ARKA itu b******k beruntung. Dia tampan, kaya dan mampu menggaet wanita manapun yang ingin dia miliki, ralat, tiduri.
Termasuk Nara Olivia yang menjatuhkan hatinya pada Arka lima tahun lalu.
Wanita itu memberikan segalanya yang dia punya pada Arka. Cinta, tubuh dan ketulusan. Nara itu berbeda. Harus Arka akui itu. Rasa Nara begitu berbeda dengan wanita-wanita yang pernah bermain dengannya.
Disaat yang lain mencoba mendekatinya demi uang dan status, Nara berbeda. Dia satu-satu nya wanita yang memberikan segalanya pada Arka karena cinta.
Cinta? Arka bahkan tak pernah berfikir akan jatuh cinta. Nara memang berbeda, tapi Arka itu b******k.
Disaat yang lain menjadi agresif dan mencoba memuaskan Arka, Tapi ini Nara. Nara yang polos dan kaku mengerang di bawahnya. Nara bahkan menangis saat pertama kali Arka perawani.
Ya, Nara itu perawan ketika melakukannya untuk pertama kali bersama Arka. Dan dia adalah wanita virgin pertama yang Arka gauli.
Dan Arka merasa ke berengsekannya bertambah berkali-kali lipat saat esok paginya dia melihat noda darah pada bed cover bekas mereka bergumul.
Sudah berkali-kali Arka katakan bahwa dirinya b******k bukan? Dan dia tidak perduli, Arka tidak menyesal sama sekali.
Nara satu-satu nya wanita yang mampu membuat Arka nyaman. Nara satu-satu nya wanita yang mampu bertahan di sisi Arka selama 2 tahun. Hanya Nara.
Tapi semua berubah kacau sejak malam itu.
Nara hamil, hamil anak Arka. Arka yang b******k kala itu membujuk Nara agar wanita itu mau menggugurkan bayi di rahimnya.
Lalu saat Nara menolak, Arka membuangnya. Berkata bahwa dia tak akan pernah ikut campur soal apapun. Arka melemparkan cek kosong padanya dan mengatakan Nara 'Jalang' sebelum berlalu pergi.
Arka ingat itu.
"Ar! kamu dengerin mami gak sih?!"
Arka berdecak malas saat mami nya -Lidya Kinanti- mengganggu acara flashback nya.
"Iya, mi, Arka dengerin, kok." Arka hanya mengangguk-anggukan kepalanya dengan wajah super malas.
Lidya mengangguk puas. "Jadi, kamu mau pilih yang mana?"
Hah? pilih? apa yang harus Arka pilih? melihat ekspresi Arka, Lidya tau jika anaknya itu tidak mendengarkan.
"Tuh kan, Ar! kamu gak dengerin mama dari tadi!" Lidya kesal, kenapa sih putranya itu tidak pernah mendengarkan?!
"Mi, please deh, Arka capek baru pulang dari kantor." Arka menampilkan wajah lelahnya.
"Tapi mami belum sel-"
"Mi, udah, biarin Arkanya istirahat." Liam Sadewa, papi Arka yang sendari tadi hanya memperhatikan anak dan istrinya itu angkat suara.
Arka bangkit dari atas sofa yang dia duduki. "Arka kekamar dulu, mi." Lalu melenggang pergi meninggalkan Lidya yang menatap suami nya dengan kesal.
Seperti nya Arka harus berterima kasih kepada papi-nya setelah ini.
"Pi! kenapa Arkanya di biarin pergi, sih?!" Kesal Lidya.
Liam yang sedang menikmati teh sore menoleh pada sang istri yang duduk di sebelahnya. "Udahlah, mi, Arka kan udah besar. Dia bisa nentuin hidupnya sendiri."
Lidya mendengus mendengar ucapan Liam. "Karena Arka udah besar, harusnya dia udah berumah tangga papi! anak nya si anggel aja sekarang udah punya anak dua! padahal seumuran sama Arka! mami juga dulu nikah sama papi masih muda, kan?!" Cerocos Lidya pada sang suami.
Liam menghela nafas. "Itu kan dulu, sekarang semuanya beda."
Lidya melotot, kenapa sih suami nya itu tak pernah sependapat dengannya?! jadi, dengan kesal Lidya melenggang pergi meninggalkan Liam yang geleng-geleng kepala melihat tingkah istri nya.
***
Jam menunjukan pukul tujuh pagi dan mobil yang ditumpangi Arka melesat membelah jalanan kota yang mulai ramai kendaraan.
Didalam mobil, suasana begitu hening hingga membuat Firman, sopir pribadi Arka menghela nafas berat berkali-kali.
"Kamu kenapa? sakit?" Arka bertanya setelah mendengar helaan nafas berat orang yang sedang duduk dibalik kemudi.
Membuat firman kaget karena, selama dua tahun dirinya bekerja sebagai sopir pribadi Arka, baru sekarang bosnya itu membuka suara hanya untuk bertanya.
Biasanya, Arka akan berbicara hanya untuk menyebutkan alamat yang ingin dia tuju, atau jika dirinya bersama Brian, dan harus mendiskusikan sesuatu sepanjang perjalanan.
"Ti-tidak pak!" Firman menjawab gugup
Arka mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. "Bagus kalo gitu."
Suasana mobil kembali hening, hanya sesekali terdengar suara kekehan kecil Arka dibelakang.
Firman mengerutkan dahi bingung apa yang sedang terjadi dengan bos nya. Apa bosnya itu baru saja menang lotre? Bodoh! tanpa lotre pun, Arka sudah mempuyai semuanya.
Jadi, apa bosnya itu sedang jatuh cinta?
Dibelakang, Arka sedang sibuk dengan tabletnya. Sesekali menscroll benda pipih itu dengan jari. Melihat satu-demi-satu foto yang kemarin Brian kirim padanya.
Foto Aska putra sadewa.
Dua hari lalu, Arka memerintahkan Brian mencari informasi tentang Nara, dan siapa sangka dia juga akan mengetahui keberadaan Aska?
Arta terkekeh geli saat melihat foto bugil Aska yang masih berusia satu tahun. Mata bulat serta manik abu Aska menatap berbinar pada lensa kamera. Dan, kenapa 'burung' anaknya sekecil itu ,sih?
Ah, Arka jadi tidak sabar bertemu langsung dengan putra nya. Aska putra sadewa.
***
"Ma, kenapa Aska harus sekolah sih?" Aska cemberut saat sang ibu memakaikan bedak bayi padanya.
"Kalo gak sekolah, nanti Aska gak pinter." Jawab Nara seadanya.
"Tapi yayan juga gak sekolah!" Perotes Aska. Aska adalah tipe orang yang harus mendapatkan apa yang dia mau tanpa berusaha sekali pun. Entah datang dari mana sifatnya itu.
Nara menghela nafas. "Yayan kan masih kecil, dia bahkan belum bisa jalan, Aska."
Yayan yang dimaksud Aska adalah yayan anak tetangga sebelah. Aska mengenalnya karena ibu yayan sering membantu Nara menjaga Aska saat wanita itu bekerja.
Aska masih cemberut, dia tidak mau pergi kesekolah.
"Aska gak sayang sama mama, ya?" Ini adalah cara terakhir yang Nara punya. Kekeras keplaan Aska selalu saja luluh jika sudah menyangkut 'gak sayang mama'
Melihat wajah sendu serta ucapan sang ibu, Aska buru-buru berkata. "Gak! Aska sayang banget sama mama! Banget! Banget!"
Nara tersenyum, lalu bangkit berdiri. "Kalo Aska sayang sama, mama. Aska harus nurut sama mama." Nara menuntun Aksa keluar dari rumah, tak lupa mengunci pintu rumah mereka sebelum akhrinya melenggang pergi menuju jalan raya.
Nara menggendong Aska sambil berdiri di pinggir jalan. menunggu angkutan umum yang lewat. Dan tak lama, satu angkutan umum berhenti didepan Nara.
Nara masuk dan membawa Aska duduk di pangkuannya. Angkutan umum itu kembali melaju.
"Wah, anak nya ganteng banget, mbak." Puji seorang wanita berusia 20 tahunan yang duduk di depan Nara. Wanita itu menatap lekat Aska.
Nara tersenyum, mendengar pujian untuk Aska bukanlah hal baru untuk Nara. "Makasih."Aska yang menjadi bahan pembicaraan hanya cuek. Dia duduk di pangkuan Nara sambil memainkan tas punggungnya.
"Kalo anak nya aja ganteng, bapaknya pasti juga ganteng." Ibu-ibu yang duduk di pojokan ikut menyahut. Dia juga terpesona dengan ketampanan Aska. Apalagi manik mata abu yang bocah itu miliki.
"Ha ha ha, biasa aja buk." Nara tertawa garing menanggapi ucapan si ibu itu.
Tak butuh waktu lama untuk angkot yang ditumpangi Nara berhenti di depan sebuah kawasan Taman Kanak-kanak.
Nara turun dari angkutan umum sambil menggendong Aska. Memberikan ongkos sesuai tarif, lalu berjalan masuk kedalam kawasan sekolah TK.
"Aska!" Seorang anak laki-laki seusia Aska berteriak memanggil. Membuat Aska di gendongan Nara memberontak minta di turunkan.
Nara menurut, menurunkan Aska dari gendongan nya. "Lendy!" Rendy namanya.
"Aska belajar yang rajin ya, sayang. Jangan nakal, nanti pulang sekolah mama jemput." Nara membungkuk. mengecup kening penuh bedak bayi Aska.
"Iya ma." Balas Aska dengan patuh.
Lalu, tatapan Nara beralih pada Rendy. "Rendy temenin Askanya. ya, sayang."
Rendy mengangguk. "Iya tante!"
Setelah itu, Nara berbalik pergi menuju tempat nya bekerja.
"Dadah mama!"
"Dadah tante!"