Bab 6 - Siapa yang Datang?

1328 Kata
Kalau nekat itu jangan tanggung-tanggung. Itulah kalimat yang tepat untuk mendefinisikan apa yang Arsen lakukan saat ini. Dengan penuh keberanian, pria itu menyamar menjadi pengantar bunga sampai pada akhirnya berhasil masuk ke kamar pengantin di mana Fadia berada. Tentu sebelumnya Arsen memang sudah tahu kalau ada seorang terapis kecantikan di dalam kamar bersama Fadia. Sungguh, melalui anak buahnya, Arsen memang sudah mengetahui berbagai aktivitas di rumah tersebut. Bahkan, seluk-beluk rumahnya sudah Arsen pelajari sehingga memudahkannya untuk tiba di kamar Fadia yang letaknya di lantai dua ini. Menyadari pria di hadapannya benar-benar Arsen, tentu saja Fadia sangat terkejut. Bagaimana bisa pria itu menyusup ke kamar ini? Juga, dari mana Arsen tahu kalau Fadia ada di sini? Berbagai pertanyaan langsung memenuhi benak Fadia. “Apa yang Mas Arsen lakukan di sini?” tanya Fadia. Saking tidak menyangka, selimut yang digenggamnya hampir saja terlepas. Untung saja Fadia masih bisa mengendalikannya sehingga bagian tubuh yang sangat pribadi baginya tidak sampai terekspos. “Seperti yang tadi saya katakan, saya akan membantumu kabur dari sini,” jawab Arsen. “Bukankah ini adalah pernikahan yang tidak kamu inginkan?” “Ya, bisa dibilang ini pernikahan paksa. Pertanyaannya adalah … bagaimana bisa Mas Arsen mengetahui semua ini? Bahkan, keberadaanku di sini, Mas Arsen tahu dari mana? Serius, aku nggak bisa memahami semua ini.” “Selain itu, bagaimana bisa Mas Arsen masuk ke sini dengan pengamanan yang ketat? Apalagi terapis wanita tadi. Ke mana dia?” “Ternyata banyak sekali pertanyaanmu,” balas Arsen santai. Pria itu melangkah untuk mengambil jubah mandi milik Fadia. “Pakailah ini dulu dan saya akan menjawab pertanyaanmu setelahnya,” sambung pria itu. Saat jubah mandi itu sudah berada di tangan Fadia, spontan Arsen langsung berbalik badan membelakangi wanita itu. “Demi kenyamananmu, saya akan menghadap ke sini dulu. Silakan pakai dan jangan lama-lama karena waktu saya di sini sangat terbatas.” Tanpa pikir panjang, Fadia segera memakai jubah mandi sehingga kini ia bisa berdiri dengan nyaman tanpa harus memegangi selimut yang sewaktu-waktu bisa melorot. “Bagaimana kalau kita duduk?” ajak Arsen seraya menunjuk sofa di dekat jendela. Sampai pada akhirnya, mereka berdua sudah sama-sama duduk di sofa panjang tapi ada jarak di antara mereka. Pada saat yang bersamaan, Fadia melihat terapis wanita yang sedang melakukan perawatan pada tubuhnya tampak berbaring di tempat tidur. “Apa yang Mas Arsen lakukan padanya?” tanya Fadia memulai pembicaraan mereka. Arsen langsung ikut menatap ke arah yang Fadia tunjuk. “Saya sedikit membiusnya, sengaja membuatnya tidak sadarkan diri sebentar saja. Kalau tidak begitu, mana bisa kita duduk seperti ini?” Arsen menambahkan, “Itu sebabnya saya bilang waktu saya di sini sangat terbatas. Kalau saya bisa berlama-lama di sini, saya pasti akan mengajukan banyak pertanyaan padamu. Terutama tentang dua tahun yang lalu, bagaimana bisa kamu meninggalkan saya begitu saja? Hanya saja … lupakan itu. Ada hal yang lebih utama untuk kita bahas sekarang.” “Itu juga yang menjadi alasan kamu cukup memakai jubah mandi saja karena berpakaian secara lengkap hanya akan membuang-buang waktu,” kata Arsen lagi. “Baiklah, sekarang kita mulai saja pembahasan pentingnya. Kamu serius, kan, ingin kabur dari pernikahan ini? Saya akan membantumu keluar dari sini.” “Ya, beri tahu aku bagaimana caranya,” jawab Fadia. Untuk pertama kalinya Fadia merasa punya harapan. Mungkinkah Arsen akan menjadi malaikat penolongnya? Seperti dua tahun yang lalu. “Saya sudah mempelajari seluk-beluk rumah ini. Itu sebabnya saya sudah tahu akan membawamu kebur lewat mana,” ucap Arsen. “Sayangnya … situasinya kurang bagus kalau membawamu kabur sekarang.” “Lalu kapan? Pernikahannya akan dilangsungkan besok.” “Saya tahu,” jawab Arsen. “Besok saya akan membawamu kabur dari pernikahan sialan itu. Jadi, saya harap kamu bisa tenang. Kamu hanya perlu berpura-pura menyetujui pernikahan ini.” “Tapi bagaimana caranya?” Meskipun Fadia percaya bahwa Arsen bisa melakukan apa pun buktinya bisa menyusup ke kamar ini tanpa ketahuan. Hanya saja, kabur dari sini masih terdengar mustahil bagi Fadia. “Sedangkan setahu aku penjagaan rumah ini sangat ketat,” tambah Fadia. “Seketat-ketatnya penjagaan, pasti ada longgarnya. Apalagi saya berhasil melobi beberapa orang yang terlibat langsung dalam kelancaran pernikahan. Mereka semua akan membantu saya membawamu pergi dari sini.” “Aku dengar Juragan Iwan bukan orang sembarangan.” “Jangan khawatirkan itu. Kamu hanya perlu melatih fokusmu agar besok bisa melarikan diri tanpa melakukan kesalahan,” jawab Arsen. “Kalau bisa hindari sepatu berhak tinggi.” “Bagaimana kalau kita gagal lalu ketahuan?” “Tentu saja semua akan menjadi kacau. Saya mungkin akan dilaporkan pada pihak berwajib karena mengganggu kelancaran acara.” Fadia terdiam. “Lagi-lagi saya harus mengatakan kalau kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu. Biarkan itu menjadi urusan saya. Kamu hanya perlu menurut, oke?” Spontan Fadia mengangguk paham. “Kalau begitu, dengarlah agar besok semuanya berjalan lancar. Begini skenarionya….” Setelah itu, Arsen menjelaskan skenario yang akan dijalankan besok agar semuanya berjalan sesuai rencana. Tentu Fadia harus tahu agar besok wanita itu tidak perlu merasa bingung. Arsen tidak lupa mengeluarkan earpiece beserta perangkat komunikasi rahasia yang sengaja dibawanya. Fadia langsung menatap Arsen dengan pandangan tak percaya. “Kenapa Mas Arsen melakukan sampai sejauh ini? Membantuku sampai sebegitunya. Mas Arsen bahkan mempersiapkan segalanya dari melobi orang hingga menyiapkan alat-alat ini.” “Kenapa masih bertanya? Apa kurang jelas?” tanya Arsen yang juga menatap Fadia. Tatapannya tidak kalah tajam dari wanita itu. Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka selama beberapa saat, Arsen kembali berbicara, “Ini karena saya mencintaimu. Baik itu dua tahun lalu maupun sekarang … saya masih mencintaimu dan tentunya saya tidak rela jika kamu menikah dengan pria lain.” “Maka dari itu saya berusaha melakukan segala cara untuk menggagalkan pernikahanmu.” Tak bisa dimungkiri hati Fadia bergetar saat mendengar kalimat-kalimat yang Arsen ucapkan barusan. Dari sekian banyak orang di dunia ini, ternyata ada satu yang seperti Arsen. Padahal Fadia pikir selama ini tidak ada yang peduli padanya. Haruskah Fadia bersyukur di saat-saat seperti ini? “Fadia,” panggil Arsen kemudian. Fadia tidak menjawab, tapi masih menatap Arsen sambil menunggu pria itu melanjutkan pembicaraannya. “Maafkan saya. Seharusnya saya menemukanmu lebih cepat dari pamanmu sehingga hal seperti ini tidak akan terjadi.” “Ini bukan salah Mas Arsen.” Ya, kenyataannya memang bukan salah pria di hadapannya. “Maaf juga saya sempat khilaf sampai kepikiran menggantikan posisi terapis tadi, padahal sebenarnya saya bisa membangunkanmu dengan cara baik-baik,” jelas Arsen. “Sekali lagi maaf, tapi saya pastikan tadi saya bisa menahan diri untuk tidak macam-macam atau berbuat yang lebih jauh padamu.” Setelah mengatakan itu, Arsen beranjak dari duduknya. “Mas Arsen mau pergi sekarang?” “Ya, seperti yang saya katakan tadi bahwa waktu saya sangat-sangat-sangat terbatas. Ingat, bersikaplah seolah kamu pasrah dengan pernikahan sialan ini. Juga, jangan bertingkah mencurigakan. Sampai jumpa besok. Saya janji akan membawamu kabur dari sini,” tegas Arsen. Fadia pun berdiri. “Aku sangat berterima kasih.” Harus Fadia akui kalau kedatangan Arsen cukup membuatnya tenang. Ternyata ada seseorang yang benar-benar akan menyelamatkannya. “Berterima kasihnya nanti saja ya, saat saya berhasil membawamu kabur.” “Baiklah kalau begitu,” jawab Fadia. “Hati-hati.” Arsen mengangguk. “Biarkan dia bangun sendiri. Bilang saja kalau dia ketiduran dan kamu sengaja membiarkannya.” Kali ini Fadia yang mengangguk paham. “Kalau begitu saya pamit. Sampai jumpa besok.” Arsen kemudian berjalan meninggalkan Fadia. Saat tangannya sudah menyentuh kenop sambil bersiap membuka kunci pintunya, dengan cepat Arsen memutar tubuhnya lagi menghadap Fadia. Tak hanya itu, Arsen bahkan kembali menghampiri Fadia dan tanpa ragu langsung mencium bibir wanita itu. Tentu Fadia terkejut. Namun anehnya, ia membiarkan Arsen mencium bibirnya sehingga ciuman pun tak bisa terhindarkan. Fadia bahkan mulai melingkarkan tangannya di leher Arsen sambil membalas ciuman panas pria itu. Setelah dua tahun … akhirnya Arsen bisa mencurahkan rasa rindunya. Sayangnya, saat mereka mulai larut dalam ciuman tanpa direncanakan tersebut, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dari luar. Sontak keduanya terkejut sehingga saling melepaskan pagutan bibir mereka dan saling berpandangan. Siapa yang datang?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN