Khawatir atau Cemburu?

1156 Kata
"Apa yang sudah kamu lakukan sama Nisa?" Danu menarik bagian kerah kaus yang dipakai oleh Aditya saat Aditya baru membuka mata dan belum sadar sepenuhnya. Napas Danu memburu, d**a bidangnya bergerak naik turun, terlihat amarah dari wajahnya. Dia tidak rela melihat keponakannya tidur bersama Aditya. Dalam pikirannya Aditya membayar Annisa agar mau tidur dengannya. "Sebentar, aku bisa jelasin." Aditya berusaha melepaskan cengkraman tangan Danu dari bajunya. Dia tahu Danu sedang marah, dan sedang berusaha untuk menenangkannya. Aditya juga terkejut mengapa Danu bisa berada di sana padahal masih jam satu malam. "Mau jelasin apa? Kamu bilang baru nikah beberapa minggu yang lalu, kenapa sekarang tidur dengan Annisa? Jangan ikuti jejak aku yang suka merusak perempuan, aku enggak rela, apalagi ini Annisa." Danu masih diliputi amarah hingga Annisa memegang tangannya agar melepaskan cengkraman dari kerah kaus Aditya. "Om, jangan marah sama Capt Adit. Lepasin tangannya, Om. Ini semua enggak seperti yang Om bayangkan." Annisa memohon kebaikan hati Danu agar mau melepaskan tangannya dari kerah kaus yang dipakai Aditya. Danu melepaskan cengkeramannya. Mundur beberapa langkah. "Om? Maksudnya gimana, Nis? Kenapa kamu manggil Danu dengan sebutan Om? Ada hubungan apa kalian berdua?" Keterkejutan Aditya bertambah, setelah terkejut karena kedatangan Danu, ditambah sekarang Annisa memanggil dia dengan sebutan Om. "Kamu dibayar berapa sama dia, Nis, sampai kamu malah belain dia?" Danu mengusap wajah dengan kasar. Dia merasa heran Annisa malah membela Aditya. "Aku enggak manggil Annisa terus bayar dia untuk tidur di sini. Danu, Nisa, apa sebenarnya hubungan kalian berdua? Siapa yang mau duluan cerita? Aku, Danu atau Annisa?" Ketiganya berada di tengah kebingungan dengan situasi dan keadaan yang terjadi saat itu. Annisa memilih untuk bicara lebih dulu. "Capt Danu adalah Om saya, dia adalah adik dari Ibu saya, terus Capt Aditya adalah suami saya." "Apa?" ucap Aditya dan Danu bersamaan. "Jadi perempuan yang pernah kamu nodai dua tahun lalu itu Annisa?" Danu masih belum percaya dengan apa yang diucapkan oleh Annisa. "Mana buktinya kalau kalian memang sudah menikah?" Annisa dan Aditya mengambil ponsel masing-masing yang berada di nakas. Mereka mencari foto pernikahan beberapa minggu lalu, karena pernikahan itu adalah nikah siri maka mereka harus mempunyai bukti jika mereka sudah menikah. Selain foto di ponsel ada juga surat dengan tulisan tangan ustaz yang menikahkan mereka berserta tanda tangan saksi dan kedua pengantin. Danu memperhatikan semua foto yang ada di ponsel Aditya dan Annisa dengan seksama. "Kenapa aku enggak kepikiran Annisa yang kamu bilang itu adalah Annisa keponakanku sendiri ya?" Danu menghela napas. "Dan kenapa harus Annisa." Danu mengusap wajahnya lagi. Dia seperti menyesal akan sesuatu. "Kenapa kamu enggak cerita kalau Danu adalah Om kamu? Aku sama Danu itu teman dekat banget. Kok bisa kita bertiga sama-sama enggak tahu kenyataan sebenarnya. Danu enggak tahu kalau Annisa keponakan yang aku nikahi, aku enggak tahu jika kalian adalah Om dan keponakan. Padahal aku pernah nyebut nama Annisa di hadapannya." Aditya benar-benar tidak habis pikir. "Entahlah," jawab Danu pendek. "Terus ngapain kamu malam-malam ke sini?" tanya Aditya penasaran. "Aku sengaja datang jam segini. Mau ngasih surprise hari ini kamu ulang tahun. Tadi aku bawa kuenya. Tapi malah aku yang terkejut melihat kalian berdua." Danu yang tadinya duduk di kursi bangkit mengambil kue yang dia letakkan di meja. Seandainya saja kue itu tidak dia letakkan di meja, mungkin saja akan berakhir hancur karena dia lempar pada Aditya karena kemarahannya tadi. "Selamat ulang tahun, tambah tua ya kamu. Semoga makin sukses. Aku titip Annisa, jaga dia dengan baik. Aku percaya kamu bisa menjaga dia dengan baik. Aku memang sengaja minta ganti jadwal terbang sama kamu untuk ngasih kejutan ini." Danu tersenyum. Pesan Danu sambil memberikan kue pada Aditya, lalu berjalan hendak meninggalkan kamar itu. "Terima kasih. Kayaknya cuma kamu yang ingat ulang tahun aku deh. Mau ke mana, Dan? Sini makan kue dulu." Aditya melangkah mengikuti Danu. Menahan langkah sahabatnya itu yang kini berwajah murung. "Buat kalian berdua aja. Aku mau balik ke kamar. Mau istirahat dulu. Sampai ketemu lagi besok." "Yakin enggak mau makan kuenya dulu?" Danu mengangguk, "Maaf kalau sudah ganggu kemesraan kalian berdua. Lanjut lagi aja pelukannya yang tadi." "Siapa yang pelukan, Om? Enggak ada kok." Annisa berusaha menolak kenyataan. "Kamu tadi meluk Adit mesra banget tuh. Iya Om tahu kamu sayang kan sama Adit." Annisa tidak menjawab, menutupi wajahnya dengan bantal. Annisa merasa malu karena ketahuan memeluk Adit oleh Danu. "Ya sudah aku balik kamar dulu. Kasih kado yang istimewa dong, Nis." Danu mengedipkan sebelah matanya pada Annisa, melambaikan tangan lalu meninggalkan Annisa dan Aditya. Adit dan Nisa mengucapkan terima kasih pada Danu sebelum Danu meninggalkan kamar. "Sepertinya saya mencium sesuatu yang enggak enak di sini?" Aditya berjalan mendekati Annisa mengambil kue di tangannya. Dia memindahkan kue itu ke dalam lemari pendingin yang ada di kamar itu. "Emang ada bau yang enggak enak, Capt? Kayaknya enggak ada deh." Annisa mengendus sekelilingnya. "Bukan itu. Apa maksud kamu merahasiakan hubungan kamu dengan Danu? Kenapa enggak dari awal kalau Danu itu Om kamu?" Aditya bertanya dengan nada datar. "Captain enggak pernah tanya." Annisa berusaha bersikap biasa, agar Aditya tidak berhasil menebak jika memang Annisa sengaja merahasiakan jika Danu adalah omnya. "Kamu yakin enggak ada niatan lain? Cuma karena saya enggak tanya terus kamu enggak cerita apa-apa?" Aditya menatap tajam pada Annisa. "Enggak ada kok, Capt." Annisa berusaha menatap balik sambil tersenyum, masih belum mengaku jika memang dia sengaja merahasiakan itu. "Tapi menurut saya, kamu sengaja deh enggak ngasih tahu yang sebenarnya. Jadi kamu memang sengaja pengen lihat saya marah, enggak tenang karena terus mikirin kamu karena khawatir Danu akan macem-macem sama kamu, yang kamu bilang saya cemburu?" "Tapi, Capt, itu memang perasaan cemburu kan?" "Enggak. Saya enggak cemburu kok. Saya cuma khawatir. Tolong bedakan antara cemburu dengan khawatir. Ingat itu, Nisa." Aditya sangat tidak rela dituduh cemburu oleh Annisa. Menurutnya, dia belum memiliki perasaan apa-apa pada Annisa sehingga tidak mungkin dia merasa cemburu. "Kenapa sulit mengaku cemburu ya, Capt? Ya mungkin Captain pikir belum ada perasaan apa-apa sama saya ya? Mungkin aja sih, tapi lama kelamaan perasaan itu akan muncul dengan sendirinya." "Oh ya, karena sekarang saya tahu kamu dan Danu adalah Om dan keponakan, jadi saya enggak perlu khawatir lagi. Kamu boleh kembali ke kamar, nanti temanmu curiga karena kamu enggak tidur dengan dia." Annisa memutar bola mata lalu menatap tajam pada Aditya. "Saya enggak bisa balik ke kamar sekarang. Nadia masih tidur nyenyak jam segini. Jadi sekarang saya tidur di sofa ini aja sampai Nadia bangun." *** Sementara di kamarnya, Danu yang terus memejamkan matanya tetapi tidak bisa tidur karena memikirkan sesuatu. Dia mengutuk dirinya sendiri, mengutuk apa yang sudah dia lakukan selama ini. Dia sering berganti-ganti pasangan, bahkan tidak sekali dua kali terlibat percintaan semalam tanpa memikirkan Alina dari apa yang selama ini dia perbuat. Apalagi menyesalinya. Namun, ketika mendengar Annisa, keponakan yang sangat dia sayangi, direnggut mahkotanya meskipun oleh sahabatnya sendiri, dia merasa sangat menyesal. Dia tidak menyangka jika Annisa yang akan merasakan hukuman atas dosa yang dia lakukan. Dia ingin meminta maaf pada Annisa, dan berjanji untuk berubah menjadi lebih baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN