5. Crazy Ex-Girlfriend

2075 Kata
Ruang tunggu mempelai wanita kini hanya diisi Dea dan dua orang sahabatnya sejak SMA, Bella dan Tiara. Kedua cewek itu mengenakan gaun tercantik mereka demi pernikahan sahabatnya yang cukup menggemparkan tersebut. Bagaimana tidak? Dua minggu yang lalu, Dea berpamitan kepada mereka untuk berlibur di Lombok sekaligus membantu bisnis keluarganya-yang memang rutin ia lakukan setiap liburan- dan tiga hari sebelum Dea memberi kabar bahwa dia akan menikahpun, mereka masih aktif berkomunikasi lewat Line dan Dea sama sekali tidak membahas tentang pernikahan. Apalagi saat keduanya tau jika calon suami Dea adalah salah satu anggota keluarga konglomerat. Siapa yang tidak kenal Rama? Bujangan dari keluarga Baskoro yang terkenal karena kepintaran dan ketampanannya. Rama juga sering masuk infotainment karena beberapa kali pernah memacari artis dan penyanyi terkenal. Tiara dan Bella bahkan sempat berfikir Dea terlalu desperate dengan kehidupan ekonomi keluarganya yang sedang turun tersebut sehingga cewek itu berkhayal, namun saat mereka melihat tayangan infotaiment di televisi yang memberitakan tentang pernikahan mendadak tersebut, barulah mereka percaya dan memborbardir Dea dengan macam-macam pertanyaan. Sayangnya, Dea tidak bisa jujur kepada kedua cewek itu karena tentu saja Dea harus menjaga harga dirinya. Meskipun kedua cewek itu adalah sahabatnya. "eum, Bel?" panggil Dea pada cewek bertubuh mungil yang sejak tadi memandanginya dengan tatapan seolah ingin menelanjanginya. Bella sedikit terlonjak saat Dea memanggilnya. "Hah, apaan, De?" Dea mendengus. "Kenapa sih lo ngeliatinnya sampe kayak gitu?" tanya Dea kesal. Sejak tadi sahabatnya itu terus memandanginya. Tiara yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya untuk memotret dirinya dan Dea serta isi ruangan tunggu yang dipenuhi bunga tulip sebagai dekorasi utama itu akhirnya mengalihkan tatapannya pada kedua sahabatnya. "Dea, Bella tuh masih shock." Dea berdecak. "Kenapa dia harus shock coba? Kan gue yang kawin." Bella hanya diam saja menjadi objek pembicaraan Dea dan Tiara. Tiara lalu terkekeh sambil memasukkan ponselnya kedalam tas yang dibawanya. "Ya shocklah, lo kan ngeduluin dia buat nikah." Ya Tuhan. Jika bisa, sebenarnya Dea lebih senang Bella menggantikan posisinya. "Maaf, ini kan di luar rencana." Tiara semakin tertawa, sedangkan Bella hanya memajang ekspresi kesal. "mau gimana lagi, ini udah takdir. Jadi yang menikah pertama di antara kita Cuma rencana, tetapi Tuhan yang menentukan," ujar Bella akhirnya karena ia juga merasa tidak enak dengan Dea. Padahal, wajah muram Dea bukanlah disebabkan dirinya. Tiara menghentikan tawanya sambil mengambil posisi berdiri. "Jadi, udah berapa bulan usia kandungan lo , De?" tanyanya penasaran. Dea membelalak kaget. Entah dia yang salah dengar atau memang temannya itu sudah gila. "Apa?" Tiara memutar matanya jengah. "Ayolah De, gue tau, lo hamil kan?" Ingin sekali Dea menendangkan sepatu berhak dua belas sentinya ke tungkai kaki Tiara jika tidak ingat dia sedang berada di tempat umum, bisa-bisa penjaga yang berjaga didepan pintu, masuk karena jeritan Tiara. "Lo gila ya?" tanya Dea yang dari nadanya sangat kentara bahwa cewek itu kesal. Bella mendekatkan wajahnya kearah Dea. "Lah, jadi lo gak hamil?" Dea mendelik kearah Bella. Ternyata cewek kurang tinggi itu juga berfikiran sama. Sialan, Ibu dan sahabatnya saja berfikir kalau dia hamil. Bagaimana orang lain yang tidak mengenalnya? "Kenapa kalian mikir gue hamil, sih?" Bella dan Tiara mendesah lega. Setidaknya, Dea masih menjadi cewek baik-baik seperti yang mereka ketahui sejak dulu. "Yah, gimana enggak? Lo bahkan gak pernah cerita sama kita kapan lo kenalan dan pacaran sama Rama, dan tiba-tiba aja lo nikah! Tentu aja kita mikir kalo lo hamil. Oh not just us, but almost everyone probably think that you're pregnant." "Gimana bisa gue cerita coba! Gue aja baru—" Dea menghentikan ucapannya yang kelepasan dan berhasil membuat Tiara dan Bella menatapnya dengan alis naik sebelah. "Baru apa?" tanya Tiara memastikan. Dea memutar otaknya. Dia harus mengatakan hal masuk akal. "Ba—baru dilamar dua hari yang lalu!" Tiara dan Bella mengernyit. Kini giliran Bella yang bertanya. "Baru dilamar? Terus pacarannya dari kapan?" Dea menelan ludahnya, berusaha tidak terlihat gugup padahal tangannya sudah basah oleh keringat. "U—udah lama. Iya, tapi lo taukan Rama itu orang terkenal. Hubungan kita tuh harus disembunyiin gitu." Tiara sudah akan angkat bicara untuk mengomentari kata-kata Dea namun seorang wanita masuk dengan berpakaian formal-kemeja putih yang dimasukkan kedalam celana panjang bahan dilengkapi blazzer- serta rambut digelung keatas membuatnya membatalkan rencananya. "Maaf, para tamu sudah dipersilahkan memasuki ballroom." Ucapnya sopan. Dea dan kedua sahabatnya saling tatap lalu akhirnya Bella dan Tiara pamit pergi. "Mbaknya siapa?" tanya Tiara sebelum benar-benar pergi pada wanita berpakaian sama seperti para agen wedding organizer yang memang disewa Rama. Wanita itu tersenyum. "Saya tim hair styelist nona Dea, saya kemari untuk memeriksa kembali sebelum nona Dea berjalan ke tempat akad nikah." Tiara mengangguk lalu berjalan keluar mengekori Bella yang sudah lebih dulu keluar, meninggalkan Dea dan wanita itu berdua. Wanita yang mengaku sebagai hair styelist itu berjalan kearah Dea dengan senyuman sopan terus terpatri dibibirnya. Dea sendiri tampak acuh, toh ia merasa sejak tadi ia tidak melakukan aktifitas selain duduk dan mengobrol dengan tamu-tamu yang menghampirinya dan mengajaknya berfoto yang akan membuat rambutnya yang sudah di tata sedemikian rupa itu berantakan. Memang Dea tidak menginginkan rambutnya di sanggul macam-macam dan ribet, jadi penata rambutnya tadi hanya menyanggul rambutnya tanpa hairspray dan mengepang bagian depan rambutnya yang kini sudah ditimpa selendang tipis berwarna putih senada dengan kebayanya. Dea tidak protes saat wanita itu berjalan kebelakangnya untuk memeriksa rambutnya. Wanita itu tidak bersuara dan Dea juga sedang malas untuk membuka obrolan karena pikirannya kini sedang tercabang ke berbagai arah. Bagaimana tidak? Sebentar lagi dia akan menghabiskan satu tahun hidupnya sebagai istri Rama, pria bermuka dua yang terlihat sempurna diluar tetapi ternyata sangat busuk di dalamnya. Dan kejamnya, pernikahannya yang seharusnya menjadi momen paling membahagiakan dalam hidupnya yang seharusnya terjadi sekali seumur hidup adalah sebuah pernikahan perjanjian karena sebuah harta warisan dan hanya ditargetkan untuk satu tahun. Seharusnya kalau Dea normal, dia sudah kabur sambil menangis meraung-raung. Tetapi mau bagaimana lagi? Kalaupun dia melakukan itu, Rama akan mengejarnya dan menuntutnya untuk pelanggaran kontrak. Uang darimana untuk membayar denda? Untuk hidup saja dia harus bekerja keras. "Rambut mbak Dea harus diperbaiki," akhirnya hair styelist itu bersuara namun Dea mengernyit, bukankah sejak tadi dia menyentuh rambut Dea karena sedang menatanya ulang? Kenapa sekarang baru minta izin? "Silahkan saj—" Entah hanya perasaan Dea atau bukan tetapi Dea baru saja mendengar suara gunting dan yang terjadi selanjutnya membuat Dea berjengkit kaget. Tetapi gaun panjang dan lebarnya membuat Dea kesulitan melangkah dan hampir saja terjerembab ke lantai. Dea menatap shock wanita yang mengaku hair styelistnya itu yang sedang mengacungkan gunting di tangan kiri dan sejumputan rambut Dea ditangan kanan yang berhasil ia gunting. Dea melongo. "Apa yang—LO GILA YA?" jeritnya sambil memegangi sisa rambutnya yang masih aman. Dea yakin rambutnya kini sudah tidak berbentuk jelas, rambut bagian kanannya sudah terpotong dan kini hanya sepanjang bahunya sedangkan sisanya masih panjang seperti semula. Wanita itu masih memasang wajah polos yang terkesan dibuat-buat. "Ah mbak Dea, mbak ngagetin nih. Mari sama benerin rambutnya lagi!" Dea sudah akan menjerit lagi namun wanita itu dengan cepat melompat mendekati Dea dan membekap mulut Dea. "Ssh, dengerin gue. Ini bukan ancaman, tapi peringatan. Lo masih bisa kabur sama gue sekarang dan pergi jauh-jauh dari Rama. Emang lo kira lo siapa mau nikah sama dia?" Dea bukannya tidak bisa melawan atau menjerit, semua orang yang mengenal Dea tau kalau dia punya teknik bela diri amatir yang sewaktu-waktu dia praktekan jika dia diganggu, dan melawan cewek yang kini sedang membekapnya sepertinya bukanlah hal sulit tetapi salahkan gaun super mahal dan mewah yang sedang Dea kenakan dan tempatnya berada saat ini membuatnya memilih diam. Jadi, wanita ini adalah salah satu dari sekian banyak wanitanya Rama yang tidak terima akan pernikahannya. Hm. Rama memang sudah memberitaunya kemarin kalau akan ada beberapa wanita yang pasti mengganggunya karena menikah dengan Rama. Dan salah satu wanita itu kini muncul disaat beberapa menit lagi Dea akan melenggang ke tempat akad nikah diadakan. Kampret. "Jadi, cepat ikut gue atau lo gak akan—" "Lepasin mbak Dea!" Dea dan wanita yang kini sedang membekapnya itu sama-sama terlonjak saat pintu ruang tunggu terbuka lebar dan menampilkan sosok Tora diikuti beberapa bodyguard lain yang badannya jauh lebih besar dari Tora. Dea memutar bola matanya, bahkan para badan berbadan besar itu bisa dikelabui seorang wanita berbadan mungil ini. Apa gunanya mereka berjaga didepan kalau begitu? Kejadiannya berlalu begitu cepat, wanita itu kini sudah dipegang oleh Tora yang otomatis membuat Dea terlepas dari bekapannya. Wanita itu merutuki Tora dengan sumpah serapah yang kasar, tetapi dari bagaimana cara wanita itu mengutuk Tora mereka seperti sudah saling kenal. Mungkin Tora memang kenal semua wanita yang pernah dikencani Rama. "Anda baik-baik saja mbak Dea?" tanya Tora yang dijawab Dea dengan anggukan. "Gue sih baik-baik aja, tapi gak sama rambut dan make up gue." Tidak berselang lama, masuklah Saraswasti dan Wicaksono dengan wajah panik. Mungkin mereka melihat beberapa bodyguard membawa seorang cewek keluar dari ruangan tunggu pengantin dengan cara seolah cewek itu maling yang menunjukkan baru saja terjadi sesuatu. Dan jeritan Saraswasti cukup membuktikan kalau ada yang tidak beres disana. Bagaimana Saraswasti tidak menjerit saat melihat anaknya yang akan menjadi pengantin kurang dari dua puluh menit lagi dalam keadaan kacau. "DEAAA KAMU KENAPA?" tanyanya dramatis. Dea memutar bola matanya. "Anggep aja barusan ada angin p****g beliung, bu." Saraswasti tidak perduli dengan ucapan Dea dan segera menghambur ke arah puteri satu-satunya itu sambil menatap horor pada rambut anak perempuannya yang sudah tidak jelas bentuknya. "Tora, Tora! Kenapa ini bisa terjadi sama anak saya?" tanya Saras pada Tora yang sejak tadi berdiri beberapa langkah dari Dea. Tora membungkuk memohon maaf dan menjelaskan sedikit kejadian yang terjadi. "Tapi kamu gak luka kan, De?" tanya Wicaksono pada anaknya itu dengan nada khawatir khas seorang ayah. Dea menatap ayahnya dengan senyuman penuh haru. "Enggak Yah, gak ada yang bisa ngelukain Dea kok. Ayah tau itu kan?" Wicaksono mencubit gemas pipi anak perempuannya. Sebenarnya ketika Dea menelfonnya dan memberi tau kalau dia akan menikah dan sebentar lagi akan ada orang suruhan Rama yang akan menjemputnya ke Lombok, Wicaksono lah yang paling tidak setuju dengan ide ini. Meskipun awalnya istrinya juga sempat tidak setuju dengan pernikahan mendadak Dea, namun istrinya itu berubah pikiran saat sudah bertemu dengan Rama sedangkan Wicak sampai saat ini masih tidak rela untuk menyerahkan anak perempuan kesayangannya itu untuk pria semacam Rama. "Syukur alhamdulillah." "Syukur?" Saras bertanya sarkastik. Di saat seperti ini, Saraswasti terlihat seperti ibu-ibu sesungguhnya. Heboh dan cerewet. "Apanya yang harus disyukurin? Ayah gak liat anaknya kacau begini?" tanya Saras pada suaminya yang hanya bisa menggeleng pasrah. Dea mendesah. Dia juga tidak mau tampil memalukan begini di pernikahannya, terlepas dari pernikahannya hanyalah pernikahan status. Tetap saja, ini adalah pernikahan pertamanya! Tora akhirnya bergerak untuk memanggil tim yang bertanggung jawab untuk dandanan dan rambut Dea. Untung saja hair styelist yang Rama sewa benar-benar profesional. Dengan cepat mensetting rambut Dea hingga tidak tampak kekacauannya. Karena kalau untuk merapikan bekas potongan itu akan memakan waktu lebih banyak, hair styelist itu hanya mengakali rambut Dea dengan tatanan khas bride yang berhasil mengelabui siapa saja yang melihat. Dea sempat sedih melihat sejumputan rambutnya yang tersebar dilantai begitu saja. Bagaimanapun dia sangat menyukai rambutnya yang panjang dan lembut itu. "Mbak Dea, sudah waktunya!" panggil seorang pria dari pintu yang Dea kenal sebagai ketua wedding organizer yang bertanggung jawab untuk pernikahannya bertepatan dengan selesainya dandanan Dea diperbaiki. Dea mendesah sekali lagi, jantungnya sudah berdebar sangat kencang. Disaat seperti ini dia sudah berada di puncak keinginannya untuk kabur namun mengingat kedua orang tuanya berada disana dan Dea sudah terlanjur membuat kebohongan kalau pernikahan ini memang hal yang diinginkannya membuat Dea ragu. Apalagi mengingat jika ia bertahan, dia bisa mengembalikan kehidupan keluarganya seperti semula. "Dea? Kalau Dea gak yakin, Ayah akan bawa Dea pergi, nikah itu gak boleh dipaksain," Ucapan khawatir Wicaksono berhasil membuat Dea berkaca-kaca. Ayahnya itu sangat memahami dirinya. Sejak kecil, ayahnya itu selalu tau perasaan Dea. Apakah cewek itu sedang dalam keadaan baik atau tidak, Ayah selalu bisa menebaknya dan memberikan ketenangan pada Dea. Dan disaat ini, lagi-lagi Ayah bisa membaca keraguan dimata anaknya. "Enggak kok Yah, Dea cuma gugup." Ayah tau kalau Dea berbohong, tetapi dia hanya berusaha mempercayai Dea. Wicaksono menekuk tangannya meminta Dea mengalungkan tangan di lengannya. Lalu keduanya berjalan menuju ballroom tempat prosesi akad nikah dilakukan. Pintu menuju ballroom masih tertutup, Dea dan Wicak menunggu perintah di dalam ballroom terdengar samar-samar suara pembawa acara dan musik khas pernikahan ada Jawa yang membuat Dea semakin gemetaran. Kalau Wicaksono tidak ada disampingnya, Dea yakin tubuhnya sudah meleleh seperti es krim yang didiamkan di luar lemari es. Dan ketika akhirnya pintu terbuka, Dea hanya bisa berdoa pada Tuhan semoga ini adalah pilihannya yang terbaik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN