Happy Reading
Feya gelagapan, sungguh dia masih mencintai pekerjaannya dan juga mencintai Julio. Tentu saja dia tidak mau jika benar-benar disuruh mengundurkan diri dari tempat itu.
"Tidak, tidak, maaf Nona Kania, saya mengerti dan saya tidak meragukan Anda. Tolong jangan usir saya dari perusahaan ini!" seru Feya terpaksa memohon.
Sepertinya dia tidak bisa meremehkan Kania sekarang. Ketakutan kehilangan pekerjaan dan juga kehilangan kesempatan untuk dekat dengan Julio membuat Feya kalut. Air matanya hampir menetes, ia berusaha keras agar terlihat menyedihkan di depan semua orang. Dalam hatinya, Feya mengutuk Kania dan berharap rencananya untuk menyingkirkan Kania dari perusahaan akan segera berhasil.
Julio menatap Kania yang saat ini benar-benar berubah. Wanita yang dulu begitu manja dan menurutnya bodoh sekarang menjadi wanita yang tegas dan berani. Perubahan sikap Kania ini membuat Julio terkejut sekaligus bingung. Ia tidak menyangka Kania akan seberani ini menghadapi para direksi dan juga dirinya sendiri. Julio merasa tertantang sekaligus khawatir dengan perubahan Kania. Apakah Kania benar-benar berubah atau ini hanya trik untuk mendapatkan simpatinya? Pikiran Julio berkecamuk, ia mencoba membaca ekspresi Kania namun tidak berhasil.
"Kania, jangan keterlaluan, aku tahu bagaimana kinerja Feya untuk perusahaan ini, kamu jangan bertingkah sesuka hati untuk memberhentikan Feya dari pekerjaannya!" ujar Julio dengan nada tinggi.
Ia merasa perlu membela Feya, bukan hanya karena ia peduli pada Feya, tetapi juga karena ia merasa Kania bertindak terlalu gegabah. Julio tidak ingin Kania membuat keputusan yang akan merugikan perusahaan. Ia merasa bertanggung jawab atas perusahaan ini. Dia bekerja menjadi wakil CEO dan sudah bertahun-tahun dan setelah dia diangkat menjadi CEO menggantikan sang ayah mertua, Julio berhasil mendapatkan beberapa tender besar.
Kania mencibir dalam hati.
Akhirnya terdengar juga suara pria yang sejak tadi hanya diam saja. Raut wajahnya tidak enak, bahkan terkesan menahan emosi yang menggebu.
"Benar apa yang dikatakan Pak Julio!" ujar seseorang.
Pria itu adalah salah satu direktur senior yang sangat dihormati di perusahaan. Ia dikenal sebagai orang yang bijaksana dan selalu berkepala dingin. Namun, kali ini ia terlihat sangat marah dengan sikap Kania.
Kania masih memperhatikan Julio, tangannya hampil mengepal karena pria itu membela Feya.
Cih, dasar bulol! Bucin t***l! Ledek Kania dalam hati.
Kania mengartikan jika Julio tidak terima karena dia akan memecat Feya, wanita kesayangannya yang selalu dibela. Kania kini menatap Julio dengan tatapan tajam. Tatapan Kania menusuk hingga ke lubuk hati Julio.
"Jadi, kamu tidak terima kalau aku memecatnya?" tanya Kania dengan nada menantang.
Suaranya terdengar dingin dan menusuk. Kania tidak gentar sedikit pun menghadapi tatapan Julio. Ia sudah siap dengan segala konsekuensi dari keputusannya.
Sedangkan Feya begitu senang saat melihat Julio membelanya, tapi dia harus membuat drama agar semua rencananya tidak berantakan. Dia masih ingin bekerja di perusahaan itu dan semakin mendapatkan perhatian dari Julio. Feya merasa posisinya semakin kuat dengan dukungan Julio. Ia yakin rencananya untuk menyingkirkan Kania akan berhasil.
"Nona Kania, saya minta maaf, saya mengaku salah karena telah meremehkan Anda, jadi tolong jangan diambil hati ucapan tuan Julio, beliau hanya khawatir pada Anda," ucap Feya lembut dengan nada kasihan. Feya berusaha memainkan perannya sebagai korban. Ia ingin membuat semua orang bersimpati padanya.
Tentu saja ucapannya membuat semua orang di sana menjadi simpati dengan Feya. Para direksi dan karyawan yang hadir merasa iba dengan Feya. Mereka menganggap Kania terlalu keras dan tidak berperasaan.
"Nona, kalau kamu memang ingin menjadi pemimpin perusahaan, seharusnya bisa berpikir jernih, jangan langsung memecat orang seperti itu, Anda tidak tahu bagaimana kinerja sekretaris Feya selama?" sela salah satu orang yang ada di sana. Ia adalah kepala divisi pemasaran yang sangat berpengaruh di perusahaan.
"Itu benar, sebaiknya Anda pulang saja dan bersenang-senang di rumah, kami tidak yakin Anda bisa memimpin perusahaan ini dengan baik!" ujar salah satu direksi dengan nada meremehkan. Ia merasa Kania tidak pantas memimpin perusahaan.
"Ya, itu benar, tuan Julio sudah sangat baik membawa perusahaan ini menjadi besar, Anda itu lebih cocok berada di Mall, belanja menghamburkan uang, dari pada di sini!" timpal direksi lainnya. Mereka semua meragukan kemampuan Kania.
Kania hanya diam saja mendengar ocehan-ocehan orang-orang yang berada di sana, dia malah menatap kuku-kukunya yang cantik itu dan dengan santai berkata, "kalau kalian meragukanku, mari kita bertaruh! bagaimana? Selama 10 bulan ini aku akan membuat perusahaan ini lebih berjaya lagi, tapi syaratnya kalian melepaskan setengah saham yang kalian miliki untukku!" Kania melemparkan tantangan yang mengejutkan semua orang.
"Lalu apa yang akan Anda lakukan jika yang terjadi sebaliknya?" tanya salah satu direktur dengan nada penasaran. Ia tidak menyangka Kania akan seberani itu.
Julio masih diam saja sejak tadi, pria itu menahan kekesalan di hatinya melihat sang istri yang tengah berdrama. Ia tidak mengerti apa yang sedang direncanakan Kania.
"Kalau ternyata aku tidak bisa mewujudkan apa yang aku ucapkan, seluruh sahamku akan ku bagi rata untuk semua orang yang ada di sini, dan perusahaan akan ku berikan cuma-cuma untuk suamiku!" jawab Kania sambil menatap Julio dengan tatapan penuh arti.
Jawaban Kania membuat semua orang tercengang.
Semua orang di sana langsung tertawa mendengar jawaban Kania, wanita bodoh itu seperti membual saja. Apakah mereka hanya mendengar bualan anak kecil? Tawa mereka memenuhi ruangan, mengejek Kania yang dianggap bodoh dan tidak tahu diri. Mereka yakin Kania tidak akan bisa memenuhi janjinya.
"Hahahaha!"
Tawa semakin meledak di ruangan itu, merasw ucapan Kania sangat lucu. Mereka memandangnya dengan tatapan geli, seolah-olah menyaksikan seorang anak kecil yang tengah berfantasi. Kania, di mata mereka, tak lebih dari seorang wanita naif yang terlalu percaya diri, melontarkan kata-kata besar yang tak berdasar.
Seakan-akan dunia saham adalah permainan anak-anak yang bisa ditaklukkan dengan mudah. Bisik-bisik sinis mulai terdengar, mempertanyakan kewarasan Kania. Apakah ia benar-benar memahami kompleksitas dunia investasi? Atau hanya sekedar membual untuk menarik perhatian? Keraguan menggantung tebal di udara, menyelimuti setiap sudut ruangan.
Sementara itu, Feya, dengan senyum mengejek tersembunyi di balik wajahnya, merendahkan Kania dalam hati. 'Wanita bodoh,' pikirnya. 'Bermain saham bukan seperti bermain boneka. Ini dunia nyata dengan konsekuensi nyata. Apakah dia pikir bisa seenaknya mengendalikan pasar? Lihat saja nanti, ketika kebodohannya membuat nama Airlangga merugi, Julio pasti akan semakin membencinya.'
Bayangan Kania terpuruk, kehilangan segalanya, memenuhi benak Feya, memberinya kepuasan tersendiri. Ia tak sabar menyaksikan kejatuhan Kania, melihat bagaimana kesombongannya hancur berkeping-keping.
Kania, yang menyadari tatapan dan bisikan-bisikan meremehkan itu, tetap tegar. Ia berdiri dengan anggun, dagunya terangkat tinggi, memancarkan aura kepercayaan diri yang tak tergoyahkan. "Silakan saja kalian meragukanku," ucapnya tegas, suaranya bergema di ruangan yang hening. "Terserah apa yang kalian pikirkan tentangku. Yang jelas, mulai hari ini, permainan telah dimulai. Taruhan mulai berlaku! Kalian boleh menertawakanku sekarang, tapi kita lihat saja nanti siapa yang akan tertawa terakhir." Semua orang langsung berhenti tertawa mendengarnya ucapan Kania.
Mata Kania menyapu seluruh ruangan, menatap satu per satu wajah-wajah yang meremehkannya. "Aku tak peduli dengan cibiran kalian. Aku punya keyakinan penuh pada diriku sendiri dan rencanaku. Waktu yang akan membuktikan segalanya."
Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Kania berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan ruangan yang tiba-tiba dipenuhi keheningan dan tatapan tak percaya dari semua orang. Punggungnya tegak, langkahnya mantap, menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan. Rapat yang tadinya dipenuhi tawa dan ejekan kini berakhir dengan ketegangan yang menggantung di udara. Kania telah melemparkan tantangan, dan semua orang menunggu dengan napas tertahan untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Permainan telah dimulai, dan taruhannya tinggi. Akankah Kania membuktikan ucapannya, atau justru jatuh tersungkur dalam kegagalan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Ia melangkah keluar, meninggalkan ruangan yang dipenuhi bisikan dan spekulasi. Kania tak gentar. Ia tahu jalan yang dipilihnya penuh tantangan, namun ia siap menghadapinya.
Bersambung