Di dalam mobil, suasana hening hanya ditemani deru mesin dan sesekali bunyi klakson dari luar. Arvin menoleh sekilas ke arah Rhea yang masih menunduk, jemarinya meremas ujung bajunya sendiri, tanda hatinya tengah dilanda badai. “Sudah, jangan terus dipikirkan, Rhea. Masalahmu akan diproses. Tutup lembaran lama dan buka lembaran baru. Lelaki seperti Devan tidak pantas mendapatkan wanita sebaik kamu,” ucap Arvin, suaranya lembut namun mantap, seolah ingin menyelimuti hati rapuh Rhea dengan keyakinan baru. Rhea mereguk saliva, dadanya sesak. Ucapan itu terdengar masuk akal, tapi kenangan tentang Devan tak mudah begitu saja ia enyahkan. Semua kebaikan, semua cinta, dan juga janji-janji manis yang dulu pernah mereka rajut kembali berputar dalam ingatannya, bercampur dengan luka pengkhianatan

