“SAH!” pekik kompak keluarga kami. Doa untuk kedua mempelai pun mengisi udara. Dengan khidmad kami mengaamiini setiap harapan yang dilantunkan sang penghulu. Usai menyapukan kedua tangan kami ke wajah, Edo mengulurkan tangan kanannya, meraih tangan kiriku untuk ia genggam. Air mataku kembali menetes kala menoleh menatapnya. “Nah kitu. Halal! Seumur hidup boleh diliatin, dipegang, disayang-sayang, dicium, dipeluk, tapi ingat nyak A Edo, Laa Tadhribu Imaa Allah, janganlah kalian memukul hamba wanita-wanita Allah. Di hadist shahih iyeu, aya kata hamba. Kepemilikan. Jadi, mun Aa’ sampai mukul Teteh; jab jab hook uppercut, eleuh parah iyeu mah nyak, Allah akan bertindak. Kualat A. Terlarang memukul perempuan. Paham A?” Edo menganggukkan kepalanya. “Perempuan itu suka nyebelin!” ujar Pak