Hujan semalam menyisakan genangan kecil di halaman kampus. Pagi itu, udara masih lembap dengan aroma tanah basah, dan dedaunan berkilau terkena sisa embun. Alika berdiri di depan gedung fakultas hukum dengan ransel di punggungnya, wajahnya tampak lebih tenang dari biasanya, meski di dalam dadanya bergemuruh seperti badai. Hari ini ia sudah menyiapkan rencana yang, jika gagal, bisa membuatnya lebih sulit lagi untuk keluar dari cengkeraman Rayven. Tapi jika berhasil, ini akan jadi langkah pertama menuju kebebasan—atau setidaknya, menuju Nathaniel. Ia menarik napas panjang, lalu menatap ke arah pengawal Rayven yang berdiri tak jauh dari pintu gerbang kampus. Dua orang, berbadan tegap, mengenakan kemeja gelap dengan tatapan waspada. Mereka ditugasi hanya satu hal: memastikan Alika tidak kabur

