Bab 6. Perubahan Kanaya Membuat Raja Syok

1366 Kata
Selesai perawatan dan make over, Chery membawaku ke butik mewah di mall yang terkenal dengan koleksi pakaian desainer ternama. "Ayo, Kak Kanaya harus banyak membeli baju untuk bekerja. Dan, gaun siapa tahu suatu saat Kak Raja mengajak Kak Kanaya ke pesta" ucap Chery dengan nada yang penuh semangat. Aku melihat sekeliling butik dengan kagum, bajunya cantik dan indah, dengan desain yang unik dan elegan. Pelayan butik dengan ramah membantuku memilih baju formal untuk kerja dan juga beberapa gaun pesta yang terlihat sangat mewah. "Nona, coba gaun ini," kata pelayan butik, menyodorkan gaun berwarna putih yang terlihat sangat elegan. Aku mencoba gaun itu dan terkejut dengan betapa cantiknya aku terlihat di dalamnya. Chery juga membantu aku memilih beberapa baju lain yang terlihat sangat stylish dan modis. Kembali aku dibuat terharu dengan perhatian Chery yang sangat besar terhadapku. Ketika aku melihat kasir sedang menghitung belanjaku, aku terkejut dengan jumlah yang cukup besar. "Chery, ini mahal sekali," kataku dengan nada yang sedikit ragu-ragu. "Kak, hanya segini tidak mahal," kata Chery dengan nada yang santai. "Kak Raja sering membelikan Viora baju, perhiasan, tas branded lebih dari ini jumlahnya. Jadi, kakak jangan sungkan," ucap Chery dengan senyum yang manis. Aku tersenyum dan menarik napas lega, karena Chery telah menjelaskan bahwa ini tidaklah terlalu mahal dibandingkan dengan apa yang biasa dibelikan suamiku untuk Viora. Chery kemudian membayar semua belanjaanku dengan kartu kreditnya. "Terima kasih, Chery," kataku dengan nada yang tulus. Chery tersenyum dan memelukku, "Kak Kanaya, aku hanya ingin kakak terlihat cantik dan bahagia." Setelah mendapat semua yang aku butuhkan, aku dan Chery pulang. Kasihan Prabu harus ditinggal seharian sendirian di rumah. "Kak, aku langsung pulang," ucap Chery di dalam mobil setelah mengantarku pulang, sambil menatapku dengan mata yang penuh perhatian. "Terima kasih, ya, Chery," kataku dengan nada yang tulus, sambil tersenyum padanya. Aku membawa seluruh paperbag keluar dari dalam mobil mewah Chery, yang terlihat sangat elegan dan mewah. Penjaga rumah menghampiriku lalu mengambil alih barang bawaanku. "Kakak, ingat rencana kita," kata Chery berpesan, sambil menatapku dengan mata yang serius. Aku mengangguk, Chery memberikan usul agar aku mengacuhkan Mas Raja, dan aku harus fokus membahagiakan diri sendiri, agar Mas Raja kehilangan aku dan menyadari betapa berharganya aku. Aku terharu dengan perhatian Chery yang sangat besar terhadapku. Aku tahu Chery hanya ingin aku bahagia, dan aku berterima kasih atas semua yang telah dia lakukan untukku. "Aku ingat, Chery," kataku dengan nada yang lembut, sambil tersenyum padanya. Chery tersenyum kembali, lalu mobilnya melaju meninggalkan rumahku. Kulirik di garasi belum ada mobil Mas Raja, berarti pria itu belum pulang dari kantor. Besok, aku akan membuatnya terkejut dengan kehadiranku di perusahaan lagi. Bukan sebagai anak magang tetapi setara dengan Mas Raja. Kulangkahkan kakiku dengan anggun memasuki rumah yang sangat mewah dan elegan, dengan dekorasi yang sangat indah dan perabotan yang berkualitas tinggi. Pelayan menyambutku dengan senyum yang ramah, menawarkan makan malam karena sudah waktunya makan malam. "Nyonya, saya sudah siapkan makan malam untuk anda," ucap pelayan dengan hormat, sambil membungkuk sedikit sebagai tanda hormat. "Tidak usah, aku capek mau langsung istirahat," kataku dengan nada yang lembut, sambil melambaikan tangan sebagai tanda tidak perlu. Aku melangkah melewati lorong yang panjang dan lebar, dengan dinding yang dihiasi dengan lukisan-lukisan yang sangat indah dan mahal. Aku menuju ke kamar Prabu, bayi berusia 2 bulan yang sedang tidur nyenyak di dalam buaian. Aku melihatnya, sambil tersenyum melihat ekspresi wajahnya yang manis dan menggemaskan. Wajah putraku mirip sekali dengan Mas Raja, menurut papa mertuaku Mas Raja sewaktu bayi sangat mirip dengan Prabu. Aku duduk di sebelahnya, memandanginya dengan penuh cinta. Aku sangat bersyukur memiliki Prabu sebagai anakku. Aku akan terus melakukan apa yang terbaik untuknya, dan aku yakin Prabu akan tumbuh menjadi anak yang baik dan sukses. Setelah beberapa saat, aku memutuskan untuk beristirahat juga, karena aku merasa sangat lelah. Aku memeluk Prabu dengan lembut dan menciumnya. Lalu, aku mengambil paperbag dan membukanya, mengeluarkan pakaian-pakaian yang aku beli. Kulangkahkan kakiku menuju lemari, dan begitu terbuka, aku dibuat miris melihat lemari kosong yang hanya berisi beberapa baju. Dan, gaun itu pun dibelikan Chery saat aku baru masuk ke dalam rumah ini. Kulirik paperbag, lalu mengambil seluruh pakaian yang aku beli dan memasukkannya ke dalam lemari, menatanya dengan rapi. Belum selesai membereskan pakaianku, pintu dibuka dengan keras. Aku tersentak, bersyukur Prabu tidak terbangun. "Kanaya," bentak Mas Raja di ambang pintu, dengan wajah yang merah padam dan tatapan tajam. Aku berbalik badan dengan gaya anggun dan santai, sementara Mas Raja menatapku dengan mata yang terbelalak, seolah-olah tidak percaya dengan perubahan yang terjadi pada diriku. Aku terlihat sangat cantik dengan rambut yang terurus rapi dan pakaian yang elegan, membuat Mas Raja tertegun sejenak. Namun, ekspresi marahnya tidak berubah, dan dia tetap menatapku dengan mata yang tajam. "Ada apa seh mas teriak-teriak, kalau Prabu bangun gimana?" tanyaku berusaha menetralkan degub jantungku, sambil menatap Mas Raja dengan mata yang tenang. Aku hapal sekali dengan kebiasaannya, saat dia marah seperti ini, biasanya dia akan melakukan kekerasan dan meminta hubungan suami istri dengan cara memaksa. Kali ini aku tidak boleh takut dengannya, justru aku akan menantangnya. Aku berdiri tegak, menatap Mas Raja dengan mata yang berani, sambil menunggu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Mas Raja menatapku dengan mata yang masih marah, tapi aku bisa melihat sedikit kebingungan di dalam matanya, seolah-olah dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi terhadap perubahan yang terjadi pada diriku. "Kamu mau marah, karena aku menganggu calon istri kamu, Mas?" tanyaku membuka suara terlebih dahulu karena melihatnya diam saja, dengan nada yang santai namun sedikit provokatif. "Iya, kenapa kamu tidak mau membayar perawatan kecantikan Viora!" bentaknya, tapi nada suaranya tidak sekeras tadi. Wajahnya yang biasanya merah padam karena marah, sekarang terlihat sedikit memucat, seolah-olah dia ragu untuk melanjutkan kemarahannya. Entahlah, apa yang ada dalam pikirannya. Mungkin dia sedang mempertimbangkan apakah dia harus tetap marah atau tidak, karena aku terlihat sangat berbeda dari biasanya. "Jadi, kamu marah karena aku tidak membayar tagihan perawatan kecantikan Viora?" tanyaku masih berusaha sesantai mungkin, walau jantungku berdegub kencang karena takut akan reaksi Mas Raja. Aku menatapnya dengan mata yang tenang, sambil menunggu jawabannya. "Iyalah, seharusnya kamu bisa sekalian membayar tagihanya, jangan buat malu Viora. Dia model terkenal berbeda dengan kamu!" ucapnya, membuatku sakit hati. Wajahnya yang masih terlihat ragu-ragu, sekarang terlihat lebih tegas, tapi aku bisa melihat sedikit kelemahan di dalam matanya. Aku merasa sakit hati dengan perkataannya yang menyinggung diriku. Aku tidak akan membiarkan dia terus-menerus merendahkanku. "Itu bukan urusanku, Mas. Kamu saja selama ini tidak pernah menafkahiku dan lebih memberikan fasilitas mewah untuk Viora," kataku dengan nada acuh, sambil menatap Mas Raja dengan mata yang berani. Wajah Mas Raja mengeras, matanya merah seperti api yang membakar. "Kanaya, kamu sekarang sudah berani melawanku. Mentang-mentang sekarang papa memberikan fasilitas mewah untuk kamu, sekarang kamu sombong," ejek Mas Raja dengan nada yang menyakitkan, sambil melangkah maju mendekati aku. Aku tidak mundur, aku tetap berdiri tegak dan menatapnya dengan mata tajam. "Ternyata apa yang dikatakan Viora benar. Kamu sengaja menjebakku kemudian hamil agar bisa menjadi nyonya Raja Kawandra dan kamu akan menguras hartaku," tuduh Mas Raja dengan nada yang penuh kebencian, sambil menatapku dengan mata yang penuh amarah dan dendam. Aku terkejut dengan tuduhan Mas Raja, tapi aku tidak menunjukkan kelemahan. Aku tetap tenang dan menatapnya dengan tajam. "Kamu tidak tahu apa-apa tentang aku, Mas. Kamu hanya tahu tentang dirimu sendiri dan Viora," kataku dengan nada yang tegas, sambil menantap Mas Raja dengan mata yang penuh kemarahan. "Kamu melawanku!" Mas Raja mencengkram daguku. Kami saling menatap seperkian detik, tapi tiba-tiba dia membuang pandangannya. "Kamu mau menyiksaku lagi," kataku. Aku membuka kancing bajuku satu persatu, membuat wajahnya menegang. "Tidak perlu memaksa mas, aku halal. Aku akan berikan dengan ikhlas karena ini pahala buatku," tambahku. Kancing baju sudah kubuka semua, perlahan kubuka pakaianku. Mas Raja mematung, cengkraman tangan di daguku mengendur. Kali ini aku akan membuat kamu kaget, Mas Raja, terkejut dengan perubahan drastisku. Mas Raja menghempaskan tangannya kemudian berbalik meninggalkan aku. "Sudahlah, aku tidak mau berdebat sama kamu," katanya dengan nada yang kasar, sambil berjalan menjauh dari aku. Aku menarik napas lega, tubuhku yang tadi tegak, seketika luruh di lantai. Kupikir aku sudah kuat, tapi ternyata aku masih trauma saat menghadapinya. Aku duduk di lantai, mencoba menenangkan diri dan mengatur napas. Aku sedikit lega karena pertengkaran ini telah berakhir, setidaknya untuk sementara waktu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN