Bella sedang mengganti semua bunga yang ada di vas lantai tiga mansion ini. Dia memang menyempatkan diri untuk singgah ke toko bunga saat perjalanan pulang dari kampus tadi. Semua itu dia lakukan karena Mark mengatakan kalau Stevan akan pulang hari ini. Bella merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk memulai semuanya. Dia akan bersikap lebih manis dan lembut lagi di hadapan Stevan. Dia akan berusaha sekuat mungkin menahan emosinya yang ingin dia tumpahkan pada pria itu.
Sungguh sikapnya itu membuatnya menghela nafas panjang berkali-kali, kilasan foto dan video yang dia temukan tempo hari tak bisa dia lupakan begitu saja. Rasanya sangat sakit sampai terkadang Bella harus memukul dadanya berkali-kali agar air matanya tidak tumpah. Apa yang Stevan pikir tengah dia lakukan? Pria itu pikir karena usia Bella masih sangat muda maka akan mudah baginya untuk membodohi istrinya itu.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Suara berat seorang pria yang sangat ia kenali membuat Bella menghentikan kegiatannya.
Bella berbalik dan mendapati Stevan tengah berdiri dengan satu buah koper kecil di sampingnya, wajah pria yang menjadi suaminya itu terlihat lelah.
"Ah ... aku hanya mengganti semua bunga yang ada di vas saja ... aku bosan melihat bunga mawar merah, makanya aku mengganti dengan bunga yang berwarna kuning. Ada yang bilang bahwa warna kuning bisa lebih membangkitkan suasana ceria." Bella berbicara sambil berjalan mendekat ke arah Stevan.
"Wajah mu terlihat lelah, apa kau mau aku siapkan air hangat untuk berendam?" Imbuh Bella.
Tanpa persetujuan Stevan, Bella membawa koper itu dan melangkah ke kamar Stevan lalu menuju kamar mandi dan menyalakan water heater.
"Kau mandi saja dulu, aku akan menyiapkan makan malam. Apa kau mau aku bawakan makanannya ke atas saja?" Tanya Bella lagi. Ia masih terus bersikap manis layaknya seorang istri yang benar-benar melayani suaminya.
Stevan tak menjawab, pria itu hanya mengerutkan dahinya. Pria itu merasa kalau ada yang aneh dengan sikap Bella hari ini dan tak bisa di pungkiri dia malah menyukainya keanehan ini.
"Apakah ada sesuatu yang terjadi?" Stevan menahan lengan Bella saat gadis itu bersiap turun menuju tangga.
"Tidak, memangnya ada apa?" Jawab Bella bertanya dengan wajah heran.
"Tidak, hanya saja kau ...." Belum juga selesai berbicara, ucapan Stevan sudah di potong oleh Bella.
"Aku turun ke bawah dulu, aku akan menyiapkan makan malam dan membawanya kesini." Bella berusaha untuk mengakhiri pembicaraan ini. Dia tak ingin Stevan curiga bahwa ada yang tidak beres di sini. Tapi dalam hati Bella bersumpah bahwa apa yang dia lakukan hari ini benar-benar tulus, dia memang ingin melayani Stevan sebagaimana seorang istri, memang ini yang dirinya harapkan.
***
"Apa yang kau lakukan?" Stevan yang sedang berada di ruang tv mengernyitkan dahinya saat melihat Bella keluar dari kamar dengan memakai gaun tidur dan ditangan gadis itu ada selimut lengkap dengan bantalnya.
"Aku memang sudah dua hari ini tidur di sofa ruang tv," bohong Bella.
"Tapi kenapa?" Stevan memfokuskan dirinya melihat Bella yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Aku takut, tiga hari yang lalu saat tengah malam, Aku merasa seperti ada yang memperhatikan ku dari balik tirai, aku mencoba menutup mata ku, tapi tak bisa." Bella memasang wajah sesedih mungkin dihadapan Stevan.
"Kalau kau tidur di sofa, seluruh badan mu akan terasa sakit saat bangun nanti." Nada bicara Stevan terdengar sangat khawatir.
"Bagiku tidak masalah, yang penting aku bisa tidur dengan nyenyak. Walaupun tubuhku serasa mati rasa saat bangun pagi, bagiku itu jauh lebih baik daripada aku tidak tidur sama sekali," ucap Bella sambil mendekap bantal dan selimut yang dia bawa.
Stevan menghela nafas panjang, ada jeda cukup lama saat pria itu memperhatikan Bella. Stevan terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Bisakah kau sedikit bergeser, aku ingin berbaring." Perkataan Bella membuat Stevan menatap iba padanya. Sebenarnya Stevan ingin memberikan beberapa opsi, tapi dia ragu. Dia takut Bella akan tersinggung.
"Bagaimana kalau kutemani kau di kamarmu sampai tertidur? Aku akan pindah ke kamar ku saat kau sudah benar-benar tidur," ucap Stevan dengan nada bicara yang terdengar tak yakin.
"Tidak perlu seperti itu, karena di saat kau pergi aku akan terbangun dan kembali merasakan bahwa benar-benar ada seseorang yang menatapku, itu akan membuatku lebih takut lagi." Ucap Bella terus berdusta.
Stevan mengerutkan keningnya mendengar penuturan Bella barusan. Selama dia berada di mansion ini dirinya tak pernah merasakan ada hal-hal aneh yang terjadi. Apalagi berhubungan dengan mistis seperti yang Bella katakan barusan. Stevan melirik ke arah Bella yang tengah memejamkan matanya, istrinya itu mencoba untuk tidur tanpa memperdulikan Stevan yang sedang melihat ke arahnya tanpa berkedip.
"Kita lihat saja Stevan, apakah kau akan tega melihat ku seperti ini," batin Bella.
Sekitar sepuluh menit, Bella mendengar Stevan melangkah ke kamarnya dan menutup pintu, membuat gadis itu mendengus dan menyumpah di dalam hati.
"Baiklah Stevan, kau akan tau sejauh mana pertahananku," ucap Bella pelan. Dia memang sudah berniat melakukan ini. Tak perduli apapun reaksi Stevan, Bella bukanlah orang yang akan setengah-setengah dalam bertindak.
Saat Bella akan terlelap, dirinya merasa ada seseorang yang membuka selimutnya. Mendekap lalu mengangkat tubuhnya. Bella hapal sekali dengan wangi yang menguar dari tubuh itu. Ya, tubuh Stevan terasa begitu hangat baginya.
Pria itu berjalan perlahan karena takut membagunkan Bella, dan saat memasuki kamar, pria itu membaringkan tubuh Bella dengan perlahan lalu menyelimutinya. Bella masih ingat wangi maskulin ini, Bella hapal sekali aroma musk yang pekat dari kamar Stevan.
Bella membuka matanya perlahan, persis saat Stevan masih menunduk untuk membetulkan selimut di dadanya, membuat mereka saling berpandangan. Bella sekuat mungkin menahan hasratnya untuk meraih tengkuk Stevan dan mencium bibir suaminya itu, dia tak ingin merusak momen ini.
"Apa yang kau lakukan?" Bella akhirnya membuka suaranya yang terdengar bergetar karena detak jantungnya yang tak bisa berkompromi sungguh detak jantungnya itu akan lebih cepat bila Stevan berada begitu dekat dengannya.
"Aku membawa mu ke kamar ku karena aku rasa ..." ada jeda cukup lama sampai akhirnya Stevan melanjutkan kata-katanya.
"Mulai sekarang tidurlah denganku ... aku rasa tidak ada salahnya. Bukankah suami istri memang harusnya tidur bersama?" Stevan bangkit dan berjalan mengitari ranjang kemudian merebahkan dirinya di samping Bella.
Pria itu berbalik membelakangi Bella, lalu mencoba untuk tidur. Bella menatap punggung Stevan, dia tak bisa menyembunyikan senyuman bahagianya. Akhirnya keinginannya tercapai, dirinya akan memastikan bahwa malam-malam berikutnya Stevan akan tidur sambil memeluknya.
"Beginilah seharusnya ... aku akan membuatmu merasakan cintaku walau aku tak mengatakannya, aku akan membuatmu merasakan kebahagiaan lebih dari yang perempuan itu bisa berikan. Aku tak akan menyerah walau kau mendorongku untuk menjauh."
Bella mengucapkan begitu banyak kata sukur dalam hatinya. Baginya, ini adalah sebuah permulaan dan saat dirinya sudah mendapatkan hati Stevan, dia akan perlahan menyingkirkan perempuan itu. Bella memejamkan matanya walaupun dirinya tak yakin dia akan bisa tertidur karena terlalu bahagia.