Sejenak, Rhea menaruh foto Lyla di atas meja dan mencoba mengalihkan pikirannya yang kalut. Pandangannya jatuh pada secangkir hazelnut latte hangat, minuman favoritnya yang selalu berhasil memberinya rasa tenang di tengah badai pikiran. Uap hangat dari cangkir itu masih mengepul pelan, aroma kacang dan kopi bercampur lembut menyapu indra penciumannya. Dengan tangan sedikit gemetar, Rhea meraih cangkir itu, meniup permukaannya sebentar, lalu menyeruput perlahan. Hangatnya menyusup ke dalam tenggorokan, seolah memberikan pelukan kecil untuk jiwanya yang rapuh. Dia memejamkan mata sesaat, membiarkan rasa kopi memenuhi lidahnya. Tapi bahkan di tengah ketenangan semu itu, wajah Lyla dan senyum Devan semalam kembali hadir di kepalanya, menimbulkan gelombang tanya yang belum berani ia jawab. P