62 : Harapan

1249 Kata
            Bicara soal harapan, dulu Zinde sudah pernah menyerah untuk percaya pada satu kata tersebut, menurutnya harapan itu tidak ada. Terbukti dengan Raka yang tidak pernah meliriknya sewaktu dia yang bahkan sudah berusaha mencari perhatiannya berulang kali, ataupun harapan untuk mengalahkan Nabila dalam segala hal.             Tapi untungnya jika bicara soal urusan keluarga, Zinde tak pernah merasa kekurangan suatu hal apapun dan dia tidak pernah dituntut untuk melakukan apapun karena Zinde sudah terlahir sebagai gadis yang keluarganya mau. Cantik dan pintar. Harapan itu seperti sebuah bom yang kadangkala tidak tau kapan akan meledak, mereka memupuk sedikit demi sedikit apa itu yang dinamakan sebuah harapan kecil sampai akhirnya harapan itu menjadi besar dan berubah menjadi sebuah obsesi. Zinde tak suka itu, karena harapan akan membuatnya lemah maka Zinde tak pernah mau berhara lebih. Untuk kasus Raka pun Zinde tak pernah menaruh harapan yang terlalu berlebihan, dia melakukan semua hal untuk Raka atas dasar sebuah kesempatan, dia percaya kalau masih ada kesempatan untuknya bersama Raka dan ternyata kesempatan itu memang benar-benar ada. “Zinde, jangan tegang gitu kamu, tenang aja.” “Iya, tenang aja. Aku sama Papa pasti bakal usahain yang terbaik kok buat ngebatalin perjodohan kamu sama Lucas, kamu tenang aja.” Suara Daniel dan Raka menginterupsi lamunan Zinde untuk kembali sadar ke dunianya saat ini, dia lupa kalau sekarang masih berada di salah satu restoran dan hendak makan siang bersama Ayah dan anak di depannya itu. Zinde bahkan tak tau harus berkata apa selain kata terima kasih karena keduanya benar-benar sudah berjasa membantunya seperti ini. “Om, Raka, makasih banyak ya. Aku nggak tau harus bilang apa lagi selain kata terima kasih.” Zinde tersenyum lembut, berusaha menahan laju air matanya yang berdesakan meminta keluar, dia tidak boleh menangis. Zinde hanya tak mengira kalau Raka akan benar-benar memperjuangkannya seperti ini, karena alasan utama Zinde tak bercerita sebelumnya adalah karena dia takut kalau Raka akan langsung meninggalkannya ketika Zinde menceritakan yang sebenarnya dan Zinde tak mau itu terjadi. Zinde juga sudah mencoba sebaik mungkin untuk bicara dengan Papanya, membatalkan perjodohan itu dengan seluruh cara yang dia bisa namun hasilnya akan tetap nihil, Papanya tidak pernah mau mendengarkannya. Tapi di hari ini bahkan Zinde melihat ada yang lain dari Papanya setelah selesai bicara dengan Ayah Raka, yang tidak pernah Zinde lihat sebelumnya ketika dia berusaha mencoba meyakinkan Papanya. Entah apa itu tapi Zinde yakin bahwa itu adalah sesuatu yang baik. Untuk kali ini saja, tidak apa-apa kan jika dia berharap? “Zinde, saya ‘kan sudah pernah bilang sama kamu jangan panggil saya Om tapi Papa, kamu nih gimana sih saya udah bela-belain dateng ke sini buat bantu batalin perjodohan kamu tapi masa manggilnya masih sama aja.” “Papa, ih! Kebiasaan banget deh jangan suka gitu sama Zinde. Kalo dia nggak mau ya biarin aja jangan dipaksa.” Zinde tak menghiraukan ucapan Raka, karena kondisi hatinya saat ini sedang baik dan dia juga ingin membuat Daniel senang maka Zinde tak perlu pikir panjang hanya untuk menjawab. “Hehe, iya Papa Daniel, sekali lagi makasih ya.” Dan Raka yang melihat itu hanya itu hanya bisa tersenyum senang. “Gitu dong, kalo gitu sekarang kita makan dulu deh ya, siapin amunisi buat ketemu Papa kamu besok.” Dan setelahnya mereka benar-benar makan bersama bertiga dengan menu makanan yang direkomendasikan oleh Zinde karena restoran ini adalah restoran langganan dari keluarganya. Baik Daniel, Raka dan Zinde sangat menikmati makan siang mereka sambil sesekali berbincang masalah pekerjaan yang Daniel tanyakan kepada mereka berdua, bahkan Daniel juga sempat menggoda kapan rencana keduanya akan menikah. *             “Aku denger hari ini Raka sama Papa kamu ketemu sama Ayahnya Zinde?”             Nabila bertanya pada Barga yang sedang sibuk membaca salah satu buku di ruangannya. Barga ini belakangan jadi suka mendatangi Rumah Sakit terus-terusan apalagi di jam makan siang, Nabila tidak tau apakah itu tindakan terhadap ketakutannya yang belum sepenuhnya menghilang atau memang rutinitas ini hanya terjadi iseng semata karena jam terbang Barga bulan ini lebih banyak mengambil jam malam?             “Iya, kamu udah tau kan pasti Zinde mau dijodohin sama Ayahnya? Itu Papa dateng buat bantu batalin perjodohannya sih, selain karena mau bantu Raka tapi juga Papa bantu Ayahnya Zinde buat tau kelakuan sebenernya dari calonnya si Zinde itu.”             “Hah? Perlakuan gimana?”             Barga menutup bukunya dan kini fokus kepada Nabila yang sedang duduk di kursi kerjanya sedangkan dia di sofa. “Aku belum cerita, ya, hehe lupa. Tapi ini juga aku diceritain sama Aksa sih, jadi sebelum pertemuan ini Papa udah sempet minta bantuan Aksa buat cari tau tentang Lucas, laki-laki yang mau dijodohin sama Zinde. Tapi ternyata Lucas itu bukan orang yang benar-benar baik, dia punya banyak rahasia tentang dia di dunia gelap, kamu pasti paham maksudku yang pasti dia bukan calon yang cocok buat Zinde.”             Nabila benar-benar terkejut mendengar itu, tidak menyangka bahwa sahabatnya akan dijodohkan dengan laki-laki seperti itu, kemana saja Nabila sampai tidak tau hal seperti ini?             “Kalo kamu berpikir Zinde enggak cerita tentang ini ke kamu, kamu salah karena nyatanya Zinde juga nggak tau apa-apa soal ini, bahkan Ayahnya. Lucas itu anak dari teman terdekat dari Ayah Zinde jadi mereka udah saling percaya tanpa harus mencari latar belakang masing-masing secara detail, tapi untungnya Papa nemuin semua itu, jadi bisa untuk bukti sekaligus penguat kalau Raka lebih baik daripada orang itu.”             Barga benar dan Nabila setuju akan ucapannya. Lagipula apa yang harus dipertanyakan soal Raka? Laki-laki itu tampan, sebentar lagi memiliki jabatan sebagai seorang CEO dan juga mapan, terlahir dari keluarga baik-baik. Jadi Raka sudah benar-benar cocok jika harus bersanding dengan Zinde.             “Ini ngomong-ngomong kamu beneran nggak bisa izin apa? Aku bosen banget serius.” Barga cemberut melihat Nabila yang kini tengah melipat tangannya di depan d**a, sedang menatap Barga dengan matanya yang seolah bicara ‘ya ‘kan aku udah bilang kalo aku banyak kerjaan, kamu sih ngeyel minta buat nemenin di ruangan aku sekarang malah bosen’.             Tapi Nabila tak tega juga melihat Barga terus cemberut seperti itu, menyebalkan rasanya namun juga menggemaskan.             “Aku mau tanya dulu deh, baru abis itu kita keluar.”             Barga langsung nyengir lebar. “Oke, kamu mau tanya apa?” katanya langsung tanpa curiga sama sekali.             “Kamu tuh kenapa tiap hari datengin aku? Kasih aku alesan yang jujur tentang kedatangan kamu dari kemarin.”             Barga mengernyit, kepalanya langsung menyusun beberapa praduga atas pertanyaan Nabila barusan dan dia menyadari bahwa gadis ini masih merasa bahwa Barga cemburu.             “Aku kesini bukan karena masih takut soal kamu sama Jeno ya,” jawab Barga langsung pada intinya, tidak mau Nabila makin salah paham. “Aku ke sini karena bosen dan pingin nemenin kamu kerja, lagian nggak ada larangan buat bawa tamu pribadi masuk ke ruangan kan? Aku juga enggak ada ganggu kalo kamu harus keluar karena ada pasien. Kamu tau sendiri jam terbang aku lagi kedapetan malem, dan kadang dirumah itu sepi enggak ada orang, karena kamu udah kerja jadi aku gak bisa ngajakin kamu jalan terus, makanya aku aja yang dateng ke sini.”             Sudah cukup, penjelasan Barga sudah cukup menghilangkan seluruh kekhawatiran dalam diri Nabila.             “Oke kalo gitu, ayo keluar.”             “Bentar.” Barga memperhatikan Nabila yang kini berdiri tanpa melepas jas dokternya. “Keluar tuh... keluar Rumah Sakit ‘kan?”             Nabila terkekeh kecil. “Aku nggak ada bilang kalo kita mau keluar Rumah Sakit, aku bilang keluar, kita keluar buat jalan-jalan di sekitar Rumah Sakit aja ayo.”             Barga baru tau kalau sekarang Nabila sudah sangat pintar membohonginya. Gadis itu sungguh lucu menurutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN