Gadis dengan surai panjang kecoklatan itu melangkah gontai untuk menuju balkon, sudah lima hari dirinya melakukan rutinitas yang sama. Bangun, mandi, memesan makanan hotel untuk sarapan. Setelah makan dia akan berdiri di balkon hotel untuk menghirup udara segar dan saat tengah hari dia akan memesan makan siang kemudian dia akan meringkuk diatas tempat tidur. Tak jarang ia akan menutupi wajahnya dengan selimut dan menangis sekeras yang ia bisa. Dia merasa hidup ini tidak pernah adil padanya. Semenjak kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Mereka bahkan meletakkan dirinya di depan panti asuhan saat dia masih bayi.
Dan sekitar tujuh bulan yang lalu orang tua dari kekasihnya menolaknya dengan alasan tersebut dan menyuruhnya untuk memutuskan hubungan. Semua ini bukan kehendaknya, sungguh. Dia sendiri tak pernah meminta untuk terlahir dengan keadaan seperti itu. Seandainya dia bisa memilih, dia ingin terlahir di keluarga yang lengkap seperti wanita yang di jodohkan dengan kekasihnya itu.
Benar, kekasihnya yang bernama Stevan Alexander itu kini telah menikah dengan wanita lain. Tidak ... dia tidak melakukan pengkhianatan, semua ini terjadi karena dirinya sendirilah yg meminta Stevan untuk menyetujui perjodohan itu. Awalnya Stevan menolak, pria itu lebih memilih meninggalkan semua kemewahan yang dia miliki daripada harus meninggalkannya gadis yang sudah dua tahun ini menjalin hubungan cinta dengannya.
Lily pikir dia akan baik-baik saja menerima kenyataan bahwa Stevan sudah beristri, tapi nyatanya tidak. Hatinya sakit sampai d**a nya terasa sesak dan sulit bernafas. Tapi semua ini lebih baik daripada dia harus berpisah dan tidak bisa bertemu dengan Stevan lagi. Mereka harus berpura-pura agar keluarga Stevan tidak mencurigai bahwa mereka masih menjalin hubungan, semua ini Stevan lakukan untuk melindunginya. Bahkan Stevan menyuruhnya untuk pergi berlibur ke Hawaii dengan janji bahwa setelah acara pernikahannya selesai dan kondisinya memungkinkan ... Stevan akan menjemput dirinya untuk kembali ke Indonesia.
Ting tong ...
Lily pikir itu mungkin pelayan yang mengantarkan sarapannya seperti biasa. Dia bergegas menuju pintu untuk membukanya dan kemudian terkejut mendapati pria yang sedari tadi memenuhi pikirannya kini berada tepat di depannya.
"Sayang, aku merindukanmu," ucap Lily sambil menghambur ke pelukan Stevan.
"Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Tapi bisakah kita masuk dulu? Pelayan yang ada di sebelah sana sedang melihat ke arah kita sekarang," ucap Stevan sambil memeluk Lily dengan erat.
"Kau boleh masuk tapi aku tidak akan melepaskan pelukanku," ucap Lily dengan nada manja.
"Baiklah kalau begitu maka aku akan mengangkatmu bayi besar," ucap Stevan sambil mengangkat tubuh Lily dan membawanya masuk.
"Kapan aku bisa kembali ke Indonesia, Stev? Aku sangat merindukan Jakarta dan pekerjaanku."
"Secepatnya sayang. Tidakkah kau tahu, aku hampir gila karena tidak bisa menemuimu seperti yang biasa kita lakukan. Aku merindukan ini juga," ucap Stevan sambil menyentuh bibir Lily dengan jarinya.
"Aku merindukan ini, yang ini, ini juga, dan oh yang ini juga," ucap Lily sambil menunjuk mata, pipi, bibir, dan leher Stevan.
"Bisakah kita menuntaskan rasa rindu itu sekarang?" Tanya Stevan dengan nada lembut.
"Tentu saja," Jawab Lily dengan nada yang tak kalah lembutnya.
***
Sudah seharian ini Bella terlihat duduk di ruang tv di lantai tiga sebuah mansion. Matanya menatap ke arah pintu kamar Stevan. Masih jelas di ingatannya bagaimana empat hari yang lalu, sehari setelah pernikahannya, Stevan membawanya ke mansion ini dan menunjukkan kamarnya--kamar yang akan ditempati Bella. Sedangkan kamar Stevan sendiri yang berada persis di sebelah kamar Bella.
Awalnya Bella pikir Stevan tidak serius dengan apa yang dikatakannya, tapi nyatanya mereka memang tidak tidur di kamar yang sama. Stevan bahkan tidak pernah menyentuhnya sama sekali.
"Apa-apaan ini?" Rutuk Bella dalam hati.
Bagaimanapun dia masih belum bisa memahami alasan Stevan melakukan ini. Bukankah mereka suami istri sekarang? Tapi kenapa Stevan seolah memberi jarak. Dia masih ingat perkataan Stevan pada malam itu.
"Maafkan aku Bella, aku rasa semua ini terlalu cepat. Aku pikir kita butuh waktu untuk memahami satu sama lain, kita masih punya banyak waktu untuk saling mengenal dan berbagi pengalaman satu sama lain. Menurutku akan lebih baik jika kita memulainya seperti pasangan lain, melakukan penjajakan, menumbuhkan rasa dan kemudian berkencan mungkin ... maksudku hal-hal seperti itu aku tak begitu pandai mengungkapkannya tapi aku harap kau bisa mengerti apa maksud ku," ucap Stevan kala itu, dan yang Bella lakukan saat itu hanya mengangguk. Dia paham apa maksud Stevan, pria itu masih canggung dengan keberadaan dan statusnya sebagai istri.
Bella tak pernah keberatan jika mereka harus memulai semuanya pelan-pelan. Ini memang terlalu cepat, mereka bertemu untuk pertama kali saat perjodohan dan baru bertemu kembali saat acara pernikahan. Mereka bahkan tak pernah mengobrol banyak. Bella tak akan keberatan bila memang itu maksud Stevan. Tapi dia bersumpah bahwa selama beberapa hari ini dia tidak pernah bertemu Stevan selain saat sarapan. Pria itu terlalu sibuk bekerja dan pulang larut malam, meninggalkan Bella di mansion ini hanya dengan para maid dan bodyguard.
Oh ya, Stevan tidak mengijinkan Bella untuk pergi kemanapun tanpa sopir dan pengawalan. Bayangkan betapa repotnya harus selalu membawa para pengawal untuk menjaganya padahal Bella hanya ingin membeli snack ke supermarket. Stevan juga tidak mengijinkan siapa pun untuk naik ke lantai ini kecuali maid yang bertugas membersihkan ruangan, ruangan ini seperti ruangan pribadi Bella dan Stevan. Di lantai ini terdapat empat buah kamar beserta satu ruang tv yang berukuran besar dengan piano di pojok ruangan.
Stevan juga melarangnya untuk bicara menggunakan kata-kata kasar. Pria itu bilang kata-kata seperti itu tidak diperbolehkan di mansion ini karena tidak sopan. Stevan bahkan memberikan buku Panduan menggunakan bahasa yang halus kepada Bella untuk referensi, mengingat Bella yang sering kesusahan berbahasa baku.
"Apa sebaiknya aku turun ke bawah saja? setidaknya aku bisa menanyakan dimana Stevan saat ini dan bernegosiasi padanya tentang peraturan tidak masuk akal ini," Batin Bella.
Bella segera menuruni anak tangga untuk menuju lantai dasar. Beberapa maid terlihat menunduk saat berpapasan dengannya. Matanya sedari tadi mencari seseorang. Seorang pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Bella oleh Stevan, jika pria itu sedang tidak berada di sampingnya.
"Mark, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan," ucap Bella setelah dia berhasil menemukan Mark yang sedang melintas di dekat ruang utama.
Mark yang terlihat terkejut dengan kehadiran Bella yang tiba-tiba dan langsung melontarkan pertanyaan hanya bisa mengangguk, "Apa itu nyonya?" balas Mark dengan nada sopan.
"Panggilkan Tuan Stevan saat ini juga! ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya," Tukas Bella pada Mark, Bodyguardnya.
"Maaf nyonya tapi tadi pagi setelah sarapan Tuan sudah berangkat ke Hawai untuk perjalanan bisnis," Jelas Mark.
"APAAAA?!"