Edo menurunkanku, membiarkanku berpijak di atas kakiku sendiri dengan kedua tangan yang masih melingkari lehernya, sementara tangannya melingkar di pinggangku. “Kok ga bilang kalau mau pulang?” Ia hanya tersenyum, dan saat itu aku sadar, ia pasti menghubungiku tadi. “Edo...” “Ga apa-apa, Na. Yang penting kita udah ketemu kan?” Selalu saja seperti ini, tak pernah ada luapan amarah sedikitpun yang ia hujankan padaku. “Edo udah lama?” “Lumayan. Dari jam tujuh tadi.” “Flight jam berapa?” “Jam dua.” “Kok bisa?” “Edo lembur terus dari hari Senin, jadi hari ini minta ijin setengah hari.” “Tau dari mana Hana di sini?” “Bang Irgi, Kak April, Nindya, Manda.” “Semua Edo hubungin?” “Abisnya Hana ga angkat telpon Edo,” rajuknya seraya memberengut. Aku tak terkekeh seperti