Dendam Suryana

1006 Kata
Obrolan masih berlanjut antara dua lelaki yang berbeda usia yang satu lelaki tua bernama Suryana usia nya sudah menginjak 56 tahun sedangkan pemuda yang baru di angkat menjadi guru dan bernama Muhammad Ishaq Adjo baru berusia 23 tahun. Pihak Sekolah ingin mereka naik kelas agar tidak merepotkan. Padahal di sisi lain, pihak sekolah tahu, saya tidak akan memberikan hak kepada mereka tapi dengan keterpaksaan dan ketakutan mereka kepada orang kampung sini mau tidak mau harus naik kelas. Untuk mengajar juga Saya tidak datang jika turun hujan, atau pun saat rematik saya kambuh. Paling dalam seminggu, saya hanya bisa datang tiga atau empat kali. Tapi, yah begitulah, sekolah memaksa agar mereka naik kelas dan lulus.” Kata Suryana Ishaq mengangguk, mungkin saja dalam hatinya sedang mencaci, hanya saja tidak tega karena kasihan melihat pria tua ini batin Suryana dalam hatinya. “Tapi kau bisa mengandalkan Nina dia murid paling pintar. Dia ketua kelas yang akan membantumu, walau tidak akan menjawab apa pun pertanyaan mu karena sangat pendiam.” kata nya Suryana lagi “Aku akan mencoba berkomunikasi dengan baik, Pak.” jawab Ishaq “Jangan terlalu dekat, dia anak tunggal Cenayang. Jika bapaknya marah bisa gawat kau.” Ha-ha- ha " kata lelaki tua dengan senyuman meledek dan membaca raut ketakutan dari wajah pemuda tampan hidung mancung yang mungkin bukan orang Indonesia. "Lelaki itu menambahkan lagi perkataan. “Iya, bapaknya orang paling sakti di tempat itu. Mudah baginya membuat seseorang yang tidak suka bahkan benci menjadi jatuh cinta setengah mati, dia juga bisa membuat orang lumpuh tiba-tiba, muntah darah, atau mati mendadak.” “Aku akan berhati-hati, Pak,” ucapnya spontan. pemuda ini menyembunyikan dengan baik ketakutannya. “Saya mau minta tolong tentang hal yang berhubungan dengan yang bernama Nina padamu,” seraya menggeser posisi duduk nya mendekat pada pemuda tampan itu. “Kau tahu? Putri Cenayang yang tak pernah berbicara itu, dia memberikan sebuah surat kepada saya.” “Surat?” balas nya singkat pemuda itu “Iya, surat'' Jawab Suryana singkat.! *** Pak Guru, Papa ingin saya menjadi Cenayang. Ilmu dan mahluk halus pendampingnya akan diberikan kepada saya dalam waktu dekat. Tapi, saya ingin bersekolah tinggi. Pak Tolong. Lelaki tua itu membiarkan kepada Ishaq menatap surat itu beberapa menit. Raut wajahnya bingung. Seperti dugaan lelaki tua itu, anak kota memang tidak mengerti hal seperti ini. Suryana pun menjelaskan pelan-pelan tentang pentingnya keberadaan Cenayang di kampung yang jauh dari kota. Dia tak boleh meninggalkan desa, karena masyarakat di sana akan selalu meminta petuah Cenayang dalam memutuskan hal-hal penting, bahkan ada yang meminta diberkati dengan air doa dari Dukun sakti setiap harinya. Oleh karena itulah Cenayang wajib tinggal di tengah-tengah penduduk selamanya, Selama dia memiliki ilmu. Nina akan segera menjadi penerus dan mungkin dalam waktu dekat Ini. lelaki tua bernama Suryana menjelaskan nya. Berarti dia tidak bisa meninggalkan tempat tinggalnya" Tanya Ishaq Walaupun dia bisa melakukan itu, orang tuanya pasti akan menghalanginya Nina ingin bersekolah tinggi, sesuatu yang tak akan pernah dia dapatkan selama dia masih tinggal di tempat terpencil itu. Nina, calon Dukun sakti selanjutnya, waktu itu dia diam-diam menyelipkan sebuah surat di buku daftar hadir saya. Surat yang diakhiri kata tolong dengan huruf kapital. Sejak beberapa bulan lalu saya yakin, setiap kali memutarkan film di laptop yang meng gambarkan kemajuan perkotaan pelan pelan akan memengaruhi cara pandang mereka, walaupun hanya sedikit. Saya ingat Nina selalu saja menjadi yang paling antusias. Ah... Nina memang yang terbaik dibandingkan murid lain di kelas tidak akan sulit bagi saya mencarikan SMP di perkotaan untuk Nina. Gaji saya juga cukup jika hanya membiayai kehidupan seorang anak. Nina harus bebas! Pergi jauh dari pelosok itu dan menjadi apapun yang dia sukai, bahkan jika itu berarti dia harus meninggalkan orang tua yang mengungkungnya. “Bapak ingin membantu Nina lari dari rumah?” Tanya Ishaq “Tidak, bukan seperti itu. Saya tidak akan melakukan hal langsung yang berisiko" Jawab Suryana. Ishaq diam, menunggu penjelasan lelaki tua yang bernama Suryana. “Biarkan Nina menyelesaikan sekolahnya di kampung ini. Saya akan menitipkan buku buku bagus untuk dia belajar, dan beberapa buku motivasi, serta beberapa surat untuk menguatkan tekadnya" Sahut Suryana. "Saya akan menitipkan surat dan buku buku lewat kamu." pinta lelaki tua itu. “Menitipkan lewat saya?” kaget Ishaq “Iya. Itu tugasmu.” balas singkat Suryana. “Lalu?” Ishaq bingung tak mengerti. “Tidak ada, kata bingung kita hanya perlu menunggu'' sahut Suryana. "Ishaq hanya mengusap Dagu nya dan bergeming. Saya berani bertaruh, dia akan datang sendiri ke rumah ini setelah Ujian Nasional dan itu tidak lama lagi. Ucap Suryana yakin. “Iya, Pak.” balas Ishaq tak mau ambil pusing. “Oh iya...sebelum ke sana besok pagi, jika kau ingin berak, keluarkan semuanya di sini. Kau tidak akan menemukan tempat yang layak membuang kotoranmu di sana. Kecuali jika kau ingin berak di samping pohon besar, lalu membungkus kotoranmu dan melemparnya ke bawah bukit." kata Suryana memberi tahukan kondisi nya. “Wah... serius, Pak?” lelaki tua itu mengangguk dan beranjak ke kamar. Ishaq hanya terbengong setelah mendengar cerita dari lelaki yang di hadapannya dan sekaligus kepala sekolah yang jauh dari kota maupun penduduk yang sudah mengikuti alur zaman nya. Dia pun beranjak menuju kamar nya untuk sekedar beristirahat sebentar meregang kan badannya dan menjulurkan kaki nya di ranjang kayu yang tidak jauh dari tempat dia mengobrol. Sementara di kamar lelaki tua yang bernama Suryana itu kedatangan perempuan yang selama ini meninggal kan dirinya. Oh Tuhan. Perempuan itu kembali lagi. Tiba tiba mengetuk jendela kamar dan memohon menemui nya di kebun gelap belakang rumah ini. “Kau mengagetkan saya?” hampir saja saya tersedak tenggorokan yang sedang minum Ini Mukjizat! Kenapa dia datang dan menemui saya setelah berpuluh-puluh tahun berpura-pura lupa dan meninggalkan saya waktu itu? Dia bergeming, diam membisu tampa berkata satu kata pun. Tapi saya sudah mengenal nya, dia sedang menangis dalam diam nya Saya biarkan dia. Tak ada yang lebih menyakitkan dari tangis yang tak bersuara. “Saya tidak lupa dan tidak meninggalkan dirimu Saya di santet saya di guna guna'' jawab perempuan yang mengetuk jendela kamar suryana. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN