"Benerkan Nisa, Irsyad ganteng banget. Kamu tuh normal enggak sih? Masa enggak bisa ngebedain mana yang ganteng mana yang enggak. Aduh, percuma dong aku ngomong sama kamu, Nisa." Nadia sedang menikmati sarapannya di kabin bagian belakang bersama Annisa.
"Aku bukan enggak bisa ngebedain yang mana yang ganteng ama yang enggak ya, tapi gimana kalau aku ngeliatnya biasa aja. Mungkin karena kamu lihatnya pake perasaan kali, Nad. Ada perasaan suka jadi ngeliat Irsyad itu jadi naksir. Eh bentar umurnya berapa sih Irsyad itu? Jangan-jangan dia lebih muda gimana tuh?"
"Tebakan aku sih kita seumuran ya. Tapi enggak tahu deh. Seandainya bisa tanya ke orangnya pasti aku bakalan seneng banget." Nadia berkata dengan yakin dengan tebakannya.
"Wah, siapa nih yang penasaran ama umur saya? Kok saya dengar kalian lagi ngomong saya, ya?"
Pria yang sedang mereka bicarakan datang ke kabin bagian belakang. Selesai bicara dia tersenyum manis.
"Umur saya 23 tahun. Oh iya, saya boleh minta tolong dibuatkan kopi, Captain minta kopi ke saya. Siapa yang mau bantu?"
Nadia merasa sangat senang melihat Irsyad datang ke kabin belakang. Pandangannya hanya fokus pada Irsyad.
"Biar saya aja yang bikinkan kopi."
Annisa bangkit menuju loker untuk membuatkan kopi. Sedangkan Nadia malah mengajak Irsyad mengobrol. Annisa paham sekali jika saat ini Nadia tidak akan bergerak untuk membuatkan kopi.
"Kalau gitu biar saya panggil Mas aja gimana? Mas Irsyad, karena saya lebih muda daripada Mas." Nadia tersenyum lebar.
"Boleh juga. Kamu juga boleh manggil saya Mas, ya Nisa."
Irsyad menatap Annisa yang kini berdiri di hadapannya memberikan segelas kopi.
Irsyad menerima kopi dari Annisa dan tersenyum. Nisa membalas senyuman irsyad.
"Bener itu, Nisa kan lebih muda dari aku. Tapi dia enggak sopan nih masa manggil Nadia aja enggak pake mbak."
"Curhat, Bu?" sahut Annisa.
"Ya sudah saya ke depan lagi, terima kasih untuk kopinya, ya."
Irsyad berjalan kembali menuju kokpit membawa segelas kopi yang dibuatkan oleh Annisa.
"Aduh, melting deh aku ketemu Irsyad. Orangnya ramah banget. Mana senyumnya manis banget."
"Kerja yang bener, jangan mikirin cowok aja. Ntar malah kebanyakan melamun."
"Enak aja. Ayo sarapan lagi. Tapi aku seneng sih temenan sama kamu, jadi enggak perlu rebutan cowok, biar aku aja yang suka sama yang bening-bening."
"Ya terserah kamu aja."
Nadia dan Annisa melanjutkan sarapannya hari itu. Tak lama kemudian pesawat yang mereka tumpangi tiba di kota tujuan. Setelah semua penumpang turun mereka harus membersihkan pesawat, dan menyiapkan penerbangan selanjutnya. Mereka masih harus mengantar penumpang ke kota tujuan yang lain.
Pesawat tiba di kota selanjutnya. Mereka tiba saat jam makan siang. Penerbangan selanjutnya sore, jadi mereka ada waktu untuk makan siang di luar.
"Mau makan siang bareng?" ajak Irsyad pada Nadia dan Annisa. Nadia terkejut, tidak menyangka Irsyad akan mengajak mereka makan siang bersama.
"Mas Irsyad beneran ngajak kami makan siang? Kok enggak makan bareng Captain aja? Malah ngajak pramugari makan siang bareng."
"Iya, captain ada perlu di luar, saya enggak boleh ikut, karena saya lagi enggak pengen makan siang sendirian, boleh dong ngajak kalian?"
"Boleh aja, Mas. Kamu ikut juga kan Nisa?" Nadia menyenggol lengan Annisa.
"Iya Nisa kamu ikut juga dong. Enggak seru kalau cuma makan berduaan aja, bertiga lebih seru kayaknya."
"Asal aku enggak jadi pengganggu di antara kalian aja."
"Ya enggak dong. Ayo ikut nanti aku ajak makan ke tempat makan yang enak."
"Ok. Aku ikut deh."
Irsyad mengajak Nadia dan Annisa ke sebuah restoran yang siang itu tampak dipenuhi oleh banyak orang yang sedang lapar. Irsyad memesan beberapa menu untuk mereka bertiga. Sambil menunggu pesanan datang mereka bertiga saling bertukar cerita.
"Mas Irsyad, sebelum kerja di maskapai yang sekarang pernah masuk maskapai mana dulu?" tanya Nadia memulai pembicaraan.
"Saya dulu pernah masuk maskapai sebelah, yang itu lah ya. Nadia pasti tahu kan?"
"Oh yang itu. Iya-iya. Walaupun belum pernah masuk sana aku pernah denger cerita aja sih sama yang kerja di sana. Mending di maskapai yang sekarang kan ya Mas?"
"Bener. Lebih baik di tempat yang sekarang. Pokoknya lebih baik semuanya deh."
Annisa hanya manggut-manggut mendengar obrolan Nadia dan Irsyad. Irsyad menatap Annisa yang hanya diam saja mendengarkan obrolannya dengan Nadia. Dia ingin mengajak Annisa juga mengobrol dengannya.
"Kamu kok cuma angguk-angguk aja, Nisa? Enggak pengen komentar atau ngomong apa gitu?" Irsyad menanti jawaban dari Annisa.
"Oh, enggak. Aku belum tahu banyak tentang dunia penerbangan ama maskapai lain, Mas."
"Emang mulai kapan kamu kerja jadi pramugari?" Irsyad merasa penasaran dengan Annisa.
"Ya baru sebulanan kok Mas. Jadi masih harus banyak belajar. Untung ada temen kayak Nadia ini, jadi aku lebih cepat belajar macem-macem deh."
"Baru jadi pramugari juga statusku udah berubah jadi istri orang, tapi cuma ganti status aja," batin Annisa.
"Bagus deh kalau kayak gitu. Semoga ke depannya kita sering ketemu dan dapet jadwal kerja bareng, ya. Eh ini makanannya udah dateng. Ayo makan yang banyak, ini aku pesan makanannya banyak loh buat kalian."
Melihat Annisa hanya mengambil makanan sedikit, Irsyad menambah lauk ke piring Annisa. Nadia menyodorkan piringnya pada Irsyad agar Irsyad juga menambah lauk di piring Nadia.
***
"Nad, aku keluar sebentar ya. Mau cari angin." Annisa berpamitan pada Nadia yang sedang berada di kamar mandi. Sedangkan ponselnya terus bergetar karena panggilan dari Aditya.
Terdengar teriakan setuju dari Nadia dari dalam kamar mandi. Annisa bergegas keluar dari kamar. Setelah keluar dari kamar, buru-buru Annisa menerima panggilan itu. Dia khawatir si penelpon akan mengomel jika Annisa tidak menerima panggilan tersebut.
"Assalamualaikum. Gimana, Capt?" Annisa menerima telepon sambil berjalan tanpa arah.
"Wa'alaykumussalam. Sampai kapan kamu akan manggil saya dengan panggilan Capt?" Sepertinya Aditya mulai mempermasalahkan panggilan Annisa padanya.
"Emang kenapa, Capt? Kayaknya saya lebih nyaman manggil Captain daripada panggilan lain deh." Menurut Annisa tidak ada aneh dengan panggilannya pada Aditya.
"Ya sudah terserah kamu aja deh." Aditya pasrah.
"Hari ini terbang sama siapa?"
"Penasaran yaa? Hari ini jadwal bareng Capt Agus, copilotnya Irsyad."
"Hmm ... sama copilot muda yang banyak disukai cewek-cewek itu ya? Emang orangnya seganteng apa sih? Masih ganteng saya kayaknya. Menurut kamu siapa yang paling ganteng?" Aditya mulai narsis.
"Hah? Emang Capt tahu sama Irsyad? Orangnya biasa aja kok."
"Artinya secara tidak langsung kamu mengakui kalau saya lebih ganteng daripada dia kan? Tadi makan siang di mana?" Percaya diri sekali Aditya ini.
"Tumben tanya makan siang? Biasanya enggak pernah. Jangan-jangan Capt mulai tertarik dengan kehidupan saya ya?"
"Ya sudah pertanyaannya saya ralat—"
Ucapan Aditya dipotong oleh Annisa.
"Makan siang bareng Nadia ama Irsyad, eh Mas Irsyad, Capt."
"Bentar-bentar. Kamu manggil Irsyad mas? Sedangkan kamu manggil saya Capt. Ada yang aneh deh kayaknya. Kamu kok keliatan lebih dekat sama Irsyad daripada sama saya? Saya protes nih."
"Ya kalau saya bisa manggil mas Irsyad dengan panggilan capt, maka saya akan manggil dia capt juga tapi dia kan belum jadi captain toh?"
"Iya juga sih. Tapi awas loh kamu enggak boleh macem-macem loh sama dia. Besok kalau dia ngajak makan siang lagi, tolak aja."
"Apaan sih, Capt. Suka-suka saya dong mau makan dengan siapa. Captain kan enggak cemburu toh. Jadi santai aja kan?"
"Kamu tuh ya, saya kan khawatir kalau kamu jauh gitu, enggak bisa bantu kalau ada apa-apa."
"Makanya, Capt enggak usah khawatir. InsyaAllah saya enggak apa-apa kok. Dikurangi aja pikirkan negatifnya itu."
"Saya usahakan deh. Kamu tidur sama siapa? Nadia lagi?"
"Iya."
"Ya sudah, met istirahat. Jangan begadang. Inget jangan deket-deket ama irsyad. Kalau dia ngajak makan siang lagi, tolak aja. Assalamualaikum."
"Wa'alaykumussalam."
"Dasar Captain yang aneh. Gengsinya tinggi amat sih. Awas aja ya, lain kali aku kerjain lagi dia," gumam Annisa lalu berjalan kembali ke kamarnya.