Nasehat Nenek

1067 Kata
"Assalamualaikum" Tok.....! Tok.....! Tok.....! Ketukan pintu aku ketuk ketika terlihat suasana rumah yang begitu sepi dan ucapan salam ku ucapkan saat masuk kedalam rumah. "Terdengar langkah kaki yang berteras kan papan dalam rumah karna rumah Nenek ku rumah panggung jadi di bawah nya rumah nenek terdapat ayam ayam kampung yang di pelihara oleh Nenek ku. Pintu pun terbuka dan nonghol lah wanita sekitaran usia 50 tahun menyambut kepulangan ku dan aku pun lalu mencium tangannya seraya mengajaknya untuk duduk karna ada yang mau di bicarakan. "Kami berdua pun duduk di ruangan tengah setelah Nenek sebelum nya ke dapur untuk membawa air minum dan memberikan kepada ku untuk di minum karna terlihat kelelahan oleh Nenek. "Nenek'' Neng Lulus dan dapat beasiswa Kuliah di kota jakarta'' Kata Mentari setelah Air minum nya Ia teguk habis' "Alhamdulillah" Nenek ikut Senang denger nya' Cucu ku'' jawab Nenek Khadijah seraya mengelus rambut cucu nya itu. "Tapi Nek Aku tak mau harus ninggalin kedua adik Aku dan Nenek'' lirih mentari dengan mata berkaca - kaca. "Nenek geleng geleng kepala seakan akan perkataan dari Cucu nya itu salah dan mulai menarik napas dalam-dalam untuk memberi nasehat kepada Cucu dari anak nya Lusiana anak tertua Khadijah yang hilang akibat tenggelam di danau waduk Jangari. "Cucuku yang cantik dan pinter, ada saat nya kita harus mengorbankan orang yang kita sayang agar impian itu berhasil, perpisahan bukan akhir untuk kesedihan tapi perpisahannya yang kau jalani adalah awal kebahagiaan yang tertunda oleh dirimu dan kedua adik adikmu. Cucuku Apakah kau hanya akan berdiam diri dengan kehidupan yang sekarang. Apakah kau tidak mau untuk melebarkan sayap mu pergi terbang keatas awan membawa Nenek dan adik adikmu untuk lebih baik dari keadaan yang sekarang. Cucuku kita boleh berharap, tapi tidak bermimpi kosong, cobalah untuk menjadikannya nyata Nak, walau tidak sempurna." Dan cinta Nenek itu seperti kehidupan ini, tanpa perlu engkau minta, tanpa perlu engkau, ia pasti datang dengan sendiri." Jangan terlalu mengharapkan keberuntungan, karena keberuntungan tidak akan datang kepada orang yang tidak mau berusaha."Jangan takut untuk membuat sebuah kesalahan. Tapi pastikan kamu tidak melakukan kesalahan yang sama dua kali." "Petuah dan nasehat dari Nenek nya Ia cerna dalam pikiran dan hatinya untuk di cerna dan di tanamkan dalam hatinya. "Obrolan panjang antara Nenek dan cucu nya pun tak terasa waktu pun semakin sore "Mentari pun beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan akan pergi bersama kedua adik Atas ajakan nenek nya entah mengapa nenek sangat rindu saat ini terhadap Lusiana untuk pergi ke Dermaga Jangari. Langit tak sepenuhnya jingga. Nenek membuang tatapan hampa. Aku dan kedua Adikku yang menatapnya iba, tapi Aku tak mampu menangis. #Plasback# Tiga tahun sebelum ibu di bawa oleh Pelakor dan Penghianat yang aku benci kedua nya. Entah kenapa, semenjak melihat bunda setiap hari menangis, air mataku tak bisa keluar. Bahkan saat Kak Bima pergi untuk selamanya, hanya aku saja yang tidak menangis. Mungkinkah aku memang diciptakan tanpa memiliki air mata? Aku sudah tidak tahan lagi melihat bunda seperti ini, aku harus bicara. Harus! Aku mencoba memberanikan diri mendekati Bunda “Bunda, sedang apa di sini?” Tanya Mentari. Aku duduk perlahan di sampingnya, ikut mencelupkan kaki ke dalam air. Bunda menoleh sekilas, tersenyum tipis. Senyum yang sangat aku rindukan. Bunda kemudian membuang pandangannya jauh, sangat jauh. “Bunda, aku ingat dulu saat aku kecil, belum lancar berjalan, hanya bisa merangkak saja, Bunda sering bercerita padaku tentang banyak hal selain dongeng pengantar tidur. meski Bunda menganggap aku tidak mengerti, tapi saat itu aku merekam setiap perkataan. Bunda. ” Ia sedikit terkejut, menoleh padaku kemudian melempar kembali pandangannya. “Ada satu nasihat yang sampai saat ini aku ingat. Dulu, Bunda sering mengucapkannya sambil mengusap kepalaku. Nak, jika kelak kau sudah besar nanti, jika kelak kau telah mencintai seseorang cintailah ia karena agamanya, karena ketaatannya, karena kecintaannya kepada Sang Pencipta, karena lelaki yang taat tidak akan tega menyakiti hatimu. Dulu, Bunda juga sering bilang kalimat itu berulang ulang ke adik bunda, saat tahu ada lelaki yang mengirim surat kepadanya. He-he-he.” Aku sengaja tertawa untuk mencairkan suasana. Kali ini aku melihat Bunda menunduk, memandangi kaki kami yang sempurna terendam air, satu titik air mata jatuh perlahan. Ia masih tetap diam. “Bunda, kami sudah tahu kalau Ayah telah menikah lagi, meski Ibu tak berani mengatakannya. Aku, Adikku Langit , dan Adik bontot Embun menangis di kamar ketika mendengar kabar itu. Kami bertiga telah berjanji, meski Ayah tak bersama kami lagi, kami wajib menjaga Bunda. Kami wajib membahagiakan Bunda. Kami wajib mempertahankan senyuman Bunda. "Ia mengusap pipinya yang telah basah. “Bunda, ada hal di dunia ini, yang memang ditakdirkan untuk tidak kita miliki. Ada juga yang ditakdirkan untuk kita miliki sementara, semata untuk memberikan pelajaran berharga. Semua sudah menjadi ketetapan-Nya. Besar kecilnya masalah yang menimpa kita, Tuhan pasti punya rencana terbaik di balik itu. Bukankah kata Bunda Tuhan Maha baik?” Ia menoleh, menatap mataku dalam perlahan mengusap pipiku. Aku memenjam kan mata, meresapi sentuhan tangannya yang benar-benar aku rindukan. “Nak, apakah Ibu terlalu lama meninggalkan kalian? Hingga Ibu tidak sadar kau telah tumbuh sedewasa ini, pemikiran mu tumbuh sebijak ini?” "Ia kembali menunduk. “Bunda, menangis lah di depanku. Tak mengapa, sesakit apa pun penderitaan yang Bunda rasakan, bagilah denganku. Ceritakan lah padaku. ” Ia menatapku nanar, air mata itu semakin deras tak terbendung. “Menangis lah Bun menangis lah dengan suara pilu sekali pun, keluarkanlah segala sesak di hati bunda Aku berjanji akan menjadi tempat terbaik untuk menampung sebanyak apa pun air matamu, Bunda. Kemudian tangisnya pecah, ia menangis sejadi - jadinya. Aku memeluknya sangat erat. Menikmati irama tangisnya yang terdengar pilu. Sampai malam bertamu, bulan bundar sempurna bergantung di langit, Bunda belum juga menyelesaikan tangisnya. bunda yang selalu berpura-pura kuat di depan kami, menyimpan segala kepedihannya sendiri. Akhirnya memuntahkan segala sesak di dadanya. "Hari ini aku bangga pada diriku, aku telah berhasil membuat Bunda menangis di depanku. Aku telah berhasil meyakinkan wanita yang telah melahirkan ku bahwa perempuan tak sepenuhnya mesti tegar ada saat perempuan bisa menumpahkan segala kekecewaannya lewat air mata. Perempuan menangis bukan karena ia lemah, tapi menandakan betapa tegarnya dia. Perlahan isaknya semakin mereda, kecil kemudian tak terdengar. Di bawah rembulan yang sempurna, ia memegang tanganku erat. “Nak, berjanjilah untuk tetap kuat, tak peduli sesulit apa pun kehidupan, tetaplah menjadi kuat. Kau tetap harus bersinar mentari seperti nama mu" lirih bunda. “Dan Bunda harus tetap bercahaya agar sinar mentari tak redup bunda” Aku membalasnya. bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN