Langkah Erwin terdengar tegas saat ia keluar dari ruangan kerjanya. Jasnya masih terpasang rapi, meskipun wajahnya menunjukkan ketegangan yang sulit disembunyikan. ponsel di genggaman, ia menekan layar dengan cepat—memesan tiket pesawat dari Yogyakarta menuju Jakarta untuk penerbangan sore ini. Begitu tiket terkirim ke email, ia menarik napas panjang, lalu menghubungi sahabat lamanya, Aditya Mahendra. Telepon tersambung. Suara di seberang terdengar santai. “Selamat siang, Mas Erwin. Ada apa tumben menghubungi ku?” Erwin tidak membuang waktu. >“Aku mau mempercepat perjodohan Karina dengan Evan.” Ada jeda beberapa detik. Seolah Aditya butuh waktu memproses perkataan itu. “Loh? Bukannya dulu rencananya nunggu Karina lulus kuliah dulu?” Erwin menatap lurus ke arah jendela besar di r

