Devan menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang semakin kacau. Dia duduk di tepi sofa ruang tamu, menatap kosong ke arah pintu, berharap kapan saja Rhea akan masuk dan menjawab semua kegelisahannya. Sesekali dia melirik ponselnya, berharap ada notifikasi masuk, tapi layar itu tetap gelap dan sunyi. Dia bangkit, berjalan ke dapur, menuang segelas air, tapi hanya menatapnya tanpa minum. Setelah itu ia kembali ke ruang tamu, mencoba mengalihkan pikiran dengan membuka laptop dan mengecek beberapa berkas kerja—tapi fokusnya buyar. Setiap lima menit, matanya kembali melirik ke arah pintu. Ketika waktu menunjukkan satu jam berlalu dan Rhea belum juga datang, kegelisahannya berubah menjadi keresahan yang menghantam. Pikirannya mulai liar. Apakah Rhea pergi karena tahu sesuat