Bab 5

959 Kata
Di kediaman Bagas Mawardi saat ini, suasana rumah terlihat begitu sepi. Sophiana Mawardi anak kedua dari Bagas Mawardi dan Arumi Naswa nampak berjalan pelan menuju ke arah kamar kedua orangtuanya. Setelah melihat keadaan sekitar yang nampak sudah aman, ia segera mengetuk pintu kamar di hadapannya itu. “Ibu,” panggil Sophia dengan suara pelan. “Masuk sayang,” ucap suara dari balik pintu kamar tersebut. Sophia segera meraih gagang pintu dan membukanya. Ia kemudian masuk ke dalam kamar sambil tidak lupa menutup pintu dengan pelan. “Gimana, ada foto terbaru hari ini?” Tanya Arum begitu anak bungsunya itu berjalan menghampiri dirinya yang sedang setengah berbaring di atas ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Sophia memberikan anggukan sebagai jawaban sambil duduk di samping Ibunya. Ia sebenarnya masuk ke dalam kamar orangtuanya dengan membawa sebuah tas hitam kecil di tangannya. Saat ini keadaan rumah tentu saja sedang sepi karena Bagas Mawardi serta Leo sedang berada di kantor untuk bekerja, jadi hanya ada Arum serta Sophia di rumah. “Ada beberapa foto baru dan berita baru yang mengejutkan Bu,” ujar Sophia sambil mengeluarkan beberapa lembar foto dari tas yang dibawanya itu. Arum segera meraih foto-foto yang diberikan oleh putrinya itu dan menatap setiap lembar satu persatu dengan wajah sendu. “Kamu lihat deh Sophia. Padahal ini udah enam bulan lebih, tapi kondisi badannya tetap aja kurus.” Nada bicara Arum nampak begitu sendu penuh dengan kekhawatiran. Sophia ikut menatap sedih foto-foto yang ada di tangan Ibunya. Foto tersebut adalah foto-foto yang diambil oleh orang yang mereka sewa untuk mengawasi Jelita selama enam bulan ini, dimana foto tersebut adalah jepretan kegiatan Jelita selama beberapa hari terakhir, entah di kos wanita itu ataupun di tempat kerjanya. Tanpa diketahui oleh siapapun, saat Jelita keluar dari rumah mereka, Arum langsung mencari orang untuk mengawasi keberadaan Jelita dan tidak membiarkan dirinya kehilangan jejak wanita itu. Orang lain mungkin tidak memikirkan kemungkinan tersebut, namun dari awal Arum sudah merasa bahwa Jelita bisa saja hamil karena peristiwa dimalam itu. Karena Sophia anak bungsunya itu yang paling dekat dengan Jelita selama ini, maka dari itu Arum memberitahukan tentang apa yang dilakukannya ini pada Sophia. “Karena kecapean kerja hanya perut Kak Jelita aja yang membesar Bu, tapi badannya dia malah semakin kecil. Kalau kaya gini anak yang di dalam kandungannya bisa kekurangan gizi Bu,” ujar Sophia yang juga merasa khawatir dengan kondisi Jelita dan bayi di kandungannya itu. “Kamu bilang tadi ada berita baru, emang berita apa?” tanya Arum. Sophia nampak diam beberapa detik, merasa sedikit bingung bagaimana menyampaikan berita yang didengarnya ini pada Ibunya. “Kenapa kamu diem aja sih? Cepet ceritain ke Ibu,” desak Arum mulai merasa resah. “Apa ini tentang Jelita?” Sophia memberikan anggukan walau nampak sedikit ragu mengatakannya. “Kata orang yang ngawasin Kak Jelita. Semalam Kak Leo ketemu sama Kak Jelita dan udah tahu kondisi Kak jelita yang sedang hamil saat ini Bu,” jelas Sophia. Arum tersenyum tipis dengan mata berkaca-kaca. “Sekarang kakak kamu itu akhirnya tahu buah dari perbuatannya itu.” “Tapi, katanya malam itu Kak Leo nanya anak siapa yang ada di kandungan Kak Jelita dan nuduh Kak Jelita bakal menggunakan kehamilannya untuk memeras keluarga kita,” lapor Sophia. Wajah Arum langsung berubah marah mendengar perkataan Sophia. “Kakak kamu itu masih saja nggak bisa berpikir dengan benar. Dia nggak sadar dengan kesalahan yang sudah dia lakukan dan sekarang malah menuduh Jelita yang tidak-tidak,” ujar Arum mulai merasa marah. “Ibu bener-bener udah nggak bisa diem aja. Bagaimanapun juga kakak kamu itu harus belajar dewasa dan bertanggung jawab atas perbuatannya, apalagi Jelita sudah cukup lama menderita selama masa kehamilannya ini.” ***** Mario Dewandra terlihat keluar dari lift begitu sampai di lantai tujuannya. Ia kemudian berjalan menuju sebuah pintu ruangan yang bertuliskan Wakil Direktur, dimana ruangan tersebut adalah ruangan dari Arfandi Leo Mawardi. Begitu masuk ke dalam ruangan, terlihat Leo Mawardi yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya dengan berbagai berkas yang menumpuk di atas meja, namun sama sekali tidak disentuh oleh pria itu. Wajah pria itu nampak begitu frustasi dan kelelahan padahal belum menyelesaikan pekerjaan apapun. Ketika melihat kedatangan Mario, Leo langsung menegakkan duduknya. “Gimana, info yang gue minta udah lo dapetin?” Tanya Leo. Mario menghentikan langkahnya begitu sudah berdiri tepat di depan meja kerja Leo. Ia kemudian menyodorkan sebuah file yang ada di tangannya pada atasan sekaligus sahabatnya itu. Leo menerima berkas yang diberikan Mario dan langsung membukanya tanpa menunggu lama. Berkas tersebut adalah beberapa informasi tentang Jelita, antara lain informasi sejak kapan dia tinggal di panti asuhan, pendidikannya, serta kehidupannya setelah keluarga dari kediaman Bagas Mawardi. “Dari info yang didapat Jelita sudah tinggal di panti asuhan Peduli kasih dari usianya enam tahun. Dia tipe orang yang nggak begitu suka dengan lingkungan baru, itulah kenapa hidupnya lebih banyak berteman dengan anak-anak di panti asuhan saja. Setelah keluar dari panti dan tinggal di rumah kalian, sama sekali nggak ada informasi apapun soal hubungan percintaan nya, yang berarti dia emang nggak memiliki hubungan dengan pria manapun,” jelas Mario. Leo mendengus kesal sambil memijat pelipisnya. “Jadi, secara nggak langsung lo mau bilang kalau dugaan gue soal dia hamil dari laki-laki lain itu salah?” Mario memberikan anggukan. “Soal kecurigaan lo apakah dia emang sengaja hamil biar bisa jadi nyonya keluarga Mawardi nggak bisa gue simpulkan. Tapi yang pasti, kemungkinan besar anak yang dikandung dia emang anak kandung lo bro.” Wajah Leo nampak terlihat makin frustasi mendengar perkataan Mario saat ini. Sampai sekarang bahkan Ibu dan adiknya Sophia belum memaafkan dirinya atas kejadian malam itu, apa yang akan terjadi kalau mereka berdua tahu soal kehamilan Jelita? Ditambah lagi jika Ayahnya mengetahui hal ini, sudah pasti Leo harus menerima kemurkaan dari pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN