "Rama baik kok, Bu."
"Tapi ibu gak suka."
Dea tidak mengerti kenapa ibunya itu bisa sangat yakin tidak menyukai Rama. Mungkin karena instingnya sebagai seorang ibu? Ya, mungkin ibunya itu mendapatkan feeling jika anaknya sedang dalam masalah. Dan sumbernya adalah Rama.
"Selamat siang Bu, maaf saya terlambat." Rama muncul di pintu dengan setelan kerjanya. Dia nampak ganteng dan berwibawa namun karena Dea sudah tau sebusuk apa Rama, Dea menolak dirinya untuk terpesona dengan Rama. Jangan percaya sama muka ganteng dan senyum palsunya, De.
Saraswasti-Ibu Dea- berdiri dari duduknya dan menatap Rama dengan tatapan tidak suka. "Hm, kamu terlambat. Dea udah selesai fitting gaunnya."
Rama tersenyum lembut dan itu membuat Dea ingin muntah. Rama kini sedang menunjukkan topeng malaikatnya. "Sayang sekali, tapi saya yakin Dea akan sangat terlihat cantik. Dia selalu terlihat cantik mengenakan apapun."
"Saya dengar terakhir kali kamu pacaran itu sama model pakaian dalam internasional, apa tuh Vic—Victoria Secret! Kenapa tiba-tiba kamu ganti tipe cewek? Dea udah pasti bukan tipe kamu kan?" kali ini nada sarkastik sangat kentara dari ucapan Saraswasti, namun Rama nampak tidak terganggu karenanya, dia masih menunjukkan wajah ramahnya. Wajah ramah palsunya.
"Tipe buat pacar sih mungkin bukan Bu, tapi Dea adalah satu-satunya tipe wanita yang ingin sata nikahi."
Dea memasang ekspresi jijik. Bahkan dalam pikirannya dia sudah muntah-muntah. Akting Rama terlihat sangat sempurna, tetapi Dea tidak akan tertipu lagi dan dia juga yakin ibunya sama dengannya.
"Kamu terlalu berlebihan." Ucap Saraswati. Nadanya mulai melunak.
Rama menggeleng lalu ia mendekati Saraswasti dan berlutut diatas karpet didepan beliau. "Ibu, mungkin saya tidak sopan karena memutuskan untuk menikahi anakmu tanpa meminta izinmu terlebih dahulu. Saya hanya takut kehilangan Dea, jadi saya memutuskan ini dengan mendadak. Otak saya tidak berfungsi baik karena anakmu ini sudah mengisi hampir sembilan puluh persen bagiannya—"
Rama berhenti sejenak untuk mengambil nafas dan menatap Saraswasti dengan wajah sungguh-sungguh. "Bu, izinin saya untuk menikahi anakmu. Saya akan membahagiakannya, saya tidak akan membiarkannya merasakan kesedihan sedikitpun, saya akan berusaha untuk membuatnya selalu tersenyum, saya akan menjaga dan melindunginya. Dan dengan ini, saya memohon restu dan izin dari Ibu..."
Dea ingin sekali menghadiahi Rama piala oscar. Jadi ini cara yang dipakai lelaki ini untuk memikat gadis-gadis hah? Kenapa dia tidak jadi artis saja, sekalian! Aktingnya sangat memukau, kata-kata dan ekspresinya terkesan sangat natural dan itu membuat Dea terpukau. Jika dia tidak terlibat dengan Rama karena harta warisan, dia pasti sudah terbuai dengan pesona lelaki itu. Tetapi sayangnya dia tau semua yang Rama katakan dan tunjukan hanyalah sebuah kepalsuan. Tapi meskipun begitu Dea yakin jika ibunya tidak akan terpe—
"Na—nak Rama bener-bener serius cinta sama Dea, ya? Ya Allah, gimana bisa ibu tidak memberikan restu ibu untuk anak lelaki bertanggung jawab sepertimu?"
Dea tercengang. Dia merasa baru saja ditikam dari belakang oleh ibunya sendiri dengan sebuah katana. Astagfirullah, bagaimana bisa ibunya berganti pemikiran secepat itu? Bukankah lima menit yang lalu ibunya itu masih bersikeras kalau dia tidak suka pada Rama? Dan sekarang, hanya dengan bermodalkan kata-kata manis, ekspresi lembut sambil berlutut diatas karpet, sang Ibu dengan mudahnya memberikan restunya. Dea ingin sekali menceburkan diri ke dalam samudera hindia. Bahkan Ibunya tertipu dengan muslihat mulut Rama!
"Tentu saja saya cinta sama Dea, bu. Terima kasih untuk restu Ibu." Entah bagaimana bisa, tiba-tiba Saraswasti sudah membawa Rama ke dalam pelukannya.
Dea yang sejak tadi berdiri disamping sofa tempat ibunya duduk itu sampai tak bisa berkata-kata. Ia memandangi pemandangan miris tersebut dan hanya bisa melotot geram saat Rama mengacungkan jempol ke arah Dea dengan senyuman miring yang meremehkan. See? I even got your Mom, baby.