Bab 6. Kania Yang Dulu Sudah Mati

1488 Kata
Happy Reading Kania merasa muak, benar-benar muak melihat tatapan meremehkan yang masih saja dilemparkan kepadanya. Dia bukan lagi Kania yang dulu, Kania yang rapuh, yang air matanya mudah tumpah, yang rengekannya tak pernah berhenti. Kania yang sekarang adalah Kania yang lahir kembali dari abu kebencian. Api dendam membara di dalam hatinya, siap membakar habis orang-orang yang pernah menyakitinya di kehidupan sebelumnya. Dulu, Kania memang sengaja berpura-pura naif, menampilkan citra bodoh agar Julio tidak membencinya. Faktanya dia lulusan terbaik universitas Harvard dengan kecerdasan yang luar biasa. Kecerdasan yang ia sembunyikan dari dunia, hanya ayahnya yang mengetahui kejeniusannya. Bermain di pasar saham bagaikan permainan anak kecil baginya. Darah Airlangga yang mengalir di nadinya bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Kania bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan Tuhan. Kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, kesempatan untuk melindungi ayahnya dari kematian dini yang menjemputnya di kehidupan sebelumnya. Ia harus memikirkan strategi yang tepat, langkah yang cermat untuk menyingkirkan Julio dan Feya dari hidupnya. Dua nama yang sangat dia benci. Namun, posisi Julio sebagai CEO PT Airlangga kini telah berpindah tangan kepadanya. Langkah selanjutnya adalah mencari cara agar Julio menceraikannya. Kania tahu, jika ia yang meminta cerai, ayahnya pasti tidak akan mengizinkan. Dengan langkah angkuh, Kania berjalan menuju ruangan bertuliskan CEO di lantai paling atas gedung pencakar langit itu. Dagunya terangkat tinggi, memancarkan kepercayaan dirinya. Matanya menatap lurus ke depan, tajam dan tegas. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya langsung menunduk, terintimidasi oleh aura yang terpancar dari dirinya. Tatapannya setajam elang, membuat siapapun yang berani menatap baliknya akan merasakan ketakutan yang luar biasa. Mereka tahu Kania adalah putri pemilik perusahaan, tetapi di kehidupan sebelumnya, mereka berani memandangnya rendah. Rumor tentang kebodohan Kania beredar luas di kalangan karyawan. Ia dicap sebagai gadis manja, cerewet, dan cengeng, yang hanya mengandalkan kekayaan orang tuanya. Hidupnya dianggap tidak berguna. Bahkan, banyak rumor yang mengatakan Kania-lah yang memaksa ayahnya untuk menikahkannya dengan Julio. Dulu, cibiran dan bisikan-bisikan penuh ejekan selalu mengiringi langkahnya. Banyak yang berpendapat Kania tidak pantas menjadi istri Julio. Mereka menganggap Feya, sekretaris Julio, jauh lebih pantas mendampingi pria itu. Rumor-rumor inilah yang memicu kecemburuan Kania terhadap Feya, membuatnya melakukan tindakan-tindakan impulsif yang hanya memperburuk keadaan. Feya dengan licik memanfaatkan situasi ini untuk semakin menjauhkan Julio dari Kania. Kania baru mengetahui dalang di balik semua rumor itu adalah Feya, seminggu sebelum kematiannya di kehidupan sebelumnya. Penemuan ini membuatnya semakin membenci Feya. Ia melampiaskan amarahnya dengan terang-terangan memaki, memukul, menampar, bahkan mendorong Feya. Namun, tindakannya itu justru membuat Julio semakin kasihan pada Feya dan memberikan lebih banyak perhatian padanya. Ironisnya, Julio tidak pernah menceraikan Kania meskipun mereka tidak pernah tidur sekamar selama lima tahun. Kania sering bertanya-tanya, apakah Julio merasa berhutang budi pada keluarganya jadi dia tidak mau menceraikannya? Dulu, Julio hanyalah seorang pemuda biasa yang bekerja di perusahaan ayahnya. Kania tidak mengerti alasan Julio bertahan dalam pernikahan yang hampa ini. Apakah karena rasa tanggung jawab? Atau ada alasan lain yang tersembunyi? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar di benak Kania. Kini, dengan kesempatan kedua yang dimilikinya, Kania bertekad untuk mengungkap semua misteri dan membalas dendam pada orang-orang yang telah menghancurkan hidupnya. Ia akan menggunakan kecerdasannya, kekuatannya, dan segala sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai tujuannya. Kania yang dulu telah mati. Kini, Kania yang baru telah lahir, lebih kuat. Ia tidak akan membiarkan siapapun meremehkannya lagi. Ia akan menunjukkan pada dunia siapa dirinya sebenarnya. Kania Putri Airlangga, pewaris tahta bisnis keluarganya, bukan lagi gadis lemah yang mudah ditindas. "Kania!!" Lamunan Kania buyar seketika. Ia tersentak melihat Julio berjalan cepat ke arahnya, memanggil namanya dengan suara keras yang menggema di ruangan itu. Dulu, jantungnya berdebar ketakutan setiap kali Julio menatapnya tajam dan memarahinya dengan teriakan menggelegar. Namun kini, rasa takut itu telah lenyap, berganti dengan keberanian. Kania justru menantang, menatap balik mata tajam Julio yang hitam legam itu tanpa gentar. Tatapannya memancarkan api perlawanan, sebuah perubahan drastis dari Kania yang dulu selalu tunduk dan patuh. "Apa?" tanya Kania dengan nada santai, seolah-olah panggilan keras Julio hanyalah angin lalu. Suaranya tenang, tetapi tersirat ketegasan yang tak bisa diabaikan. Ia berdiri tegak, bahunya tidak lagi membungkuk seperti dulu. Posturnya menunjukkan kepercayaan diri yang baru ditemukannya. "Ikut aku!!" Julio menarik tangan Kania dengan kasar, menyeretnya masuk ke dalam ruangan CEO yang megah. Genggamannya kuat, menunjukkan kekuasaan dan dominasinya. Namun, Kania tidak lagi merasa terintimidasi. "Hei!! Jangan kasar!! Apa hanya ini keunggulanmu sebagai suami? Hanya bisa berteriak dan bertingkah kasar!!" ucap Kania, suaranya meninggi. Ia memberontak, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Julio. Kata-katanya tajam, menusuk ego Julio yang selama ini terbiasa dilayani dan dituruti. Julio melepaskan cengkeramannya, terkejut dengan reaksi Kania. Ketenangan dan keberanian Kania dalam menghadapi kemarahannya sungguh di luar dugaan. Ia terdiam, mencoba memahami perubahan drastis pada wanita yang dinikahinya itu. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan wanita ini! Dia benar-benar berubah. Mata itu, kenapa menatapku dengan penuh kebencian? Bukankah wanita itu sangat mencintaiku? Tapi di mana pancaran cinta itu sekarang?" batin Julio, kebingungan dan rasa tidak suka mulai menggerogoti hatinya. "Cih, kenapa diam? Tidak perlu menyeretku ke sini, aku juga akan pergi menempati tempat ini dan kamu pindah ke ruangan sebelah!!" Kania berjalan menuju meja kerja CEO yang besar dan mewah, mengabaikan rasa sakit di pergelangan tangannya akibat ulah kasar Julio. Ia berdiri di belakang meja, menatap Julio dengan tatapan penuh kemenangan. "Kemasi semua barang-barangmu dan cepat segera pergi dari sini!!" seru Kania, suaranya tegas dan tak terbantahkan. Julio tersadar dari keterkejutannya. Meskipun ia tidak mencintai Kania, sikap wanita itu yang tiba-tiba berubah membuatnya tidak nyaman. Apalagi Kania dengan seenaknya mengambil alih posisi CEO, posisi yang sangat krusial dan penuh tanggung jawab. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan? Jangan main-main, Kania! Posisi CEO ini adalah posisi yang krusial, jangan sampai membuat kesalahan!!" suara Julio terdengar khawatir, bercampur dengan rasa tidak suka. "Rencanaku adalah membuat perusahaan ini semakin berkembang, jadi kamu tidak perlu repot-repot lagi mengambil tanggung jawab ini, karena aku tahu kalau sebenarnya kamu terpaksa melakukan semua ini, bukan?" ujar Kania, pandangannya meremehkan Julio. Kata-katanya penuh keyakinan, menunjukkan bahwa ia telah mempersiapkan diri untuk mengambil alih kendali perusahaan. Julio mengeraskan rahangnya, ia benar-benar tidak bisa menghadapi sikap Kania yang menurutnya kekanak-kanakan. "Kania!" serunya, napasnya memburu. "Ambil semua barang-barangmu, Julio, dan pergi dari sini! Aku muak melihat wajahmu!" ujar Kania, suaranya dingin dan menusuk. Emosi Julio memuncak mendengar ucapan istrinya. Ia menarik tangan Kania dengan kasar, menghempaskan tubuh mungil itu ke dinding dan mengukungnya. Dulu, Kania akan menangis dan meminta maaf karena membuat Julio marah. Tapi sekarang, wanita itu berani menatapnya dengan tatapan sinis, bahkan senyum mengejek terukir di bibirnya. "Huh, aku tidak menyangka jika pria seperti ini yang kucintai!! Hahaha, ternyata benar kata orang-orang, jika aku ini memang bodoh!" tawa Kania terdengar getir, penuh kekecewaan. "Kania!" bentak Julio, suaranya penuh amarah. "APA!" balas Kania dengan suara yang tidak kalah nyaring. Ia tidak gentar sedikit pun, justru tatapannya semakin menantang. Ia bisa melihat kilatan kemarahan di mata Julio, tapi ia tidak takut. Inilah rencananya, membuat Julio marah agar segera menceraikannya. "Apa kamu mulai tertarik padaku saat ini, sampai kau mengurungku?" ucap Kania dengan senyum sinis, mencoba memancing emosi Julio. Ucapan Kania menyadarkan Julio bahwa ia telah terbawa emosi. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan dirinya. Dengan tenang, ia menatap Kania, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi pada wanita yang dinikahinya itu. Perubahan sikap Kania yang drastis membuatnya bingung dan penasaran. Ia melepaskan kungkungannya, memberi jarak antara dirinya dan Kania. "Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya terdengar lebih tenang, walaupun masih tersirat ketegangan. "Biasanya kamu selalu menjaga jarak denganku, seolah-olah aku membawa penyakit menular. Kenapa sekarang kamu malah mendekatiku dan mengurungku di antara kedua lenganmu dan tembok ini? Apa sebenarnya kamu udah jatuh cinta padaku?" ujar Kania sambil tersenyum mengejek, matanya menyipit mengamati reaksi Julio. Senyumnya penuh dengan sindiran. Dengan mengambil napas dalam-dalam, Julio berusaha mengendalikan gejolak emosi yang bergejolak di dadanya. Raut wajahnya berubah menjadi datar dan dingin saat tatapannya yang tajam menusuk Kania, dipenuhi dengan rasa jijik. "Dengar baik-baik, Kania," ucap Julio dengan suara sedingin es, setiap kata terucap dengan penuh penekanan, "Aku tidak akan pernah, bahkan dalam mimpi terburukku sekalipun, bisa tertarik pada wanita sepertimu! Perilakumu yang manipulatif dan penuh tipu daya membuatku muak. Anggap saja ini sebagai sebuah peringatan. Apapun yang kamu lakukan setelah ini, apapun konsekuensi dari tindakanmu, jangan pernah berharap untuk mendapatkan bantuanku. Jika kamu hancur, itu murni karena kesalahanmu sendiri, dan aku tidak akan mengulurkan tangan sedikit pun untuk menyelamatkanmu!" Kata-kata Julio terdengar begitu dingin dan mengintimidasi, seolah ingin menegaskan bahwa ia benar-benar serius dengan ucapannya. Namun, ancaman Julio tersebut tidak membuat Kania gentar. Alih-alih menunjukkan rasa takut atau penyesalan, Kania justru membalas tatapan Julio dengan senyum sinis yang meremehkan. Senyum itu seolah mengatakan bahwa ia tidak terpengaruh oleh kata-kata Julio dan akan tetap melanjutkan rencananya, apapun yang terjadi. Ia sama sekali tidak takut dengan konsekuensi yang mungkin dihadapinya. Di balik senyum sinisnya, tersimpan tekad yang kuat dan rencana yang tersembunyi, yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Permainan ini baru saja dimulai, dan Kabua siap untuk memainkan perannya. "Oke, aku catat ucapanmu dalam otakku! Ingat, Julio! Jangan pernah menyesal jika kamu tahu semuanya!" Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN