"Udah, cukup!" "Jangan dilanjutin." "Stop!" Kira-kira begitu respons Ana ketika Selat baru memulai kisahnya di part pertama, itu baru awal, belum nyampe tengah, Ana sudah kelihatan mau marah, tetapi nggak bisa pastinya, soalnya itu, kan, Ana sendiri yang minta dan mengawali tentang kisah Selat bersama Cici. Dulu. Kini, Ana emosi sendiri. "Kenapa? Sakit hati?" Ya, kan, Selat sudah bilang ... jangan nyari penyakit, ini malah pakai acara kepo-kepoan segala. Sekarang Ana mencebik, langsung saja Selat raih tubuhnya. "Salah kamu! Kenapa malah diturutin?" "Lho ... nanti kalo nggak gitu, aku juga yang salah. Dikata pelit, atau parahnya dituduh karena belum move on makanya gak mau cerita." Mendengar pembelaan itu, Ana cemberut. Ya ... iya, sih. Cuma, kan ... pokoknya Selat yang salah. Titi