Edo kini tengah sibuk dengan emailnya, menelisik beberapa referensi lukisan yang dikirimkan Alana padanya. Aku sendiri duduk di antara kedua kaki Edo, bersandar di dadanya seraya bermain Play Station bersama Hasan. Apa aku sudah tak terusik dengan kehadiran Alana? Oh, tentu saja masih. Aku masih sangat terusik. Tapi kelelahan yang aku alami jika bertikai dengan Edo membuatku memilih diam. Tangan kanan Edo menggenggam tetikus, sementara tangan kirinya sedari tadi berada di balik kaosku, mengelus lembut perut dan pinggangku. Entah bagaimana ia bisa tetap fokus, aku saja sedari tadi kewalahan mempertahankan konsentrasi, akibatnya Hasan mudah saja mengalahkanku. “Edo...” “Mmm?” “Hana kalah lagi.” Edo terkekeh. Ia menolehkan wajah, mengecup bibirku singkat. “Lagi, Na?” tanya Hasan.