Usai adegan haru yang kata istri gue menggemaskan itu berakhir dengan tangisan kejernya Manda sambil bilang “I do, Farell,” kami berdua pun turun dari pelaminan. Tapi, baru juga gue selesai menapaki anak tangga, adik kedua gue yang pendiamnya parah itu tiba-tiba mendekat. Raut mukanya sedih minta ampun. Bingung kan gue! “Aya naon kamu ih?” “Aa’....” lirih Ayu, sendu. “Naon? Kenapa? Why? What's wrong? Tā shì shénme?” Hana malah nyubit lengan gue, dikira gue bercanda kali. Tetap aja Ayu ga jawab. Tapi karena pandangan matanya mengarah ke satu titik, ya akhirnya gue ikutin. Dan gue, mencengo. Gue balik lagi natap adik gue yang mukanya makin mendung. “Astaghfirullah... Ayu?” Ga noleh juga ke gue. Bener-bener memandang lurus ke objek. “Kamu naksir si Hasan?” Bukannya jawab p