Obrolan guru senior vs guru junior

1017 Kata
Rumah bagai kan istana itu menggelegar bagaikan suara petir yang begitu keras saat lelaki tua itu merintih kesakitan mungkin kah itu siksaan atau pun sakaratul maut datang menjemput nya Aku tidak ingin mati,” jeritnya makin meninggi dan menjadi-jadi. Benar-benar ia seperti orang yang menghadapi kematian. Moch Adjo sekarat. Napasnya terengah-engah. Makin berat dan menusuk jantungnya. Dalam kekalutan dan kepanikan yang maha dahsyat itu, sang dukun mengambil kemenyan lalu melemparkan ke segala penjuru punggung lelaki yang sedang di obati nya. Tiba-tiba hening. Moch Adjo tidak bergerak lagi. "Sang dukun itu pun menghampiri Asisten kepercayaan Moch Adjo dan mengajak nya untuk berbicara empat mata. Mereka berdua pun berlalu ke satu ruangan yang kedap suara dan tidak ada orang yang bisa mendengar nya. "Sang Dukun pun memberitahu kan kepada Asisten setelah Tuan nya siuman segera untuk menulis wasiat nya karna dari penglihatan nya dia tidak akan lama lagi hidup di dunia nya. "Asisten dari Moch Adjo tidak mau menyela setiap ucapan dari dukun itu sampai selesai. "Baiklah Akan saya usahakan dan saya bujuk, karna Tuan nya itu sangat keras kepala' Tutur Asisten Moch Adjo. "Sementara Di Indonesia tepatnya di Serang Banten. Seorang Guru usia 50 tahun sedang mengajar kepada murid kelas 12 dan bertanya kepada seluruh murid ada dalam ruangan kelas. "Anak Anak cita cita nya mau jadi apa,?" Tanya. Seorang lelaki tua yang sedang duduk di meja depan. “Cita-cita saya jadi dukun, Pak Guru.” kata salah satu dari puluhan murid nya. Di kota tempat lelaki itu mengajar, bahwa hal seperti itu masih ada yang mau jadi dukun. Enam bulan lalu, seminggu setelah istri saya meninggal saya dipindahkan di tempat yang penuh dengan gedung gedung tinggi rumah rumah mewah dan hilir mudik orang orang yang berjalan. Kota itu tidak menandakan ada nya malam atau siang menurut ku sama saja. Ah.....!...Tuhan memang suka sekali bermain main dengan kehidupan saya sejak dulu. Bapak Tua yang rematiknya sering sekali kambuh ini. Suatu hari dalam sebuah rapat sekolah, lelaki tua ini diputuskan menjadi kepala sekolah yang jauh dari hiruk pikuk kota. Sial batin hati nya menggerutu Tidak di pecat tapi pindah mengajar menjadi kepala sekolah yang asing bagi dirinya. Berarti sekolah tersebut memang benar-benar jauh. Warga di desa ini, membagi dua bagian desa dengan keterangan desa bawah dan desa atas. Desa bawah adalah setengah bagian desa yang berada di bawah gunung. Desa atas adalah setengah bagian desa lagi yang terletak di atas gunung terjal, di situlah tempat saya berada, benar-benar jauh di atas pegunungan. Saya tahu semua hal itu masih ada. Bayangkan, pemukiman terpencil tanpa listrik, lalu orang tua murid yang marah marah karena anaknya lebih suka belajar di kelas saya daripada menjaga sapi atau ladang jagungnya dari serangan monyet. Tempat itu dihuni oleh 40 kepala keluarga tanpa bangunan toilet satu pun. Para siswa sekolah dasarnya mempunyai cita-cita menjadi dukun. Tepat di tengah tempat seperti itulah saya mengajar dan saya berada Sebuah kelas berdinding papan beratap rumbia, isinya sepuluh orang murid kelas satu, dan delapan murid kelas empat, tiga murid kelas lima dan tujuh murid kelas enam yang semuanya harus saya ajar bersamaan dalam satu tempat dan waktu yang sama . Saya telah menyaksikan sendiri, bahwa semua hal seperti itu benar-benar masih ada saat ini. Di zaman modern ini. 5 tahun telah berlalu. Kini ada Ishaq yang akan menggantikan ku. “Tenanglah, saya yakin kau akan betah dengan murid-murid itu. Mungkin di awal kau butuh sedikit menyesuaikan dengan pola pikir mereka. ” Aku berusaha meyakinkan anak muda itu yang baru terangkat menjadi guru. Sejak tadi, dia hanya mengaduk-aduk cangkir kopi tanpa meminumnya sama sekali. “Aku gugup, Pak, ini pengalaman pertamaku mengajar setelah lulus sarjana. kata Ishaq dengan kegugupan nya. "Dulu bapa waktu bapa pertama mengajar sama kaya kamu Nak gugup keringat dingin" jawab lelaki tua itu. Pemuda itu membolak-balik daftar hadir murid yang baru saja lelaki itu berikan. "Nak Ishaq di hari pertama saya mengajar, saya pernah bertanya pada mereka, apa cita-cita mereka.” Ishaq menutup daftar hadir itu, mulai antusias dengan cerita lelaki tua yang ada di hadapannya. “Seorang siswa kelas enam spontan menjawab, saya ingin jadi dukun, Pak Guru!” Ishaq tertawa kecil, tidak sampai bersuara tapi giginya hampir terlihat semuanya. “Awalnya saya pikir dia bercanda, tapi beberapa detik setelah anak itu bicara, anak lain dengan antusias berebutan mengucap hal yang sama. Dengan sorot mata berbinar yang sama. Saya pun mengerti, mereka sedang tidak bercanda. Sejak saat itu saya juga tahu, tidak akan mudah memahami isi kepala mereka.” “Mereka sungguh-sungguh ingin menjadi dukun?” menjadi Cenayang, dukun yang paling sakti. kata lelaki yang bernama Suryana. Iya tentu saja. Mereka tidak sedang bercanda.” Ishaq menjawab seraya langsung meneguk kopinya sampai tandas. Siapa pun yang belum pernah ke daerah tempat saya berada dan mengajar pasti akan sulit percaya dengan cerita ini. Namun jika seseorang pernah berkunjung ke tempat itu walau sekali saja, mereka akan menganggap tidak ada yang salah dengan cita-cita mereka. Menjadi dukun adalah profesi paling menjanjikan di lingkungan masyarakat di kampung ini tidak perlu ijazah, hanya cukup bermodal mantra, air, dan ilmu sihir yang manjur tentunya. Saat ini, satu-satunya Cenayang di tempat itu hidup berkecukupan. Dia pemilik semua ladang jagung di sana bahkan punya lima orang istri. Dalam pikiran anak didik saya, menjadi dukun berarti menjadi orang paling kaya di kampung. Siapa yang tidak ingin menjadi kaya? ketika itu saya ingat, ada seorang gadis pendiam yang tidak menjawab pertanyaan saya saat itu. Nina namannya. Entah dia tidak ingin menjadi dukun atau dia terlalu pemalu untuk sekadar mengungkapkan cita citanya Namun, setelah lima bulan mengenalnya, dia tetap saja anak yang sangat pendiam jika saja dia memiliki cita cita yang berbeda dari semua teman temannya, itu akan sangat mengejutkan saya, karena dia adalah anak tunggal dukun paling sakti kampung ini, sosok yang diimpikan semua murid. “Kau harus sabar jika diminta menjelaskan hal yang sama sampai tiga atau empat kali. Rata-rata mereka butuh waktu lebih lama untuk mengerti.” “Tapi kemarin aku lihat hasil rapor mereka bagus, Pak.Tanya Ishaq menyela cerita nya Saya malu menjelaskan ini, tapi ah....! biarlah. Saya mengarang semua nilai rapor mereka, karena permintaan pihak sekolah" jawab lelaki tua itu. bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN