Lima

960 Kata
'Perasaan itu labil. Bahkan dalam sedetik, ia bisa berubah.' [Suatu Kejadian] Baru pertunangan, dan acara sudah semegah ini. Maura mendesah kesal. "Mama yakin ini acara pertunangan? Semegah ini, Ma? Harusnya sekalian aja kita sewa seluruh pulau Indonesia," ujar Maura pada Clarissa yang tengah menunggu Maura di dandani. "Boleh. Kamu mau?" Uhukk! Uhukk! Maura mendelik pada Clarissa. Bisa-bisanya ibunya itu membuat lelucon di situasi seperti ini. "Ce Nila, nanti panggil saya di bawah ya kalau Maura make up nya udah selesai." "Siap, Nyonya!" Maura mendengus kesal. Sudah berapa kali dalam sehari akhir-akhir ini Maura mendengus? Sepertinya tak terhitung. Masalahnya, hal menyebalkan terus terjadi padanya. Bagaimana Maura tak muak? ₩₩₩ Langkah terakhir. Maura memasukkan cincin ke jari manis Farrel. Saat cincin indah itu telah menghias jari manis kedua insan itu, semua bertepuk riuh. Kali ini para tamu hanya keluarga besar Arsenio dan Antony. Tak ada satu pun teman Maura dan Farrel. Karna ini baru pertunangan dan belum pernikahan. Maura tersenyum paksa di depan hadapan umum. Sedangkan ekspresi Farrel hanya datar papan. ₩₩₩ Maura membuka matanya saat silaunya mentari yang menembus ventilasi kamarnya menusuk matanya. Apa tunangan tadi cuma mimpi? Maura tersenyum senang. Tapi senyumnya terhenti saat melihat sebuah cincin yang melilit di jari manisnya. Maura menghela nafasnya frustasi. Jadi sekarang, seorang Herra Maurabella Arsenio sudah menjadi calon istri orang? Maura sendiri bahkan tidak percaya. Gadis itu bangkit dan bersiap-siap untuk ke kampusnya. ₩₩₩ "Ciee yang kemarin tunangan!" Goda Farah yang membuat Maura mendecih. "Gimana, Ra? Ganteng gak si doi?" Tanya Lala semangat. Maura melirik kedua sahabatnya itu serius. "Kalian akan kaget kalo gue sebut nama tuh cowok." Farah dan Lala saling melirik heran. "Emang siapa, Ra?" Tanya Farah penasaran. Begitu pun Lala. "Farrel Elzargar Antony," ujar Maura santai lalu meminum jus alpukatnya. "HAH?!" "Sumpah si cogan fakultas kedokteran yang waktu itu ngatain sepatu limited edition lo jelek'kan?!" Tanya Lala tak percaya. "Ck, udah ah gak usah inget-inget yang itu!" Maura bangkit. Mendadak nafsu makannya hilang. Tak sengaja Maura melihat Farrel. Pria itu meliriknya juga. Tapi hanya sekilas, karna pria itu membuang muka seakan-akan sama sekali tak mengenal Maura. Benar-benar b******k. Maura pun melanjutkan langkahnya dengan kesal. Farah dan Lala pun mengekori Maura. ₩₩₩ Farrel menaruh buku tugasnya di loker. Saat mengunci lokernya ia melirik seorang gadis di belakangnya. Saat membuka lokernya, gadis itu mendengus saat melihat begitu banyak coklat dan mawar merah beserta surat cintanya di sana. "Apaan sih, emang gue udah mati apa di kasih bunga." Celetuknya tak tahu kalau ada Farrel di sana. Farrel hanya cuek bebek. Pria itu hendak pergi. Tapi saat Maura sadar Farrel di sana, gadis itu memanggilnya. "Heh!" Farrel tak menyahut. Dia tetap melanjutkan langkahnya membuat Maura berlari menahan tangan pria itu. "Lo b***k, ya?!" Pekik Maura habis kesabaran. "Gue yang b***k, atau lo yang buta?" Maura menggembungkan pipinya kesal. "Liat nih nama gue. Bukan 'Heh' kan?" Sindir Farrel sambil menunjuk name tag di d**a kirinya dengan dagu. "Ih, yaudah sih! Gue tuh cuma mau bilang! Walaupun kita tunangan, anggap aja gak saling kenal! Pokoknya gak usah kayak orang kenal." Ketus Maura yang membuat Farrel terkekeh. "Emangnya siapa yang sok kenal? Bukannya elo, ya? Manggil-manggil gue. Dari tadi juga gue gak nyapa lo'kan?" Jleb! Maura hanya menganga tak percaya dengan ucapan ketus pria yang kini sudah pergi meninggalkannya dengan situasi menyebalkan seperti ini. "DASAR COWOK b******k!" ₩₩₩ Maura bernyanyi selama perjalanan pulang. Tadi ia habis pergi bermain ke kafe bersama Farah dan Lala melepas rasa kesalnya. Dan barulah ia pulang sekarang pukul delapan malam. Tentunya sudah mengabari Clarissa dan Kenzo. Tiba-tiba Maura merasa bannya berbunyi. Tapi ia rasa bukan masalah besar. Ia mengedikkan bahunya acuh. Tapi ternyata-- Ciitt Mobilnya berhenti. Maura mendengus. "Cobaan apalagi ini, ya Tuhan.." Maura pun keluar mobilnya. Melihat bannya yang bocor, Maura menendang bannya kesal. "Sumpah, kenapa sih akhir-akhir ini gue apes banget?!" Mana pula sekarang dirinya berada di daerah bekas pergudangan yang sepi. Dan benar saja, Maura melihat dua pria menyeramkan. "Eh, nemu cewek bening malem-malem gini.. Maen sama abang yuk, Neng! Di jamin nyaman, Haha," Maura bergidik melihat dua pria yang kini mendekatinya. "Apaan sih, gak mau!" Ketus Maura yang langsung di kekehi oleh kedua preman itu. Seakan tolakannya adalah hiburan untuk mereka. Mereka mulai menarik tangan Maura membuat Maura mencoba melepaskan tangannya dari para preman itu mati-matian. Tapi tenaganya tentu kalah. "Lepasin tua bangka!" Cuih. Kedua preman itu terbelalak saat salah satu dari mereka Maura ludahi. Plak! Pria yang Maura ludahi pun menampar Maura. Untuk pertama kalinya seumur hidup, Maura di tampar. Gadis itu memegangi pipinya dengan tangan yang satunya. Air matanya mulai menetes satu persatu. Pipinya sudah memerah. "Haha, jalang kayak lo bisa nangis juga?" Bajingan. Maura menatap tajam preman yang berkata itu. Tak suka di tatap begitu, preman itu hendak menampar Maura lagi, tapi seseorang yang tiba-tiba datang menahannya. Mata Maura membulat melihat orang itu adalah Farrel. "Udah ganti kelamin, sampe berani lawan perempuan?" Preman itu melepas tangan Maura. Mereka berdua menghadap pada Farrel. "Heh, bocah tengik. Gak usah sok pahlawan. Buru gih pergi sebelum kita berubah pikiran dan remukin tulang lo." Ujar salah satu preman itu yang malah membuat Farrel terkekeh meremehkan. "Oh, ya? Kita liat aja. Tulang siapa yang bakal remuk," celetuk Farrel lalu langsung melempar pukulan mentah pada preman itu. Buagh Buagh Buagh Sesekali salah satu preman itu berhasil meninju Farrel hingga sudut bibir pria itu meneteskan darah. Tapi Farrel tak tinggal diam. Pria itu dengan lincah menghabisi kedua preman itu dan tak membiarkan dirinya terkena serangan lagi. Sampai preman itu tak berdaya, barulah Farrel berhenti. Pria itu menatap tajam pada kedua preman yang sudah terkapar lemas itu. "Jangan pernah kalian sentuh cewek itu lagi seujung jari pun." Farrel melirik Maura yang tengah menangis ketakutan. "Dia, Calon Istri gue."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN