Bab 2

1973 Kata
                            Tubuh atletis terbalut jas mahal buatan perancang busana terkenal melewati beberapa orang yang tengah menyibukkan diri dengan urusan mereka hingga tak menyadari kehadiran sesosok pria yang memiliki aura iblis lewat dengan penjagaan ketat.  Beberapa orang yang menyadari kehadiran rombongan tersebut tertegun ketika menatap pria dengan wajah tampan yang mampu menjungkir balikan dunia.  Pria berwajah iblis yang mampu memikat kaum wanita hanya dengan satu kali lirikan.  Pria bernama lengkap Aldrich Syegavano mengikuti langkah seorang pengawal yang membawanya menuju lantai dua di mana ia berjanji untuk bertemu dengan orang.  "Silakan, Tuan."  Pengawal berwajah tampan dengan ekspresi datar itu membuka pintu untuk Aldrich dan mempersilakannya masuk. Namun, Aldrich bergeming di depan pintu ketika mata tajamnya menatap ruangan dengan ekspresi jijik yang kentara saat alisnya berkerut.  Seolah mengerti dengan sifat tuan mudanya,  seorang pengawal yang berdiri di bagian samping kiri diikuti tiga pengawal lainnya bergegas masuk ke dalam lengkap dengan aura suram yang menguar dari tubuh mereka.  "Tuan, aku sudah menyiapkan ruangan untukmu."  Seorang pengawal lain melaporkan apa yang di butuhkan pria dengan aura dingin itu dengan hormat.  Aldrich tanpa melirik orang-orang yang tengah berpesta seks di dalam ruangan, melangkah ke arah ruangan lain yang pasti lebih steril dari ruangan sebelumnya.  Sementara pengawal Aldrich yang berada di dalam ruangan sebelumya mendekati dua orang pria yang tengah bergumul dengan beberapa wanita hiburan yang sengaja mereka pesan untuk menghibur Aldrich agar mau bekerja sama dengan mereka. Keduanya tampak kecewa ketika seorang pengawal Aldrich mengatakan jika bos mereka sudah menunggu di ruangan lain.  "Kalian harus mengganti pakaian yang kalian kenakan saat ini untuk bertemu dengan bos besar," ujar pengawal Aldrich bernama Sendro Albert atau sering di sapa Sen.  William, satu di antara kedua pria itu memutar bola matanya malas mendengar ucapan pengawal Aldirch. Pria itu berujar dengan nada tinggi,  "aku sudah mandi tadi dan dipastikan tidak akan ada kuman yang menempel di tubuhku!"  Sen melirik datar pada Will, kemudian tatapannya ia larikan pada wanita-wanita malam dengan pakaian seksi tengah duduk dan menatap para pengawal Aldrich lapar.  "Kalian berdua sudah menyentuh wanita-wanita ini," gumam Sen acuh tak acuh.  Sen menegakkan tubuhnya menatap Will dan Nilliam adik kandung Will dengan tatapan datar. Pria dengan tinggi 186 cm itu berujar,  "tuan akan menunggu kalian selama 5 menit. Jika kalian terlambat maka akan dipastikan kalian tidak akan bisa bertemu tuan muda lagi bahkan di dalam mimpi sekalipun."  Usai mengucapkan kalimat penuh ancaman itu, Sen dan beberapa orang pengawal lainnya keluar  dari ruangan. Mereka menunggu Will dan Nill untuk memastikan bahwa kedua kakak beradik ini mengganti seluruh pakaian dan membersihkan tubuh mereka sebelum bertemu dengan Tuan muda. Aldrich memang memiliki  mysophobia yang akan selalu melihat jijik pada hal-hal yang ia anggap kotor. Seperti contohnya tadi saat melihat para wanita yang bergumul dengan dua orang pria membuat Aldrich merasa mual. Lima menit kemudian Will dan Nill beserta para pengawal terlihat memasuki ruangan diiringi pengawalan ketat yang dilakukan anak buah Aldrich.  "Mr. Syega."  Nill melangkah maju berniat untuk menjabat tangan Aldrich sebelum akhirnya ia sudah lebih dulu di tahan oleh para pengawal.  "Tuan. Anda dilarang untuk mendekat."  Nill meringis malu akan penolakan yang diberikan pria besar itu terang-terangan. Namun, Nill tak ingin mengambil hati karena saat ini ia dan sang kakak membutuhkan bantuan dari pria ini.  "Katakan," perintah Aldrich dengan satu kata.  Kali ini Will melangkah sedikit kemudian membungkuk sekilas sebagai bentuk hormat pada pria yang tengah bersandar malas di kursi sembari menatapnya dengan pandangan tak berminat.  "Kami dua bersaudara. Aku dan Nill ingin meminjam tangan dinginmu untuk mengambil alih klan dari mafia barat."  Will menjelaskan dengan hati-hati sembari menatap Aldrich penuh harap.  "Apa yang akan kau janjikan?"  Aldrich memang tidak pernah berbasa-basi sehingga membuang waktunya sia-sia.  Sebagai ketua mafia, Aldrich memang dikenal sebagai pria bertangan dingin dengan hati sekeras batu. Tidak ada yang akan membuatnya bahagia selain bekerja dan menghasilkan uang banyak.  Hasilnya untuk apa?  Tentu saja akan digunakan Aldrich untuk mengumpulkan anak buah yang mau bekerja dengannya. Aldrich tidak akan takut jika anak buahnya berkhianat karena resiko besar akan di tanggung si pengkhianat.  Will dan Nill saling menatap. Dengan satu kali anggukan Nill, Will  menatap Aldrich dengan pasti sebelum menggumamkan beberapa kata yang akan menentukan masa depannya.  "Kami akan menyerahkan hidup kami untukmu, Tuan," kata Will tegas. "Serta kekayaan klan mafia barat akan dibagi dua denganmu, Tuan. Kami hanya tidak ingin klan yang sudah di dirikan oleh tetua kami di tangani oleh orang-orang  tidak bertanggungjawab."  Sebelah alis Aldrich terangkat naik. Kemudian sudut bibirnya meringkuk dengan seringaian iblis yang mampu membuat rambut para pengawal dan dua bersaudara berdiri tegap.  "Metode apa?"  Hanya dua kata yang diucapkan Aldrich membuat Will dan Nill tersenyum cerah. Namun, sebelum itu buru-buru Nill menjawab, "itu terserah padamu, Tuan. Kami hanya mengikuti perintah dan saran darimu."  Setidaknya klan barat tempat mereka dibesarkan adalah rumah mereka yang paling aman untuk berpulang. Namun, hal itu tidak berlaku lagi dari beberapa tahun yang lalu ketika klan justru di pimpin oleh orang lain dan membuat klan tersebut semakin merosot apalagi dengan penghasilan perbulan yang tidak mencapai target lagi.  "Ed, urus mereka."  Aldrich melambaikan tangannya kemudian berjalan keluar tanpa melirik atau menatap Will dan Nill yang masih terpaku di tempat.  Will menoleh menatap adiknya dengan kening mengernyit.  "Maksudnya dia menerima permintaan kita?" tanya Will bodoh.  "Tentu saja, Will." Nill tersenyum sebelum dengan gesit ia memeluk saudara laki-lakinya dengan erat. "Ah,  tidak sia-sia kita menunggu balasan dari Mr. Syega hingga 3 bulan!" pekik Nill keras, membuat Will tersenyum tak kalah lebarnya.  "Tentu, itu berkatku juga," sahut Will bangga membuat Nill mendengkus.                               **** Aldrich Syegavano atau sering di panggil Mr. Syega oleh klien melangkah masuk ke dalam istana besar miliknya yang terletak tak jauh dari pusat kota.  Langkah kakinya menggema di lorong membawa kesan angkuh dan angker pada orang-orang yang mendengar. Semua penghuni rumah yang terdiri dari 20 pengurus rumah tangga mungkin sudah tertidur dan hanya menyisakan puluhan pengawal yang menjaga keamanan istana.  Aldrich melangkah masuk ke dalam kamar yang terletak di lantai tiga, kemudian duduk di balik kursi kerja yang langsung menghadap pada pemandangan di luar.  Aldrich menjalani kehidupan sehari-hari dengan hampa tanpa gairah hidup yang membuatnya bersemangat. Pria itu mungkin masih memiliki orang-orang yang disebut keluarga, namun Aldrich tidak memiliki perasaan sentimentil itu. Bagi Aldrich selama ia memiliki uang maka semuanya akan berjalan mulus. Bahkan, dunia pun bisa ia genggam jika ia memiliki uang. Termenung dalam khayal membuat Aldrich tak menyadari kehadiran seseorang di dalam ruangan yang sudah menunggunya dari beberapa waktu yang lalu. Tangan orang itu melingkar di lehernya membuat Aldrich menarik tangan putih halus  dan membanting tubuh kurus itu  ke lantai. Tubuh lemah tak berdaya seorang wanita menabrak sofa panjang yang terletak di sebelah meja kerjanya.  "Auh!" Raungan kesakitan dari suara perempuan membuat wajah Aldrich yang memang sudah dingin semakin dingin.  Aldrich membalikkan tubuhnya  menatap tajam wanita yang mengenakan gaun merah setengah paha hampir memperlihatkan isi dalamannya. Aldrich mengangkat telepon yang terletak di atas meja kemudian menghubungi seseorang yang berada di luar.  "Kemari dan bawa sampah ini sejauh-jauhnya dari pandanganku." Aldrich berdesis dingin hingga membuat si penerima telepon dan wanita yang baru ia lempar bergetar ketakutan.  "Tuan, ku mohon jangan pecat aku. Aku melakukan hal ini karena aku menyukaimu."  Wanita cantik dengan rambut pirang itu segera berdiri dengan tubuh gemetaran dan wajah pucat pasi.  Aldrich tak menjawab tapi justru semakin mempertajam tatapannya membuat wanita itu dilanda perasaan takut yang muncul secara bertahap. Wanita itu menyesali keputusannya untuk menggoda pria iblis ini dengan harapan agar ia bisa mendapatkan pria tampan dan kaya serta bisa menikmati kekayaan yang di dapat. Namun,  nasib sial yang menimpanya. Bukan kenikmatan malam ini yang ia dapat tapi justru tatapan jijik dan pengusiran yang ia terima.  Tak lama berselang beberapa pengawal dengan pakaian lengkap serba hitam masuk ke dalam ruangan setelah mendapat instruksi Aldrich.  "Tuan," sapa seorang pengawal keamanan yang menjaga istana.  "Buang dia ke tengah laut dan pastikan pengawal yang memberinya izin masuk ke dalam kamarku tidak pernah diizinkan untuk menginjak kaki di istana ini." Aldrich memerintah dengan nada datar dan tatapan dingin.  "Baik, Tuan."  "Satu lagi." Aldrich melirik ruangannya dengan pandangan jijik. "Ganti semua perabotan di dalam ruangan ini dengan yang baru," perintahnya. Aldrich melepas jas yang ia kenakan, kemudian membuangnya ke dalam kotak sampah di dekatnya. Setelah itu ia keluar dari ruangan tanpa peduli dengan raungan tangisan gadis pelayan yang berusaha untuk menggodanya.  Aldrich melenggang pergi menyusuri koridor menuju lift yang berada di sudut ruangan. Tujuannya kali ini adalah tempat biasa ia termenung.  Ruangan istana di lantai 4 itu lebih luas dan hanya ada satu ruangan serta tidak ada yang diberi izin untuk menginjakkan kaki atau bahkan melihat pemandangan tempat ini.  Aldrich melewati kolam renang sebatas lutut orang dewasa yang berada di tengah ruangan. Pria itu berjalan ke kursi malas yang ia letakkan di samping kolam, kemudian duduk dengan kepala mendongak menatap langit melalui atap yang terbuat dari kaca hingga bisa memperlihatkan indahnya langit malam bertabur bintang. Ruangan luas yang sepi menghanyutkan Aldrich dalam lamunan. Pria tampan itu menatap bintang di langit dengan pandangan tak terbaca.  Aldrich merasa hidupnya terlalu monoton dengan melakukan itu-itu saja setiap hari sementara orang lain hidup untuk kebahagiaan.  Aldrich sendiri bingung untuk tujuan hidupnya yang sebenarnya. Ingin rasanya ia mati namun itu bukan pilihan yang bijak.  Menghela napas berat Aldrich mulai memejamkan matanya berharap meski dalam mimpi ia bisa menikmati kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan di dunia ini.  Harapan kecil Aldrich terkabul ketika ia bermimpi tentang sesosok gadis cantik dengan kulit bening  seputih salju tengah berdiri di antara bunga sakura yang bertaburan.  Pria tampan itu mengernyit ketika melihat ekspresi gadis itu yang terlihat murung membuat perasaan tak nyaman menderanya.  "Dia kenapa?" bisik Aldrich pada dirinya sendiri.  Aldrich menghela napas dan hanya bisa menatap sosok gadis dari kejauhan.  Rambut hitam panjang gadis itu bertebangan membuat Aldrich gatal ingin merapikan rambutnya. Andai saja ia memiliki kemampuan untuk mendekati sosok itu pasti tangan besarnya lah yang akan merapikan rambut nakal sang gadis.  Aldrich ingin mendekat, tapi entah mengapa kakinya tak bisa digerakkan. Aldrich mendesah frustrasi.  Pria muda itu tersentak ketika suara telepon di sakunya terdengar. Aldrich membuka matanya dan menatap langit cerah yang menunjukkan jika hari sudah pagi.  Bergegas tanpa mengangkat panggilan telepon, Aldrich melangkah ke sudut ruangan di mana letak kamar mandi berukuran lebar berada.  Yah, Aldrich akan menjalani aktivitas monoton seperti hari-hari biasa karena tidak ada yang istimewa baginya.  "Selamat pagi, Tuan."  "Semoga tuan panjang umur."  "Semoga tuan diberi kebahagiaan yang tak berhingga."  Senyum dingin Aldrich tersungging mendengar doa para pegawai di kantor ketika ia melewati pintu lobi diikuti sepuluh pengawal yang berdiri di sisinya.  Bagi Aldrich doa mereka hanya basa-basi demi menjilat padanya. Setiap pagi ia akan mendengar doa dan pujian dari para pegawai yang bahkan sampai saat ini tidak pernah terkabul.  Tanpa menjawab sapaan mereka, Aldrich melengos pergi memasuki lift khusus untuk dirinya diikuti Sen dan seorang pengawal lain. Sementara sisanya masuk ke dalam lift lain dan akan bertemu di lantai tempat Aldrich berada.  Lantai 23 merupakan lantai tempat Aldrich bekerja. Hanya ada satu ruangan saja di lantai ini. Pintu warna cokelat terbuat dari pohon mahoni dengan kualitas terbaik terbentang di hadapan Aldrich. Tanpa menggerakkan tangannya pintu dengan tinggi lebih dari 2 meter itu terbuka lebar membuat ia melangkah masuk dengan langkah angkuh yang menggema di dalam ruangan sepi.  Nella, sekretaris Aldrich berdiri di depan pintu tanpa bisa masuk. Wanita itu mulai membaca jadwal Aldrich untuk hari ini yang di dengarkan dengan seksama oleh Sen. Karena pria itu lah yang akan menyampaikan langsung jadwal hari ini pada Aldrich.  Aldrich memang tidak pernah mengizinkan siapa pun kecuali dua orang pengawalnya untuk masuk ke dalam ruangan untuk kepentingan apa pun.  Ada pun jika ia harus melakukan pertemuan dengan klien maka Aldrich harus membawa mereka ke ruangan lain yang terletak di lantai berbeda dengan tempatnya saat ini.  Aldrich terlalu perfeksionis sehingga membuat para bawahan tidak akan berani mendekat dengan jarak 2 meter. Hal tersebut berlaku pada wanita-wanita yang menyukainya tidak akan berani mendekat. Kecuali, mereka nekat mengambil risiko akan dilempar oleh pengawal Aldrich.  Hal tersebut sering terjadi dan tidak akan ada yang heran ketika melihat adegan wanita yang dilempar di hadapan mereka.  Aldrich dan mysophobia-nya terkadang membuat orang-orang berdecap dan menggeleng tak habis pikir dengan tingkah pria satu ini.  Bagaimana hidupnya akan bahagia jika ia saja tidak mengizinkan siapa pun untuk mendekatinya.  Aldrich dan kehidupan suramnya entah kapan akan bahagia atau tersenyum walau sedikit pada dunia? Mungkin nanti ketika ia menemukan arti kehidupan yang sesungguhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN