11 : Tiba-tiba?!

1393 Kata
"Soal kalimat gue semalam, lupain aja, gue bercanda." Ponsel yang sedang digenggam Raka langsung terjatuh, lalu Aksa tersedak nasi goreng yang sedang disantapnya. Keduanya saling lempar pandang sebelum menatap Barga yang baru saja menarik kursi dapur untuk duduk. Barga yang menyadari tatapan itu langsung menoleh, dia menghela napas pelan lalu berkata lagi, "atau nggak, anggep aja gue lagi kesurupan." "UHUK!" "ASTAGA!" Raka berteriak keras ke arah Aksa, adiknya itu baru saja batuk dan entah sengaja atau tidak, nasi goreng yang masih ada dimulutnya menyembur mengenai wajah Raka. Laki-laki itu langsung beranjak menuju wastafel untuk membasuh wajahnya dengan air, untung saja dia adik kembarnya, kalau tidak Raka akan menyemburnya kembali dengan air minum, seperti mbah dukun baca mantra. Tapi, tentu saja itu tidak akan terjadi, Raka tidak siap terkena amuk Mama Sera. Merasa bahwa kedua adiknya sudah mendengar apa yang ingin dia katakan, Barga segera beranjak pergi namun suara Raka lebih dulu menahannya untuk tetap duduk. Raka berbalik, bersender pada kusen dapur, lalu menatap Barga secara terang-terangan. "Kayaknya lo kesurupan pagi ini deh, bukan tadi malam." Barga berdecak, "apa maksud lo?" "Abang, dengar, ya, gue tau banget lo tipe orang yang nggak pernah narik omongan lo lagi. Sekali lo bilang A, ya, berarti kenyataannya emang A. Beda lagi kalo lo bilang B, udah pasti faktanya B. Jadi, karena semalam lo nyuruh gue sama Aksa buat bersaing sama lo, berarti udah sangat jelas kalo lo suka sama Nana." Ketahuilah, walaupun Raka itu anak tengah, tapi terkadang dia punya pemikiran lebih dewasa daripada dua saudara kembarnya yang lain. Raka selalu bisa menyelesaikan masalah yang terjadi di keluarganya, berbeda dengan Barga yang sedikit sulit mengatur emosi, sehingga dia akan memperburuk suasana, bukannya memperbaikinya. "Gue nggak suka Bila." "Lah, masih mau nyangkal juga?!" Raka jadi gemas sendiri, Abangnya ini terlalu gengsi atau apa sebenarnya? Aksa yang sedari tadi menyimak ikut angkat bicara, "gue udah lama tau sih kalo lo suka sama Nabil, tapi gue diem aja, gue nunggu lo sendiri yang bilang ke kita." Ingat ketika Aksa memergoki Barga berdiri disalah satu pilar ketika Nabila sedang olahraga? Sebagai seorang ketua OSIS, Aksa sedikit dituntut untuk memiliki tanggap yang cepat, maka dari itu dia sangat mengerti apa yang Barga lakukan disana. Dugaannya semakin kuat jika dikaitkan dengan Barga yang sering membantu Nabila dari kelakuan Zinde. "Gue bilang, gue nggak suka─" "Mau nyangkal?! Gue sunat lagi lo pake garpu!" Raka tiba-tiba mendekat dan menodongkan garpu kearah Barga. Barga menatap udara kosong, pikirannya melayang jauh. Dia sudah memikirkan ini semalaman, merasa bodoh karena kelepasan saat bicara ingin bersaing bersama dengan kedua adiknya. Barga tahu, itu semua tidak mungkin. Dia punya alasan kuat kenapa menarik kembali ucapannya, bagi Barga alasan ini penting untuk hubungannya bersama dua saudaranya. Barga bangkit, membuat kursi yang didudukinya terdorong kebelakang dan menimbulkan bunyi berdecit pelan. "Gue takut, suatu saat kita bakal ribut, cuma karena kita jatuh cinta sama satu gadis yang sama." ### Seperti biasa, Nabila akan selalu datang pagi kesekolah. Biasanya untuk membaca sebentar materi yang akan dipelajari nanti, atau tidur beberapa menit karena malamnya dia belajar hingga larut. Biasanya juga, Raka akan menjadi orang paling setia yang juga datang pagi untuk menemaninya. Laki-laki itu akan datang paling lama lima menit dari ketika Nabila sampai. Tapi alih-alih menemukan Raka, Nabila malah melihat Barga. Ketika langkah kakinya baru saja memasuki pagar SMA 1, bersamaan dengan itu pula, Barga melesat masuk dengan motornya. Kebetulan sekali. Nabila terlalu penasaran dengan apa yang kemarin laki-laki itu bicarakan kepada Ayahnya. Karena usai kejadian itu, baik Barga maupun Daniel langsung pamit pulang, dan tadi pagi, Ayahnya tidak membicarakan hal-hal seputar Barga, Ayahnya hanya bersikap seperti biasa seolah pembicaraannya dengan Barga tidak pernah terjadi. Dengan segala perlakuan itu, Nabila hanya bisa mempertanyakan satu hal. Apa Barga memilih untuk menjauhinya? Nabila tampak berpikir sebentar sambil memperhatikan Barga yang sedang memarkirkan motornya, ketika laki-laki itu mulai berjalan, Nabila malah berlari mendekatinya. "Barga!" Panggilnya. Ini adalah pertama kalinya Nabila memanggil Barga ketika disekolah. Barga berbalik dan Nabila sudah berada di hadapannya, napas gadis itu tersenggal tak beraturan karena habis berlari. Nabila sudah menguatkan hatinya jika respon Barga jauh dari ekspektasinya, tapi Nabila justru dibuat terperangah ketika laki-laki itu justru tersenyum tipis lalu balik menyapa pelan. "Selamat pagi, Bila." Tangan Nabila refleks terangkat untuk menyentuh bagian dimana letak jantungnya berada, ada yang salah, apa ini efek dari larinya yang terlalu kebut atau memang karena sapaan Barga barusan? Kenapa detak jantungnya mendadak sulit dikondisikan?! "Gue mau tanya!" Gadis itu mengabaikan sapaan Barga lalu berbicara kelewat cepat, Barga sampai menaikkan salah satu alisnya melihat pergerakan gelisah dari Nabila yang terlihat...salah tingkah? "Apa yang kemarin lo omongin sama Ayah gue?" Nabila bertanya, dia tidak bisa lagi berbasa-basi, sedangkan kepalanya terus saja meminta penjelasan. "Apa aja yang bisa diomongin," sahut Barga enteng. "Yang serius ngomongnya! Jangan bercanda!" Barga tersenyum miring. "Lo mau gue seriusin?" tanyanya pelan, "nanti ya, tunggu gue sukses dulu," sambung Barga lagi. "Gue nggak minta diseriusin dalam hal itu!" "Iya, tenang aja, lima atau tujuh tahun lagi pasti gue seriusin." Nabila menggeram kesal, mengabaikan lagi kalimat aneh yang terlontar dari mulut Barga. "Tentang pilihan itu, jangan bilang lo berhenti balapan?" tanya Nabila ragu-ragu. Tanpa berpikir, Barga kembali menjawab. "Nggak." Nabila tercekat, berarti benar Barga memilih untuk menjauh darinya? "Berarti ... lo pilih menjauh?" Barga mengambil satu langkah lebih dekat kearah Nabila, "em-hm," gumamnya pelan seraya tersenyum miring. Jarak mereka masih terbilang tidak terlalu dekat, jadi Nabila tidak mempermasalahkan langkah Barga tadi, dia hanya bingung dengan gumaman laki-laki itu. "Jadi bener, lo mau menjauh dari gue?" Barga mengambil satu langkah lagi, kali ini lebih lebar, sehingga menciptakan jarak yang amat tipis antara dirinya dengan Nabila. Gadis itu langsung tercekat dan refleks ingin mundur sebelum genggaman tangan Barga menahan lengannya. Salah satu sudut bibir Barga tertarik, matanya menatap lurus pada manik mata Nabila. "Seperti yang lo lihat, gue menjauh." Sungguh! Ucapan dan pergerakan laki-laki itu tidak singkron sama sekali! Nabila mengalihkan tatapannya, tidak bisa berlama-lama saling tatap dengan Barga seperti itu, "A-apa sih ... gu-gue nggak ngerti." "Nanti juga lo ngerti." Barga melepaskan cekalan tangannya ketika melihat mobil Raka memasuki pekarangan sekolah, sebelum pergi meninggalkan Nabila dengan segala tanda tanya, laki-laki itu menyempatkan diri untuk melempar senyum, yang lagi-lagi membuat Nabila terperangah. ### Kringg! "Nab, lo sakit lagi?" Lalisa bertanya, ketika Nabila sudah menegakkan tubuhnya, gadis itu tertidur didalam kelas, ah, tidak. Nabila hanya memejamkan matanya seraya memikirkan semua kalimat yang Barga ucapkan tadi, dia tidak benar-benar tertidur. "Nab?" Lalisa memanggil lagi. "Hah?" "Lo sakit lagi?" "Gue?" Nabila menunjuk dirinya sendiri, "nggak kok." Dia lantas menggeleng cepat. Lalisa mengernyit, "lo kenapa sih? Kayak orang bingung tau nggak." Memang, Nabila memang sedang bingung sekarang. Nabila yang terlalu bodoh atau Barga yang sedang aneh sebenarnya? Sekuat apapun Nabila berfikir tentang apa yang terjadi tadi pagi, Nabila tetap tidak menemukan jawabannya. Jawaban Barga ingin menjauh, namun pergerakannya justru mendekat, membuat Nabila pusing. ‘Seperti yang lo lihat, gue menjauh.’ Kalimat Barga serta bayangan laki-laki itu yang mengambil satu langkah mendekat kearahnya, kembali terngiang di kepala Nabila, membuat gadis itu semakin bingung. Padahal biasanya perempuan yang suka pake kode-kode kayak gitu, tapi kenapa sekarang justru laki-laki? "Sa, gue mau tanya deh." Lalisa yang sedang fokus pada ponselnya langsung menoleh kearah Nabila, "apa?" "Menurut lo, kalo ada cowok yang omongannya berbanding terbalik sama perbuatannya, itu maksudnya apa?" Lalisa tampak berfikir sebentar sebelum kembali menatap Nabila dengan sorot memelas. "Gue nggak ngerti lo ngomong apa," katanya mendramatisir. "Gini loh." Nabila memutar tubuhnya untuk menatap Lalisa serius. "Kalo ada cowok yang bilang sama lo mau ngejauh, tapi nyatanya pergerakan dia itu malah mendekat, itu maksudnya apa?" "Gue sebenernya belum pernah sih ngerasa kayak gitu, cuma menurut gue, apa dia lagi cari perhatian lo gitu? Gini gini maksud gue, dia pingin cari perhatian lo dengan cara yang berbeda. Gue rasa bukan cuma omongan dia aja, tapi omongan lo juga. Jadi, kalo seandainya lo ngelarang dia buat makan mie, ini misalnya loh ya, dia bakal tetep makan biar lo perhatiin dia dan nyuruh dia berhenti gitu. Lo ngerti nggak sih maksud gue?" Lalisa kesal melihat wajah bingung yang kentara sekali ditunjukkan oleh Nabila. Jangan salahkan Nabila yang terlalu kolot dalam masalah asmara, walaupun banyak laki-laki yang mengaguminya, baik secara terang-terangan ataupun diam-diam, tapi tidak pernah ada yang berhasil merebut hati gadis itu. Dia terlalu menutup hatinya hingga belum pernah pacaran sampai sekarang. Nabila mau, hanya saja tidak sekarang. Jadi wajar saja jika dia tidak mengerti dengan apa yang Lalisa ucapkan. "Gini loh Nabila-ku sayang, bisa gue bilang kalo cowok itu suk─” Brak! Lalisa dan Nabila sontak menoleh kesamping kanan mereka, Raka berdiri disana dan dibelakangnya ada sebuah bangku yang jatuh. Semua pasang mata yang ada dikelas menatap kearah laki-laki itu dengan tatapan heran, namun rasa heran itu berganti menjadi keterkejutan yang luar biasa, ketika Raka melangkah mendekat kearah Nabila, lalu mempertanyakan sesuatu yang mampu membuat fans-fans Jihoon menjerit histeris. "Nana, jadi pacar Raka, mau, ya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN