Langkah kaki Aldrich yang sedikit sempoyongan membawanya ke lantai dua dimana tempat tidur Yara berada.
Aldrich tak mengerti mengapa ia justru melangkah ke sini dan bukannya ke kamarnya sendiri. Pria itu tak mau ambil pusing dan justru menekan sesuatu di dinding hingga terdengar suara ting.
Aldrich terkekekeh sinis karena keberhasilannya dalam membuka pintu kamar tanpa kesulitan yang berarti.
Aldrich melangkah masuk sembari memerhatikan keadaan kamar yang hanya di terangi lampu tempat tidur.
Aldrich menyeringai menatap tubuh Yara terbaring di tempat tidur dengan selimut yang sudah turun hingga sebatas paha.
Aldrich melangkah maju kemudian berdiri di sisi tempat tidur. Pria itu menarik selimut tebal hingga memperlihatkan paha putih mulus Yara yang membuat Aldrich menelan ludahnya serak.
Yara dengan gaun tidur berwarna putih pemberian Alice terlihat sangat menggiurkan di mata Aldrich saat ini. Pria tampan berusia 27 tahun itu menurunkan kepalanya hingga berhadapan langsung dengan wajah Yara. Deru napas gadis ini terdengar halus, membuat Aldrich ingin sekali menggabungkan bibirnya dengan bibir gadis ini.
Tidak peduli apapun, Aldrich menegakkan tubuhnya melepas dasi yang menggantung di leher kemudian mulai membuka satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan hingga menyisakan kaus dalam berwarna putih.
Aldrich juga melepaskan belt yang mengikat manis di pinggangnya dan membuka celana panjang hitam. Hanya menyisakan sebuah CD hitam bermerk CK.
Tak menyiakan waktu, Aldrich yang saat ini setengah sadar mulai menindih tubuh lemah Yara hingga membuat si empunya tersentak dari tidurnya.
Mata bulat berwarna biru dan hijau itu terbelalak ketika tatapannya bertemu dengan mata biru gelap yang mampu membuatnya ketakutan.
"A-apa yang kau lakukan?" Yara berusaha mendorong tubuh Aldrich yang berakhir sia-sia karena tubuh pria itu tidak bergeser satu inci pun.
Aldrich menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum miring membuat Yara semakin ketakutan. Sekali lagi dengan tangan gemetaran, Yara berusaha untuk mendorong Aldrich, namun pria itu justru menempelkan bibirnya di bibir Yara kemudian melumatnya dengan lembut.
Bau aneh yang berasal dari mulut Aldrich membuat Yara ketakutan. Ia pernah mencium bau ini ketika masih berada di rumah lamanya. Cairan yang selalu membuat Sarah dan Jena mabuk.
Yara mendorong tubuh Aldrich, namun pria itu justru menangkap pergelangan tangannya dan di letakkan di atas kepala. Bola mata Yara membulat sempurna ketika Aldrich mulai melepaskan luaran gaun tidurnya kemudian menarik tali gaun tidur hingga memperlihatkan belahan d**a mungil yang tertutup bra merah muda.
"Pergi!" teriak Yara mengambil kesempatan saat Aldrich menjilat lehernya. Yara mulai menggelinjang ketika lidah hangat itu menyapu leher putihnya.
"Ssstt ...." Aldrich menutup bibir Yara dengan telunjuknya. Tatapan pria itu teramat dalam membuat Yara bukannya terpesona tapi justru semakin ketakutan.
Mata Aldrich seperti iblis haus darah yang mampu membuat lawan ketika menatap matanya ketakutan. Ini adalah awal ketertarikan Aldrich terhadap perempuan. Perempuan yang ia anggap tak bernoda dan tidak membuatnya jijik ketika berada berdekatan dengannya.
Ya, Aldrich di alam bawah sadarnya sudah mencetuskan jika Yara akan ia angkat dari status maid pribadi menjadi wanitanya.
Wanita satu-satunya yang akan ia jaga dan tidak akan ia biarkan dekat dengan pria lain. Wanita satu-satunya yang juga akan berada di sisi Aldrich selama sisa hidupnya.
Soal cinta? Maaf saja Aldrich tidak memikirkan perasaan melankolis seperti itu. Pria tampan dengan sifat iblis itu hanya tahu jika ia akan menjadi pria satu-satunya dalam hidup Yara begitu juga sebaliknya.
Keesokan paginya.
Pukul 8 pagi Aldrich terbangun dengan tubuh yang terasa pegal di semua tempat. Tatapan Aldrich kemudian beralih menatap sekeliling dengan tajam. Baru ia mengenali jika saat ini ia tidak sedang berada di kamarnya.
Aldrich mengernyit kemudian menyentuh keningnya yang berdenyut sakit sambil mengingat kejadian tadi malam.
Aldrich tersentak ketika ingatannya berputar pada kejadian tadi malam saat ia menghampiri kamar Yara. Tempatnya saat ini berada.
Dengan tubuh polos, Aldrich bangkit dari posisinya turun dari tempat tidur kemudian melangkah ke kamar mandi, namun tidak menemukan siapa pun.
Aldrich memutuskan untuk memakai pakaiannya yang ia kenakan kemarin meski merasa jijik. Namun, ia tidak punya pilihan. Tidak mungkin ia keluar dengan tubuh telanjang dan membiarkan pelayan wanita memandangi tubuh sempurna miliknya.
Aldrich memutuskan kembali ke kamar untuk membersihkan tubuhnya. Pria itu akan menunggu kedatangan Yara yang mungkin akan muncul beberapa saat lagi di ruangan tempatnya bersantai.
Namun, hingga pukul 9 pagi Aldrich tak jua melihat gadis itu sama sekali dan membuatnya mulai kesal.
"Datangi aku sekarang," ujarnya pada penerima telepon.
Tak lama Ped melangkah masuk ke dalam ruang bersantai dengan langkah sopan dan teratur.
"Ada yang bisa aku bantu, Tuan?" tanya Ped sopan.
Ekspresi tuan muda di hadapannya ini berkali-kali lebih menyeramkan dari biasanya membuat Ped tanpa sadar gemeteran.
"Dimana gadis itu?"
Ped tertegun sejenak sebelum menyahut dengan ragu.
"Gadis?"
"Yara. Kau tidak lupa 'kan?" Aldrich yang tengah menatap keluar balkon segera menoleh menatap Ped dengan tajam.
"B-bukan kah Yara biasanya jam segini sedang melayani keperluan Tuan muda?" ujar Ped kembali menyahut dengan ragu-ragu.
Jantung pria paruh baya itu bergetar hebat sambil berpikir apakah sesuatu yang buruk sedang terjadi pada gadis malang itu.
"Periksa CCTV, dan temukan keberadaannya segera," perintah Aldrich yang langsung dituruti Ped.
Aldrich termenung dengan pikiran yang hanya ia seorang diri yang tahu. Tangannya menyentuh bibir yang ia gunakan untuk menyentuh seluruh tubuh gadis itu tadi malam. Ah, Aldrich harus meralat ucapannya tadi jika Yara bukan lagi seorang gadis melainkan wanita.
"Tuan, Yara sudah pergi meninggalkan istana tadi pagi-pagi sekali. Dia berhasil menyelinap melewati hutan samping sampai tidak di sadari pengawal."
Ped dengan napas terengah-engah melaporkan apa yang sudah ia lihat di cctv tadi, membuat Aldrich tanpa sadar mengepalkan tangannya erat.
"Perintah 30 agen untuk mencari keberadaannya, dan aku ingin dia ditemukan sebelum malam," perintah Aldrich tegas, membuat Ped bingung. Namun, pria paruh baya itu tidak ingin bertanya lebih lanjut mengapa Aldrich meminta menurunkan agen guna mencari gadis itu.
Meski penasaran namun Ped tetap bergerak memberi instruksi untuk 30 anggota agen mencari keberadaan Yara baik dalam penyamaran atau rupa aslinya.