Eps. 5 Mengganti Baju

1347 Kata
Kana membeku mendengar ucapan Hasan. Belum hilang dukanya, ayah mertuanya seolah menambah beban kesedihannya dengan berkata demikian. Harapan yang di pasrahkan padanya itu terlalu tinggi. Anak? Hasan menuntut seorang anak dari pernikahan ini? Sungguh, hati Kana yang perih serasa dukucuri garam dan jeruk nipis, tak terperi rasanya. Bagaimana bisa Dylan menjalankan kewajiban sebagai suami jika kondisinya saja seperti ini? Dia tidak yakin Dylan bisa melakukannya. Suci yang berdiri di samping Hasan, bisa melihat garis kesedihan di wajah menantunya. Dia lalu menyikut lengan Hasan. "Bukan begitu maksud dari Ayah mertuamu ini. Kami menantikan cucu dari kalian berdua, bukan berarti itu harus secepatnya terealisasi." Sudut bibir Suci tertarik ke samping untuk mengoreksi perkataan Hasan tadi. "Ya, Ibu, Ayah." Suara Kana bergetar kala menjawab itu. "Sayang, kita sebaiknya pergi. Jangan ganggu pengantin baru," ucap Suci yang diangguki oleh Hasan. Hasan kemudian beralih menatap Dylan yang diam sedari tadi. "Dylan mulai sekarang kamu adalah seorang suami, seorang imam. Kamu harus membimbing istrimu, juga perlakukan Kana dengan baik." Hasan memberikan petuah terakhir, tanpa menunggu jawaban dari Putra nya, dia kemudian pergi bersama Suci. Setelah Hasan dan istrinya pergi jauh barulah pria itu bicara. "Istri ... aku seorang suami sekarang. Lalu apakah istriku mau mendengar ucapanku?" ucapnya dengan nada menyindir menatap Kana. Jangan lupakan senyum sinis yang tersungging di bibir Dylan. Kana hanya diam merespons. Dia masih mengamati seperti apa sikap Dylan. Beberapa waktu yang lalu pria itu agak sinting, lalu di lain waktu dia normal, dan sekarang menyebalkan. Yang mana kepribadian dari Dylan sebenarnya? Dia semakin bingung saja dengan sikap yang berubah-ubah itu. "Mulai sekarang kita akan hidup berdua. Bekerjasama lah denganku agar kamu dan aku bisa sama-sama nyaman menjalani kehidupan, Mas." Tak ada respons dari Dylan. Kana segera mendorong kursi roda Dylan menuju ke kamar pria itu yang kini juga menjadi kamarnya. Di dalam kamar, Kana duduk di kamar pengantin berseprai putih, penuh dengan kelopak mawar merah yang memenuhi kamar. Bahkan kelopak mawar tak hanya ada di ranjang mereka, tapi juga di lantai kamar. Membuat ruangan itu semerbak aroma mawar. Dylan ada di samping kasur. Pria itu masih mengenakan setelan jas pakaian pengantin. Sedangkan Kana menatap kosong kelopak mawar merah di kasur. Ibu ... ayah ... aku sudah menikah sekarang dengan suami wasiat peninggalan kalian. Kuharap aku bisa menjalani hidup bersamanya. Matanya nampak berair. Beberapa ada yang menitik. Dylan yang ada di sana melihat itu. Namun dia hanya diam menatap intens Kana. Wanita ini ... dia menangis. Kenapa dia menangis? Makin lama tangis yang keluar dari pelupuk mata Kana makin deras. Hingga membuat wanita itu ketiduran di kasur, masih mengenakan baju pengantin. Dylan yang masih terjaga menatap lekat Kana dari samping. Nampak wajahnya basah oleh air mata. Sedangkan dia, tak ada yang bisa dia lakukan selain menatapnya saja. Anggota tangannya bisa sedikit digerakkan tapi kakinya lumpuh total. Satu jam lamanya ia menunggu sampai akhirnya Kana terbangun sendiri. "Aku haus," ujar Dylan tiba-tiba. Sebenarnya sudah sejak tadi dia haus tapi karena tertidur, ia enggan untuk membangunkannya. Meski kini mereka berdua suami istri tapi sebenarnya mereka berdua adalah orang asing, saling tidak mengerti satu sama lain. "Ah, ya. Aku akan ambilkan minum. Mau minum apa kamu?" Kana menarik pandangan untuk menyeka air mata, tak ingin Dylan melihat buliran air matanya. "s**u hangat." "Tunggu sebentar." Kana masih dengan baju pengantin yang lengkap keluar dari kamar menuju ke dapur untuk mengambil s**u. Di sana ada pelayan. "Ada yang bisa dibantu, Non?" Pelayan wanita berusia kepala 30an tahun mendekat. "Mas Dylan minta s**u hangat." "Biar saya ambil dan hangatkan susunya, nanti Nona tinggal bawa saja ke kamar untuk Den Dylan." "Terima kasih." Pelayan kemudian menuju ke kulkas dengan membawa sebotol s**u cair kemudian memanaskan sebentar s**u tersebut lalu menuangnya gelas. Tak lupa ia menambahkan essence anggur ke dalamnya, hingga warna putih s**u berubah menjadi ungu. Dylan adalah penyuka buah anggur. berbagai jenis makanan olahan dari buah anggur yang suka, sampai konsumsi s**u pun harus berasa anggur. Makanya di rumah disediakan essen anggur khusus untuk Dylan. "Ini, Nona." Pelayan kembali dengan senampan s**u hangat yang ia serahkan pada Kana. Tanpa bertanya karena tadi melihat pelayan meneteskan essence anggur, Kana segera membawanya kembali ke kamar. "Pekerjaanku agak ringan jika Den Dylan sudah ada yang mengurus sendiri. Pria itu cukup menguras tenagaku. Sekarang, istrinya yang akan merasakan sendiri seperti merawatnya." Pelayan terkekeh kecil menatap punggung Kana yang berlalu. Kana tiba di kamar. Dia lalu menaruh nampan berisi s**u ke meja. Setelahnya dia mendorong kursi roda Dylan, bergeser ke depan kursi. "Ini Mas, susunya." Dengan berat hati Kana mengambil s**u dari meja, karena Dylan hanya menatap gelas itu tanpa menyentuhnya menandakan pria itu tak bisa menggerakkan anggota tangannya. Kana mengarahkan sedotan ke bibir Dylan. Dylan minum dari sedotan. Tak sampai separuh dia berhenti. Tanpa bertanya, Kana menaruh gelas itu kembali ke meja. Baru saja Kana duduk, tiba-tiba saja Dylan kembali bicara. Kamu adalah anggur dalam s**u. Kamu harus masuk ke gelas." Dylan berkata dengan tertawa keras. Kana mendelik takut. Dia tidak tahu pria di hadapannya ini waras atau tidak. Tadi baik-baik saja, tapi setelah minum s**u berubah sinting, bicara melantur tidak jelas. Ya Tuhan. Apakah suamiku benar-benar i***t atau gila? Ibu, kenapa kamu menjodohkan aku dengan pria seperti ini? Dia sampai tak mendengarkan ocehan Dylan dari pada akhirnya berhenti sendiri. Kana sampai terduduk lemas di kasur dalam diam. Bagaimana nanti malam, apakah dia juga harus tidur dengannya di kamar ini? Membayangkannya saja ia tak sanggup. Namun di tengah Rasanya itu ya kembali teringat pada semua petuah Kana, yang menjadikannya kuat kembali. Tak lama setelahnya Dylan tak bersuara. "Pantas saja diam, rupanya dia tidur." Kana menatap ke arah kursi roda. Dylan terpejam tak bergerak. Kana lantas melihat ke arah tubuhnya. Baju pengantin masih melekat di sana. "Sebaiknya aku ganti baju sekarang, selagi dia masih tidur." Kana turun dari tempat tidur. Ia membuka koper di lantai yang tadi dikirim oleh pelayan di rumah. Dia memang meminta barang-barangnya dibawa mendadak saja. Setelahnya ia membuka pintu lemari. Terdengar suara pintu ditarik. Suara itu membangunkan Dylan. Namun pria itu melilih tak bersuara dan hanya melihat apa yang dilakukan oleh Kana. Kana melepas satu per satu pakaian, menanggalkan semuanya dari tubuh, membiarkannya terjatuh di lantai, begitu saja. Astaga! Apa yang dilakukan wanita ini. Dylan berulang kali mereguk salivanya dengan berat. Ia berkeringat dingin kala melihat gundukan indah di tubuh berlekuk itu. Sumpah demi apapun, darahnya berdesir halus hanya dengan melihatnya saja. Ia tak tahan jika melihatnya lama. Ia sampai memejamkan mata kembali. Kana selesai ganti baju. Ia menatap ke arah Dylan. Dia masih tidur. Lega, dia tidak melihatku ganti baju. Kana lalu keluar dari kamar dengan membawa baju kotor melewati Dylan yang masih terpejam. Setelah Kana pergi, barulah Dylan membuka mata. Keringat pria itu masih mengalir dari pelipisnya. Jantungnya pun masih berdegup menggila melihat tubuh indah Kana. Entah, kenapa dia jadi membayangkan kembali apa yang dilihatnya tadi. Namun segera ia usir pergi pikiran tersebut. Dylan yang belum ganti baju kemudian mencoba untuk melepas baju sendiri. Ia mengangkat tangannya dengan sekuat tenaga. Keringat bercucuran, tangannya berhasil ia angkat, itu pun dalam keadaan tremor. Lalu ia sentuh kancing bajunya. Dengan penuh perjuangan dia berhasil memegang kancing bajunya. Ia berusaha membuka kancing baju itu, namun gagal. Kana kembali masuk ke kamar. Dia terkesiap melihat apa yang dilakukan oleh Dylan. Pria ini ... pria ini bisa menggerakkan tangannya? Tapi ... tangan itu tremor. Akh! Terdengar suara Dylan berteriak dengan putus asa karena usahanya untuk membuka kancing baju berulang kali gagal. Bisa dilihat seperti apa keringatnya saat ini. Bajunya juga ikut basah karena memakai tenaga berlebih. "Apa ada yang bisa kubantu?" Melihat itu, pintu hati Kana terketuk. Ia bergeser mendekat pada Dylan. "Baju. Aku mau ganti baju." "Baik, aku akan membantumu ganti baju. Bilang saja, kamu mau pakai baju apa, Mas?" "Apa saja boleh." Kana lalu menuju ke lemari kemudian kembali ke sisi Dylan dengan membawa baju ganti. "Biar ku bantu." Kana meletakkan baju ganti Dylan di pangkuan pria itu. Ia lalu mulai melepas kancing baju teratas Dylan. Jarak mereka berdua dekat sekali. Dylan merasa degup jantungnya kembali menggila saat pendekatan begini. Dia berniat menjauhkan tubuh Kana dari tubuhnya, tapi yang ada, dia malah membuat wanita itu terjatuh di pangkuannya. Akh!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN