Ganti Nama Panggilan

1257 Kata
Annisa mendapat pesan dari Aditya di ponselnya. Tukang Maksa Kerja yang bener, jangan lirik sana sini "Duh, masih pagi, belum kerja juga udah bikin kesel deh," gumam Annisa setelah membaca pesan di ponselnya. Annisa Iya. Yang lirik sana sini juga siapa? Tukang Maksa Jangan dekat-dekat sama Irsyad atau siapa pun yang tiba-tiba baik sama kamu. Annisa memutar bola mata karena semakin kesal. Dia membalas pesan dengan menekan layar ponsel dengan penuh penekanan. Annisa Jangan ngerusak mood saya, ini masih subuh loh, Capt Setelah itu tidak ada balasan pesan dari Aditya. Kemudian dia menghubungi Danu dari ponselnya. Sebelum menekan tombol telepon dia keluar dulu dari kamar. "Assalamualaikum. Om, sibuk enggak?" tanya Annisa saat Danu menerima panggilan telepon darinya. Dia memastikan jika omnya sedang tidak sibuk pagi ini. "Baru bangun, kenapa? Om ada waktu sampai sepuluh menit aja." "Mau curhat. Sepuluh menit cukup kok. Aku bisa ngomong cepat. Temen Om tuh kenapa sih? Ngomel terus, ngelarang terus. Aku bilang dia cemburu tapi dia enggak ngaku. Tapi selalu aja gitu, aku enggak boleh ini itu." Annisa memulai curhatannya. "Sabar ya, Nisa. Itu kan tandanya dia sayang sama kamu. Dia ngomel itu tandanya dia perhatian sama kamu. Kalau dia cemburu kan dia sayang sama kamu. Bener enggak?" Danu berusaha menenangkan Annisa yang sedang emosi. "Tapi, Om masa tiap hari ngomel terus sih? Aku kan capek kalau gitu terus." "Loh justru bagus bukan? Artinya dia merhatiin kamu, khawatir sama kamu." "Ah, capek ngomong sama Om, pasti belain temennya terus deh. Ya udah makasih udah mau dengerin cerita aku." "Iya, nanti Om coba ngomong sama dia deh ya, supaya ngurangin ngomel-ngomel ke kamu, gitu kan?" Danu menawarkan solusi agar bisa menenangkan keponakannya. "Terserah Om aja, yang penting aku udah curhat, rasanya agak lega sedikit." "Ok. Dah dulu ya, Om mau siap-siap nih, kamu juga kan? Assalamualaikum." "Wa'alaykumussalam." Annisa kembali ke kamar, bersiap untuk penerbangan hari ini menuju kota Palembang. Dia mengatur napas untuk mengembalikan mood yang sempat rusak karena membaca pesan dari Aditya. *** "Pagi, Nisa. Semangat ya untuk penerbangan hari ini." Irsyad menyapa Annisa saat bertemu di jalan menuju pesawat. Irsyad dan Captain hari ini bergabung dengan para pramugari berjalan bersama menuju pesawat. Irsyad mengambil posisi di sebelah kiri Annisa. "Pagi, Mas Irsyad. Gimana istirahatnya tadi malam? Nyenyak kan tidurnya?" sapa Nadia yang berjalan di samping kanan Annisa. Dia berusaha menoleh ke arah Irsyad walaupun agak sulit karena sambil berjalan. "Alhamdulillah, tadi malam saya bisa istirahat dengan baik. Gimana dengan hari ini, semangat dong ya untuk mengantar penumpang sampai tujuan?" "Tentu saja siap dong, Mas. Apalagi kalau terbangnya bareng Mas Irsyad, jadi tambah semangat sayanya." "Bagus deh kalau gitu. Tapi kalau bisa siapa pun Captain dan copilotnya tetap harus semangat ya." "Harusnya begitu, Mas." Annisa yang berdiri di tengah obrolan Nadia dan Irsyad hanya bisa tersenyum mendengar obrolan keduanya. Penerbangan pertama hari ini menuju kota Palembang, berjalan dengan lancar. Begitu juga dengan penerbangan ke arah sebaliknya juga berjalan dengan lancar. "Makan siang bareng lagi yuk?" Irsyad kali ini mengajak Annisa dan Nadia makan siang bersama. Belum sempat Annisa menjawab ponselnya berdering. "Maaf ya, aku harus terima telepon dulu." Annisa menjauh sebelum menerima panggilan. Setelah dia rasa aman dia menerima panggilan telepon dari Aditya. "Assalamualaikum, Capt. Ada apa ya?" "Wa'alaykumussalam. Hari ini kamu harus menemani saya makan siang." "Kenapa harus? Emang Capt ada di mana?" Annisa merasa bingung dengan ajakan makan siang yang tiba-tiba. "Di bandara Cengkareng. Kamu di sini juga kan?" "Kok Captain tau saya di sini?" "Ada deh. Saya tunggu di restoran yang lokasinya udah saya kirim via chat WA ya. Jangan lupa dibaca." "Oh iya, Capt. Saya izin dulu sama Nadia ya. Sebentar lagi saya ke sana." Annisa memutus panggilan telepon. Dia kembali ke pesawat untuk menemui Nadia dan Irsyad. Sebenarnya dia merasa tidak enak dengan Irsyad dan Nadia karena tidak bisa makan siang bersama mereka. "Maaf ya, kayaknya saya enggak bisa makan siang bareng. Lain kali aja ya. Adik saya katanya mau ke sini." Raut wajah Annisa berubah serius, karena dia merasa sangat tidak enak berbohong dengan Irsyad dan Nadia. "Yah ajak aja adiknya, Nisa. Enggak masalah kok." Irsyad tidak keberatan dengan kehadiran adiknya Annisa. Namun, karena Annisa berbohong maka dia harus berusaha menolak dan pergi secepatnya. "Jangan. Saya enggak mau ngerepotin. Saya keluar dulu ya." Annisa meninggalkan pesawat, berjalan menuju restoran yang lokasinya sudah dikirimkan oleh Aditya. Tempatnya cukup jauh, dan Annisa hanya bisa berjalan kaki menuju ke sana. Dia berjalan terburu-buru, sambil menjaga langkah agar tidak terkilir. Tiba di depan restoran yang dimaksud, dia menoleh ke segala arah. Memeriksa apakah ada teman sesama pramugari yang melihatnya di sana. Setelah Annisa merasa aman dia berjalan masuk ke restoran mencari Aditya. Annisa melihat sosok Aditya di dalam restoran, dia berjalan menuju Aditya dan duduk di hadapannya. "Udah lama, Capt. Maaf ya kalau nunggu lama. Udah pesan makan?" Annisa mencari buku menu di meja. "Saya udah pesan makan, nanti dianter, saya juga udah pesenin makanan buat kamu tapi enggak tahu kamu akan suka apa enggak." "Oh. Oke-oke. Terus mau ngomong apaan, Capt? Emang Capt enggak kerja ya?" Annisa ingin mempercepat pertemuan kali ini, dia tidak ingin ada yang melihat pertemuan mereka siang ini. "Saya kerja kok. Tapi penerbangan selanjutnya nanti sore. Saya mau tanya sama kamu. Menurut kamu saya orangnya gimana?" Aditya menyandarkan punggungnya ke kursi, menyilangkan kedua tangannya di d**a, menunggu jawaban Annisa. Dia sudah tidak sabar mendengar pendapatan Annisa tentangnya. "Hmm ... Capt itu orangnya baik?" "Baik itu standar. Kebanyakan orang pasti baik kan? Enggak ada yang lain gitu? Ya misalnya saya cerewet atau permintaan saya terlalu berlebihan, mungkin?" "Captain itu ... suka ngomel, marah-marah enggak jelas, cemburuan, khawatir berlebihan." Kali ini Annisa mengatakan semua yang dia lihat dari Aditya. "Masa saya kayak gitu? Enggak kok. Itu perasaan kamu aja kali." Aditya mengelak semua apa yang dikatakan Annisa tentang dia. Pelayan restoran datang membawa makanan yang sudah dipesan oleh Aditya sebelumnya. Sambil menunggu jawaban dari Annisa dia mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. "Ya itu memang yang saya tangkap dari Captain tapi kalau Captain enggak ngerasa ya sudah." "Makan dulu." Aditya meminta Annisa untuk makan dan menghentikan obrolannya sementara. Annisa makan dengan lahap, bukan karena dia lapar, tetapi dia ingin segera menghindar dari situasi yang sangat tidak menyenangkan saat ini. Jika bisa dia ingin pergi sekarang, tetapi tidak mungkin. "Kamu laper banget ya, Nisa? Tapi sepertinya kamu belum merasa nyaman saat berada di dekat saya, ya?" Aditya menangkap itu dari sikap Annisa. "Captain sendiri yang bikin saya enggak pernah merasa nyaman saat berada di dekat Capt." Annisa melanjutkan makannya yang terhenti sejenak karena berbicara. "Kamu mau sikap saya berubah supaya kamu merasa lebih nyaman berada di dekat saya gitu?" "Enggak juga, Capt. Ya mungkin lama-lama saya akan terbiasa dengan sikap Capt yang seperti sekarang." "Jadi, kapan kamu mau manggil saya dengan panggilan yang lain? Mas atau bang atau apalah itu, atau kamu mau manggil saya papa? Saya kan papanya Husna, terus kamu mamanya." Annisa bergedik mendengar ucapan Aditya barusan. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk memanggil Aditya dengan panggilan papa, meskipun memang sekarang dia adalah ibu sambung bagi anaknya Aditya. "Kayaknya saya lebih nyaman manggil Captain." "Tapi kamu manggil Irsyad dengan panggilan mas. Saya enggak suka itu. Artinya kamu harus mengganti panggilan untuk saya dong, saya ini suami kamu, Annisa." Aditya memprotes keras pada Annisa masalah panggilannya pada Irsyad. "Akan saya pikirkan nanti. Obrolan kita cuma sampai sini aja kan? Kalau gitu saya mau balik ke temen-temen sekarang. Terima kasih untuk makan siangnya, Capt." Annisa bangkit, ngeloyor pergi meninggalkan Aditya yang masih makan terus tiba-tiba menjadi bengong melihat kepergian Annisa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN