3. Handuk melilit

1001 Kata
Liora menatap seisi kamar yang akan dia gunakan. Dia bergumam sendiri dengan apa yang dia lihat. "Seberapa kaya pria itu?" Tanya nya pada dirinya sendiri melihat isi kamar yang penuh dengan barang-barang mahal. Bahkan Liora merasa kalau kamar ini terlalu luas dibandingkan ruang utama dirumah dulunya. Liora berkeliling kamar melihat dengan decakan kagum. Di kamar itu juga terdapat bathtub untuk berendam lengkap dengan lilin aroma terapi. Bibir Liora sedikit terangkat entah kenapa. Mungkin kagum dengan isi kamar itu, atau dia sejenak berpikir tidak salah memilih suami meskipun dadakan. Kini Liora duduk di ujung kasur. Setelah melihat-lihat, kini isi kepalanya berisik mengingat apa yang terjadi hari ini. Tentang pernikahannya yang gagal tapi tidak gagal sepenuhnya, tentang pernikahan adik tirinya yang tega mengambil calon suaminya. Liora tidak habis pikir mereka tega melakukan hal itu kepadanya. Seolah apa yang mereka lakukan sudah mereka rancang sedemikian rupa. Pernikahannya dengan Julian memang bukan murni pertemuan seperti orang-orang. Bertemu, jatuh cinta pandangan pertama, berkencan, dan merencanakan pernikahan. Julian dan Liora adalah dua orang yang disatukan karena perjodohan untuk bisnis. Tapi entah kenapa pernikahan mereka berakhir dengan adik tirinya lah yang menikah. Liora merasa di bodohi. Kalau seperti itu, kenapa bukan dari awal mereka saja yang dijodohkan. Dari awal Liora sudah tahu perlakuan ibu tirinya berbeda dengan perlakuannya kepada Camilla. Mulai dari sikap ibu tiri yang selalu ketus kepadanya, tidak pernah menganggap Liora ada, dan terkadang bersikap kasar kalau Liora melakukan kesalahan meski cuma sedikit. Liora tidak memikirkan itu. Liora tahu, darah lebih kental daripada air. Kini Liora membaringkan tubuhnya diatas kasur empuk itu. Entah sudah berapa lama Liora tidak merasa nyaman meskipun sekarang dia sedang di tempat asing. Liora membaringkan tubuhnya diatas kasur. tidak lama matanya terpejam dan dia pulas dalam tidurnya. * "Hah.. jam berapa ini?" Liora langsung bangun dari tidurnya. Dia melihat di celah jendela matahari sudah tidak nampak. Dia mencari tas nya untuk melihat jam. Akhirnya Liora menemukan tas nya yang teronggok di lantai. Jam menunjukan pukul delapan malam, Liora semakin panik. Dia tidak habis pikir, kenapa dia bisa tertidur begitu lama. Mata Liora melihat notifikasi pesan masuk dan panggilan masuk disana. Liora melihat pesan masuk dari Camilla, Julian dan Ibu tirinya. Pesannya hampir sama, 'Kamu dimana? Liora kau dimana?' lalu satu pesan yang membuatnya jengkel dari Julian seperti ini, 'Aku tahu kamu marah, tolong balas pesan kami.' dan satu lagi dari Hellen, ibu tirinya 'pulang dan jelaskan pada Ibu.' Liora bergumam, 'kenapa harus dia yang menjelaskan kepada mereka? Bukankah mereka yang harus menjelaskan padaku' Liora mencoba mengenyangkan rasa marahnya. Dia bergegas mandi karena make-up nya belum dibersihkan. Tidak lama, Liora hanya menghabiskan waktu dikamar mandi hanya sepuluh menit saja. Sekarang Liora punya satu kendala, yaitu baju untuknya berganti. "Aku harus bagaimana?" Liora panik. Dia hanya memakai handuk kecil yang melilit di tubuhnya. Sangat kecil, sampai ada yang menyembul disana. "Sial.. sial.." kesalnya pada diri sendiri. Liora membuka sedikit pintu berharap ada satu pelayan untuk meminjamkannya pakaian apapun asal bisa menutupi tubuhnya. Sayangnya tidak ada satupun yang datang. "Permisi.." Liora dengan suara pelan. Tentu saja tidak ada yang mendengar. Rumah sebesar itu, dengan suara kecil mustahil terdengar. Tapi tidak lama dia mendengar suara langkah kaki tidak jauh dari kamarnya. Tidak mau melewatkan kesempatan, kali ini Liora sedikit berteriak. "Permisi, bisa kesini sebentar?" Tidak ada jawaban. Liora pasrah. Terdengar suara gemruyuk dari perutnya. "Aku lapar," "Kenapa?" Suara bariton datang bak pahlawan yang tidak diinginkan Liora. Dari dalam kamar, Liora hanya menampakan kepalanya dari balik pintu. "Emm.. itu," Liora malu ingin meminjam pakaian. Axton menunggu dengan wajah template, dingin tak terjamah. Liora tidak mengatakan apapun dalam beberapa menit. Hingga tiba-tiba Axton membuka paksa pintu hingga terbuka lebar dan menampakan Liora yang hanya berbalut handuk di tubuhnya. Liora segera menutupi area depannya yang menyembul dengan kedua tangannya. Beberapa saat Axton tidak mengatakan apapun. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan. Matanya tajam menatap Liora. Yang ditatap malu sampai wajahnya memerah. "Ehem.." Axton berdeham tiba-tiba. "Tidak sopan membuka pintu wanita!" Kesal Liora kepada Axton. "Kenapa aku tidak sopan dirumahku sendiri?" Axton bersedekap tangan dadanya. "Te..tetap saja tidak boleh." Liora tergagap. Menurutnya apa yang dikatakan Axton ada benarnya. Karena bagaimanapun, Liora lah yang menumpang dirumah pria itu. "Aku bisa melakukan apapun disini. Ini rumahku-" Axton menjeda ucapannya. "Dan kau hanya orang asing. Bisa saja dia melalukan hal tidak wajar disini." Ucapan Axton mebohok untuk Liora. Liora tidak mau kalah. Lagipula yang membawanya ke rumah itu adalah Axton. "Aku tidak memintamu membawaku kesini." Liora mencoba tenang. "Ah.. mungkin seharusnya aku membiarkanmu menahan malu di pesta pernikahanmu yang gagal itu." Liora menahan kesal luar biasa. Tapi menurutnya, apa yang dikatakan pria itu semua benar. Harusnya Liora berterima kasih kepada Axton yang sudah menyelamatkan muka nya dihadapan para tamu. Entah sekarang Liora harus bersyukur dan berterima kasih atau marah kepada pria yang ada dihadapannya ini dengan muka angkuh. "Tunggu," Liora merasa janggal. "Bagaimana kau tahu itu pernikahanku?" Tanya Liora bingung. Padahal mereka belum pernah mengobrol. Jangankan mengobrol, saat perjalanan ke mansion pun mereka tidak mengucapkan apapun. "Orang bodoh mana yang tidak tahu? Kau membuat kehebohan di aula dengan mengenakan gaun pengantin dan tiba-tiba mengajak pria asing untuk menikah dengannya." Ucapnya enteng. Liora tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Pelayan akan membawakanmu pakaian untuk kau pakai. Jangan berkeliaran hanya mengenakan handuk saja, meskipun tidak ada yang bisa dilihat." Axton menatap bagian depan yang menyembul. Reflek Liora langsung menutupi dengan kedua tangannya. Liora hanya menahan emosi yang hampir meledak untuk Axton. "Dasar pria es menyebalkan." Kesal Liora. Selang beberapa menit, dua pelayan datang membawakannya gaun soft pink bermotif bunga kecil dengan potongan yang rapi dan elegan. Sepasang sepatu hak pendek putih melengkapi penampilannya, memberi kesan klasik dan sederhana. "Baju siapa ini?" Tanya Liora penasaran. Tapi tidak ada jawaban, hanya anggukan kecil tanda hormat pelayan sebelum pergi dari kamar Liora. Suara pesan masuk dari ponselnya terdengar. Liora mengambil ponselnya diatas nakas. Terlihat nama Julian disana mengirim pesan, 'pulanglah, kita harus bicara ' Seperti sudah muak, Liora tidak membalas pesan itu. Dia memilih keluar kamar untuk bertemu dengan Axton. Dia harus menyelesaikan urusan bersama Axton terlebih dahulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN