BAB KE SEPULUH: IRI DENGKI ZAHRA

1017 Kata
"Memang apa masalah antara aku dan Abel juga Kak Juna? Kayaknya kita gak pernah ada hubungan apa-apa. Kenapa harus merasa seperti yang kamu bicarakan?" tanya Runa dengan santai. Dia bahkan melirik ke arah Zahra dengan pandangan remeh. Seolah-olah Zahra bukan orang yang selevel dengannya. "Mengapa kamu begitu santai? Bukankah kamu yang menggoda mereka? Sekarang mereka tergila-gila, kamu malah ganti yang baru. Gak banget sih," jawab Zahra dengan mencibir. Namun, semua orang tahu bahwa Zahra hanya mencoba terus bersikap biasa. Nada suaranya yang bergetar hebat menandakan bahwa Zahra sedang mencoba menahan emosi. "Wow, aku menggoda? Amazing sih. Soalnya selama ini, aku sebenarnya belum menemukan yang sesuai dengan tipe aku. Tapi kamu yang orang lain benar-benar bisa bilang bahwa aku menggoda. Padahal, aku enggak pernah ngejar-ngejar Kak Juna kalau dicuekin. Juga enggak pernah berbicara sok lembut dan sok manis di depannya. Dan lagi, aku gak pernah sampai bawa-bawa makanan gitu hanya untuk dilirik. Itu Kak Juna ya. Kalau Abel sih beda. Aku sama dia udah sahabatan dari krucil. Dari sekolah dasar, ya kali bocah umur enam tahu menggoda teman sekelasnya. Kan berabe tuh. Kayaknya aku harus bilang sama Mama, soalnya ini mungkin juga kejadian di masa kini. Jangan sampai anak sekolah dasar sudah pandai menggoda," ucap Runa dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Namun, tidak ada keramahan sedikitpun yang terlihat di wajahnya. "Kamu bilang kamu gak menggoda Kak Juna dan Abel, tapi udah kelihatan kalau kamu menggoda Pak Biru," ujar Zahra dengan sengit. Dia menatap ke arah tangan Runa yang digenggam oleh Biru. "Oh, aku menggoda? Kamu gak lihat siapa yang menggoda siapa? Lihat dengan jelas dong! Di sini sini siapa yang menggoda? Siapa yang cari-cari kesempatan. Tangan aku yang dipegangin sama dia dan enggak dilepas-lepas. Kalau menggoda itu, meski gak bisa pegang tangan, tapi tetep gak nyerah. Contohnya jadi megangin ujung baju. Atau bagian belakang baju," sanggah Runa sambil melirik ke arah tangan Zahra. Ya, tangan Zahra sekarang ini sedang memegang ujung baju lengan kiri Raka. Yang sepertinya tadi sudah dihempaskan oleh Raka, tapi karena adanya Biru, Raka lupa untuk menghempaskan tangan itu lagi. Terbukti setelah mendengar ucapan Runa, Raka langsung menoleh ke arah kiri. Dan kejadian berikutnya sudah bisa ditebak oleh Runa. Selama ini, Runa tahu bahwa Zahra sebenarnya lebih tertarik kepada Raka. Sedangkan untuk Saka, itu seperti bahan cadangan saja. Namun, jika bahan cadangan ini menanggapi, Zahra tidak akan menolak. Sayangnya, entah Raka dan Saka, mereka berdua dengan kompak selalu ketus kepada Zahra. Jadi, Zahra sama sekali tidak berhasil untuk memperalat mereka berdua. "Kamu! Aku ini enggak menggoda! Aku hanya—" "Ah, kebanyakan alasan. Tadi aja nuduh gak pakai alasan," ucap Abel tiba-tiba. Abel sudah berjalan mendekat ke arah orang-orang yang sedang berkumpul. Melihat tangan Runa yang digenggam seorang laki-laki, Abel langsung menyerngitkan kening. Tatapannya memandang ke arah Saka dan Raka dengan tidak puas. Meski lelaki ini mungkin senior atau atasan Raka dan Saka, tapi menurut Abel, mereka berdua tidak bisa diam saja. Terutama saat Runa terlihat tidak nyaman seperti ini. "Lagi pula, enggak pernah ada kasus di mana Runa menggoda Juna. Malah ada kasus Juna yang memaksa Runa. Itulah kenapa Juna bisa jadi partner kerja kamu. Dan aku yang biasanya ngurusin orang baru jadi dipindah. Kalau enggak, buat orang seperti kamu, itu bukan kesempatan kamu buat selevel sama si Juna," ungkap Abel dengan sinis. Dia berhenti dan memilih berdiri di antara Runa dan Biru. Karena kehadirannya yang tiba-tiba, cekalan tangan Biru terlepas begitu saja. Biru menatap ke arah laki-laki yang baru saja datang. Dan senyum langka muncul di wajahnya. Namun, dia hanya diam dan menyaksikan interaksi antara orang-orang ini. Hanya saja, dirinya tidak percaya bahwa wanita yang baru saja datang bersama si kembar mengenalinya. Padahal Biru di sini sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak terlalu mencolok. "Aku harus berbicara dengan Saka. Ini tentang penemuanmu pertama kali tadi. Makanya aku menunggumu di sini. Dan cewek ini sedang duduk di gelap-gelap sana. Meski dermaga sekarang ramai, tapi masih tidak baik untuk seorang wanita berada di sana. Makanya aku menemaninya. Karena temannya sudah datang, kita harus kembali sekarang. Masih banyak yang harus dibahas," ucap Biru. Dia sebenarnya masih ingin di sini. Namun wanita bernama Zahra itu menatapnya dengan beringas. Membuat Biru tidak bisa menahan muak di dalam hatinya. "Baik," ucap Saka dan Raka bersamaan. Setelah itu, mereka menatap ke arah Runa. "Setelah ini, kita makan malam bersama. Akan ada pergantian shift nanti. Mungkin kamu juga sama. Jadi kita bisa pulang bersama," ucap Saka. Ini juga mewakili Raka yang lebih memilih diam. Karena sebenarnya, mereka bisa mengetahui niat masing-masing meski hanya diam saja. "Kalau begitu, aku akan menunggu kalian," sambut Runa dengan senang. Melihat senyum di wajah Runa, Zahra hanya bisa mencebik. Dia benar-benar merasa bahwa sekali lagi kalah dengan Runa. Bukan hanya dia tidak terlahir dari keluarga kaya raya seperti Runa, dirinya bahkan tidak memiliki orang-orang yang menyayanginya. Kepergian Mbok Darsih membuat Zahra tidak memiliki siapapun. Karena ini juga, Zahra semakin ingin merebut semua yang Runa punya. Sebenarnya, Zahra memiliki seorang adik dari pernikahan sang Ayah. Di mana sang adik sebenarnya hanya berbeda jarak satu tahun. Ya, Ayah Zahra menikah lagi setelah dia berada di Korea Selatan. Tidak menunggu waktu lama, bahkan saat itu, bagi Zahra, tanah kuburan ibunya belum kering. Dan hal ini tidak terbongkar hingga bertahun-tahun lamanya. Kematian Mbok Darsih juga disebabkan karena ini. Kondisinya melemah karena menantunya bukanlah wanita lembut yang bisa diaturnya. Terlebih ketika sang anak, ayah Zahra, lebih membela sang istri. Hidup Zahra juga tidak begitu baik bersama sang ibu tiri. Untungnya, adiknya adalah seorang lelaki. Di mana dia bahkan sekarang berada di luar negeri. Sehingga Zahra mengurangi kontak dengannya. "Bilang sama aku, Na. Kamu menggoda Pak Biru, kan? Kamu yang deketin dia pada awalnya, kan? Pak Biru bilang kayak gitu karena gak ingin kamu malu, kan? Pak Biru juga sama aja. Dia buta!" cerca Zahra dengan kesetanan. Bahkan bahu Runa sakit karena diremasnya. "Jangan gila deh. Kamu gak jelas banget!" teriak Runa. Dia mencoba mundur sambil melepaskan cengkeraman tangan Zahra. "Gak usah freak, Ra. Ini yang buat kamu enggak disukai semua orang!" teriak Abel. Ucapan Abel yang tiba-tiba itu membuat cengkeraman tangan Zahra mengendur. Dan hal ini dimanfaatkan Runa untuk pergi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN