Saat Annisa Terkilir

1138 Kata
Irsyad mendorong kursi roda yang diduduki oleh Annisa. Annisa baru saja terjatuh dan kakinya terkilir saat semua penumpang penerbangan terakhir telah keluar dari pesawat. Annisa yang terburu-buru ke toilet terjatuh hingga a sebelah kakinya terkilir. Annisa merasa tidak enak karena Irsyad menggendongnya keluar dari pesawat karena Annisa terus merintih kesakitan dan kesulitan berjalan. Saat melihat ada kursi roda di jalan menuju pesawat, Annisa meminta Irsyad untuk membawanya dengan kursi itu. Nadia yang juga ada di sana membantu membawakan koper milik Annisa dan berjalan bersama Irsyad. Keluar dari pintu kedatangan, rombongan pramugari yang terbang bersama Aditya pun lewat. Aditya melihat Annisa duduk di kursi roda dengan pandangan heran dan rasa penasaran, tetapi dia tidak bisa bertindak gegabah dengan mendekat pada Annisa lalu membantunya. Maka pramugari lain akan heran. Namun, pemandangan ini cukup membuat perasaannya menjadi tidak enak, apalagi melihat pria yang mendorong kursi roda Annisa adalah Irsyad. Ditambah lagi dia juga melihat Annisa digendong dari kursi roda menuju mobil. Membuat d**a Aditya semakin bergemuruh tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. "Kamu aku bawa ke rumah sakit dulu ya?" tanya Irsyad setelah berhasil membantu Annisa duduk di kursi mobil di bagian tengah. "Iya, Nisa kamu ke rumah sakit dulu aja, ya? Gimana?" Nadia mendukung saran Irsyad untuk ke rumah sakit lebih dulu. "Ok, aku ikut aja." Annisa mau tidak mau harus mengikuti saran dari kedua temannya. Irsyad meminta supir untuk mengantarkan ke rumah sakit terdekat. Nadia duduk di samping Annisa untuk menemaninya. Koper pun mereka bawa sekalian. Mobil yang dipakai adalah mobil khusus milik maskapai tempat mereka berkerja. Perjalanan ke rumah sakit lancar, karena sudah hampir tengah malam. Hanya dalam waktu tiga puluh menit mereka sudah tiba di rumah sakit. Dita dibawa ke ruang UGD, dia diperiksa oleh dokter di sana dan mendapatkan penanganan segera dari dokter rumah sakit, dan kakinya juga dibalut untuk mengurangi rasa sakit. Irsyad mengurus semua administrasi dan pembayaran. Sedangkan Nadia menemani Annisa di ruangan UGD. "Kamu aku antar sekalian pulang ke rumah ya? Alamatnya di mana?" tanya Irsyad. Dia telaten sekali mengurus Annisa sampai ke rumah sakit. "Makasih ya, Mas. Maaf kalau ngerepotin. Aku enggak enak banget jadinya." Annisa merasa tidak enak dengan Irsyad. "Enggak apa-apa kok. Masa aku ninggalin kamu padahal kaki kamu sakit." Annisa memberikan alamat rumahnya pada Irsyad. Irsyad memberikan alamat itu ke supir agar diantar ke rumah Annisa. Annisa tidak ingin pulang ke apartemen karena di sana pasti dia sendirian, tidak ada yang akan membantu untuk memenuhi kebutuhan Annisa, untuk makan, minum hingga ke kamar mandi. Tiba di rumah Annisa, Irsyad membuka pintu untuk membantu Annisa turun dari mobil. "Mas, jangan digendong lagi, enggak enak sama Ibu. Bantu turun aja. Saya bisa jalan sendiri kok." Annisa menolak saat tangan Irsyad melewati belakang lehernya. Lalu Irsyad membantu Annisa turun dengan memeganginya dengan baik. Membantu Annisa berjalan masuk rumah hingga duduk di ruang tamu. Nadia membawa masuk koper Annisa. "Loh, Annisa kenapa? Maaf ya kalau Annisa merepotkan Mas dan Mbak." tanya ibu Annisa setelah Annisa duduk di ruang tamu. "Kalo Annisa terkilir, Bu. Tapi alhamdulillah sudah dibawa ke rumah sakit. Jadi sudah mendapat penanganan dari dokter." Irsyad menjelaskan dengan baik agar ibu Annisa tidak khawatir. "Alhamdulillah kalau gitu, sebentar Ibu buatkan minum dulu." Saat akan bangkit, Irsyad menahan ibu Annisa. "Enggak usah repot, Bu. Sudah malam, saya pamit dulu mau nganter Nadia pulang sekalian, takut kemalaman." "Oh ya, maaf ya. Makasih sudah mengantar Annisa sampai rumah. Maaf enggak nyuguhin apa-apa. Lain kali ke sini lagi, makan di rumah sebagai ucapan terima kasih Ibu sama Mbak dan Mas." "Boleh juga, Bu. Saya pamit sekarang. Ayo, Nadia kita pulang." Sepeninggal Nadia dan Irsyad, Ibu Annisa membantu Annisa masuk kamar. Membantu mengganti pakaian dan membantu Annisa berbaring di ranjang. Tidak lupa juga Annisa meminta ponselnya. "Suamimu ke mana? Kok enggak bantuin kamu. Yang bantuin malah pria lain?" ibu Annisa merasa heran, karena memang dia tidak tahu jadwal kerja pramugari dan pilot tidak selalu bersamaan. "Beda jadwal, Bu. Jadi enggak bisa ketemu. Tunggu dia libur nanti dia jemput kok." "Oh ya sudah, tidur sana, istirahat kamu kan capek. Besok Ibu panggilkan tukang urut biar cepet sembuh." "Iya, Bu." Saat Annisa akan memejamkan matanya, ada panggilan masuk ke ponselnya dari Aditya. Annisa menerima panggilan itu secepat mungkin. "Assalamualaikum. Kamu di mana? Kok enggak pulang ke apartemen?" Aditya bertanya dengan nada datar. Tidak menunjukkan rasa penasaran atau khawatir pada Annisa. Padahal dia tahu pasti terjadi sesuatu pada Annisa. "Wa'alaykumussalam, Capt. Iya saya di rumah Ibu. Tadi kaki saya terkilir, kalau saya tinggal di apartemen nanti enggak ada yang bantuin saya di sana." Annisa menceritakan kondisinya sekarang. "Oh, kaki kamu terkilir? Kamu enggak apa-apa? Besok saya ke sana. Tadi kamu diantar siapa pulang ke rumah Ibu?" Aditya mulai penasaran. "Enggak apa-apa kok. Tadi dianter mas Irsyad sama Nadia, Capt." "Ok. Kamu istirahat dulu aja. Besok saya jemput." Sebisa mungkin Aditya bersikap datar. "Kok jemput, Capt? Emang saya mau dibawa ke mana?" Annisa menjadi bingung dengan ucapan Aditya. "Ya tinggal di apartemen lah. Saya akan nemenin kamu dan bantuin kamu di apartemen." Annisa membayangkan selama dia tinggal bersama Aditya beberapa hari ke depan sepertinya dia tidak akan sanggup. Annisa membayangkan Aditya yang akan semakin sering mengomelinya. "Eng, enggak deh, Capt. Mending saya di rumah Ibu aja. Lagian saya enggak enak kalo Captain harus repot-repot merawat saya, nanti Captain enggak bisa istirahat." Annisa menolak tawaran Aditya yang akan menemaninya. "Saya bisa cuti kok selama beberapa hari." "Tapi kaki saya udah enggak apa-apa kok. Saya bisa jalan." "Udah jangan membantah. Nurut aja sama saya. Pokoknya besok saya jemput, saya rawat kamu di apartemen. Kalau saya yang bilang sama Ibu pasti enggak akan dilarang. Tidur sana udah malam. Assalamualaikum." "Wa'alaykumussalam." "Mati gue kalau tinggal bareng Captain. Bisa enggak makan nanti di sana," gumam Annisa mengusap wajah dengan kasar. Membayangkan sikap Aditya, Annisa menjadi tidak bisa tidur. Semalam dia terjaga karena terlalu mengkhawatirkan dirinya sendiri selama tinggal bersama Aditya. *** Aditya sudah membawa ke apartemen untuk menjaga dan merawatnya. "Kamu mau duduk di sofa ruang tengah atau di kamar?" tanya Aditya memeluk pinggang Annisa untuk membantunya berjalan. "Ke kamar aja, Capt." Aditya membantu Annisa berjalan ke kamar, membantu Annisa berbaring. Dia memasangkan selimut menutupi tubuh Annisa. Menyalakan AC agar Annisa bisa tidur dengan nyaman. "Terima kasih, Capt." "Sama-sama. Saya duduk di sofa, kalau ada apa-apa, kamu panggil aja ya. Istirahat gih." Annisa mengangguk. Kini matanya terasa berat. Rasa kantuknya tidak tertahankan lagi, karena tadi malam dia tidak bisa tidur. Tak lama kemudian, Annisa tertidur. Aditya yang baru sebentar berada di luar kamar, merasa penasaran dengan apa yang dilakukan Annisa. Dia membuka sedikit pintu kamar Annisa, untuk mengintip. Dia lihat Annisa sudah tertidur. Melihat Annisa tertidur pulas, Aditya menutup pintu kamar Annisa. Berjalan menuju kamarnya. Ternyata dia juga mengantuk. Aditya berbaring di ranjang hingga tertidur. Tadi malam juga dia kurang tidur karena menunggu Anisa pulang ke apartemen sebelum dia menelepon Annisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN