Kana tidak tahu kenapa Dylan menarik tubuhnya begini. Tubuhnya sampai membentur d**a Dylan yang tersingkap dari balik baju yang sudah terbuka. Sungguh, ini juga pertama kali bagi dirinya bersentuhan secara langsung dengan seorang pria seperti ini. Tangannya gemetar saat menyentuh d**a Dylan. Saat dia mendongak, tatapan mereka beradu. Namun Kana segera menarik mundur dirinya.
Fokus! Kamu fokus mengganti baju pria ini.
Kana mencoba menyadarkan dan mengingatkan dirinya sendiri pada apa tujuannya agar tidak teralihkan. Ia lanjutkan melepas kancing baju Dylan sampai pada kencing terakhir hingga semua tubuhnya tersingkap lalu ia tarik perlahan baju itu hingga terlepas. Melepas baju bagian atas sudah selesai kini saatnya begini untuk melepas bagian bawah.
Kana menyeka keringat yang meleleh dari pelipis. hanya melepas baju atas saja sudah menghabiskan banyak tenaganya. Bagaimana dengan melepas seluruh baju Dylan? Ia menarik mundur tubuhnya kemudian duduk sejenak di kasur sekadar untuk mengatur ritme napasnya agar tenang kembali.
Apa aku harus melepas semua baju juga mengganti bajunya? Apa itu tidak bisa dilakukan oleh pelayan saja? Kenapa harus aku?
Kana melirik dengan ekor matanya menatap Dylan yang tubuhnya kini gemetar setelah bertelanjang d**a. Terpaksa Kana bangkit lagi untuk melanjutkan tugasnya yang belum selesai. Ia mengambil kaos hitam dari kasur. Pelan ia masukkan baju melewati kepala Dylan, lalu ia masukkan tangan kiri dan tangan kanan secara bergantian.
"Kamu bisa ganti celanamu sendiri?"
"Tidak bisa." Dylan mengangkat kedua tangannya yang tremor dengan susah payah. Dalam hitungan detik tangan yang gemetar itu kembali bersandar pada pegangan kursi roda.
Kana menepuk jidat. Sungguh dia bingung, bagaimana dia melepasnya. Di tengah rasa takut juga resahnya, Kana memegang resleting celana Dylan dengan tangan gemetar. Bahkan berulang kali, matanya terpejam. Jika saja dengan terpejam dia bisa lakukan itu, maka akan dia lakukan. Sayang, jika dia memejamkan mata, mungkin malah akan membuat kesalahan fatal.
Kana menggerakkan tangannya yang bergetar hebat kala menyentuh resleting Dylan. Ia menarik resleting hingga terbuka. Rasanya ini lebih berat daripada latihan militer.
Astaga ... itu!
Tangan Kana sejenak membeku kala celana Dylan tersingkap. Terlihat CD berwarna cokelat di baliknya. Kana tak berani membayangkan isinya. Ia mereguk saliva dengan berat.
Aku hanya harus mengganti celananya saja bukan? Aku tidak perlu mengganti dalamannya, bukan?
Kana kembali menguatkan dirinya. Anggap saja saat ini dia memang sedang berperang. ya bagaimanapun dia tidak boleh berhenti di tengah peperangan atau dia akan terkapar. Ia menarik turun celana Dylan.
"Susah, jika dalam posisi berdiri akan mudah dilepas." Kana kembali mendongak menatap Dylan.
"Lepaskan, aku mau ganti celana."
Tumben dia nyambung saat diajak bicara.
"Kamu bisa berdiri sebentar?" Dylan malah tertawa remeh meresponsnya.
Jawaban itu cukup jelas bagi Kana jika Dylan tak bisa berdiri. Maka harus dia yang membawa pria itu beranjak dari kursi roda lalu baringkan ke tempat tidur, baru dia bisa menggantinya dengan leluasa.
"Dalam hitungan tiga, aku akan mengangkatmu berdiri dari kursi roda, lalu geser ke kasur." Dylan hanya menatapnya tajam, sama sekali tak bicara. Bella mengartikan Dylan setuju dengan sarannya.
"Baiklah, satu ... dua ... tiga ..." Kana berada persis di depan Dylan dan sedang memegang bagian bawah bahu pria itu.
Sungguh, tubuh Dylan berat, meski tergolong kurus. Entah berapa berat badannya yang jelas keringat kembali meleleh dari pelipis Kana. Ia berhasil membuat tubuh jangkung Dylan tegak dengan susah payah. Lalu ia menggeser kakinya selangkah menuju ke ranjang. Saat itu juga mereka berdua jatuh ke kasur karena Kana tak kuat menyangga tubuh Dylan.
Akh!
Dylan berdesis karena Kana jatuh menimpa dirinya. Meski tubuhnya lumpuh tapi dia masih bisa merasakan sakit dihantam seperti ini. Sejenak di bawah sorot lampu kamar yang sedikit temaram, tatapan mereka bertemu. Saat ini sorot mata Dylan terlihat berbeda dari sebelumnya. Entah, kenapa tiba-tiba sorot mata tajam itu melembut.
Kana memejamkan mata beberapa detik berharap sama gerakan kembali anggota tubuhnya yang terasa kaku. Dengan segenap kekuatan penuh akhirnya dia bisa menarik diri turun dari tubuh Dylan.
"Maaf, aku tak kuat menahan tubuhmu." Kembali, Dylan tak bersuara. Kana mengartikan itu tak masalah bagi Dylan.
"Aku lepas celanamu sekarang."
"Ya." Kana memegang dua sisi celana Dylan, lalu mulainya turun dengan cepat, Kana sungguh tak berani menatap celana dalam yang masih terpasang di tempatnya. Dengan gemetar ia mengambil celana panjang yang diambil dari lemari tadi, lalu ia pakai kan celana itu dengan cepat pula. Lega rasanya sudah melihat celana itu sudah terpasang. Tinggal menarik resletingnya saja. Dengan mata terpejam dia memegang resleting untuk menutupnya.
"Aneh, kenapa resletingnya tidak tertutup dan malah diam di tempat. Apa ini yang besar panjang?"
Akh!
Kana langsung melek tangannya kalau mendengar desisan keras Dylan.
"Kamu salah pegang. Yang kamu pegang milikku." Anehnya, Dylan bukannya marah namun pria itu malah tersenyum.
Kana sampai frustasi dan berulang kali memegang pelipisnya yang terasa berdenyut. Dia menghindari hal itu terjadi, namun ketakutannya malah terjadi.
"Ma-maaf."
Kana kemudian membuka matanya meski tangannya masih gemetar, dia pegang resleting dengan pelan lalu menariknya ke atas sampai tertutup. Dia benar-benar merasa lega, tugasnya sudah selesai. Tenaganya benar-benar habis untuk mengganti baju Dylan saja. Ia kemudian berebah di kasur. niatnya untuk memulihkan tenaga, namun rupanya ia malah tertidur.
Dylan yang sedari tadi berebah dalam posisi sejajar dengan Kana berulang kali menatap gadis yang tidur di sampingnya. Nampak wajah lelah gadis itu.
"Aku tidak tahu kenapa kamu mau menerima perjodohan paksa ini dan merawatku? Padahal jelas kamu tidak menginginkan ini." Lagi, Dylan tertawa pelan panjang.
Dua jam berlalu. Dylan kembali melirik ke samping kiri. Kana masih terpejam sejak tadi tanpa bergerak sedikit pun. Sedangkan Dylan nampak resah sendiri. Dia saat ini ingin buang air kecil. Sejak tadi dia menahan dan menunggu Kana bangun, namun gadis itu belum membuka kelopak matanya. Sebisa mungkin dia berusaha untuk tidur seperti Kana, namun dengan menahan kencing begini, sulit bagi Dylan untuk tidur.
"Aku benar-benar tidak tahan sekarang." Dylan semakin nampak gelisah 10 menit kemudian.
"Bangun ... bangun ..."
Tak ada respons.
"Bangun ... Kana bangun, aku tidak tahan lagi."
"Hah? Apa?" Pelan Kana membuka mata, menatap Dylan di sampingnya. Dia masih menatap sorot mata Dylan yang resah.
"Aku ingin buang air kecil."
"Apa?!" Kana langsung duduk tegak dengan pikiran yang masih belum genap itu ia berdiri, lalu menggeser kursi roda ke samping tempat tidur.
"Ambilkan pispot saja." Kana membuka mulut lebar mendengar itu tangannya gemetar. Itu artinya dia tidak perlu mengantar Dylan ke kamar mandi, tapi berarti itu masalah baru baginya. Bagaimana dia bisa membantu Dylan memakai pispot? Tubuhnya semakin tergoncang hanya dengan membayangkan saja.
"Aku sudah tidak tahan," ucap Dylan.
Kana kemudian segera berdiri menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Kamar itu Emang dilengkapi sebuah kamar mandi, untuk memudahkan Dylan mandi atau membersihkan diri. Di dalam sana memang ada pispot. Cepat ia ambil pispot yang berbentuk mirip guci dengan salah satu sisi datar tersebut. Sampai di depan Dylan dia bingung.
"Ini, kamu bisa pakai sendiri." Kana menyodorkan pispot dari tangannya. Namun Dylan tetap diam tak bergeming.
"Jika aku bisa, aku tak akan minta tolong padamu," balas Dylan menjeda dua menit baru bicara membiarkan Kana dalam imajinya sendiri.
"Astaga." Kana memejam mata beberapa detik untuk menguatkan diri. Dia benar-benar syok untuk yang satu ini.
"Aku sudah tidak tahan lagi. Mungkin akan ngompol jika tidak segera dibantu." Dalam keadaan seperti ini Dylan nama-nama seperti seorang pria pada umumnya. Dia tidak terlihat gila tanpa tawanya.
"Baik." Kana membantu Dylan duduk di kasur terlebih dulu. Setelahnya ia menaruh pispot di bawah, dekat kaki Dylan. Kana kembali semangatkan dirinya sendiri untuk membuka resleting pria itu. Dia berhasil membuka reseting Dylan dengan susah payah, lalu dia membeku melihat celana dalam berwarna cokelat itu. Haruskah dia membukanya juga? Dia bisa gila! Sementara mimik Dylan nampak pucat karena terlalu lama menahan.
"Aku tidak tahan," keluh Dylan.
"Ya." Satu tangan Kana memegang pispot, sementara tangan lainnya menurunkan CD Dylan. Dia kembali meminjam kala melihat isi di balik CD itu. Rasanya tubuhnya panas dingin seketika. Haruskah ia pegang milik Dylan?
"Cepat!" desak Dylan.
Terpaksa, Kana menyentuh milik Dylan lalu masukkan dalam pispot. Bisa dipastikan, memegang milik Dylan membuat tubuhnya seperti terkena bom. Sakit di seluruh tubuh.
Dylan selesai buang air kecil.
"Sekarang cuci milikku menggunakan sabun." Kana menarik pispot yang terisi separuh lalu menaruh pispot ke lantai. Saat ia memegang milik Dylan lagi, tubuhnya terguncang hebat lalu dia tak sadarkan diri.