Part 1
"Kamu ... mandi dulu, aku tidak mau barang-barangku kotor," ujar Mas Bisma sambil bergidik melihat ke arahku. Sejijik itukah dia padaku.
________
Bukan Istri Idaman
Aulia Azzahra.
Takdir seperti apa yang Allah takdirkan dalam hidupku. Baru beberapa jam yang lalu aku masih tertawa-tawa dengan bapak lalu tiba-tiba bapak mengeluh sakit.
Dengan perasaan takut aku meminta tolong pada tetangga dan juga satu-satunya saudara bapak untuk membawa bapak ke puskesmas. Ya,hanya sebuah puskesmas kecil tempat kami biasa berobat.
Saat pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa bapak harus di bawa ke rumah sakit karena ginjal bapak bermasalah.
Selama ini bapak hidup dengan satu ginjal, dan bapak baik-baik saja hingga beberapa bulan terakhir kondisi bapak kurang baik. Ada masalah pada ginjalnya. Kami sangat bingung karena kami tidak punya biaya untuk membawa bapak ke rumah sakit.
"Aryo … tolong kamu telepon Santoso," pinta bapak pada paman dengan suara terbata..
Dua jam berlalu setelah paman Aryo menelpon orang yang bernama Santoso, akhirnya orang yang dimaksud bapak datang bersama istri dan anaknya.
Bapak meminta untuk berbicara berdua dengan Pak Santoso. Namun setelah Pak Santoso masuk selama beberapa menit, dia keluar dari ruang perawatan Bapak dengan kesedihan di matanya. Pak Santoso memanggil dokter, lalu dokter masuk ke dalam ruangan.
Tidak lama dokter keluar lagi dan mengatakan kalau bapak telah tiada.
Mendengar ucapan itu, tubuhku langsung lemas dan aku tidak tahu yang terjadi setelahnya. Aku bangun saat aku sudah berada di rumah, didalam kamarku. Ada banyak orang di rumah, aku masih bingung dengan yang terjadi. Apa mungkin ini hanya mimpi?
Aku berlari keluar kamar dan ternyata benar, bapak sudah terbujur kaku.
"Bapak, kenapa Bapak tinggalkan Aulia sendiri. Bapak sudah janji akan menemani Aulia." aku lansung menghampur ke pelukan bapak, aku tidak percaya bapak tega meninggalkanku sendiri.
"Yang sabar ya, Nak. Paman akan menjaga kamu, Bapakmu meminta paman untuk jaga kamu. Kamu akan jadi bagian dari keluarga kami," ucap laki-laki yang bernama Pak Santoso. Orang yang sering Bapak sebut sebagai sahabatnya itu dan baru kali ini dia melihat lelaki itu.
"Kamu siap-siap dulu, sesuai janji Paman pada Bapakmu, Paman akan menikahkan kamu dengan anak Paman," ucap Pak Santoso.
Apa ini, kenapa mereka seenaknya memutuskan tentang kehidupanku.
"Tapi …."
"Bu, tolong bantu Aulia bersiap. Kita segera menikahkan Aulia dan Bisma sebelum jenazah Baskoro dikebumikan," ucap Pak Santoso pada istrinya.
Aku masih dalam keadaan bingung, akhirnya aku menurut saja karena kondisiku masih belum bisa mencerna yang terjadi dalam hidupku.
***
Mobil berjalan dengan kecepatan sedang, aku masih menangis dalam pelukan seorang wanita yang baru beberapa jam menjadi mertuaku.
Semuanya sangat cepat, dan saat aku masih belum puas menangis di pusara bapak, aku harus ikut mereka orang yang baru saja menjadi keluargaku. Bahkan aku tidak begitu paham seperti apa wajah suamiku.
Karena kelelahan, akhirnya aku tertidur entah sampai dimana aku tidak tahu. Aku terbangun saat mobil memasuki sebuah rumah dengan pagar yang tinggi. Rumah lantai dua yang sangat besar persis dengan sebuah rumah yang biasa aku lihat di televisi..
Kucubit lenganku, ternyata sakit. Kurasa ini memang benar-benar kenyataan.
"Aulia, ayo masuk. Sekarang rumah ini rumahmu juga," ucap Pak Santoso.
Aku turun dari mobil, kuambil tas yang berisi pakaianku dan aku mengikuti mereka masuk ke dalam rumah besar itu. Kusapu pandanganku ke segala arah, benar-benar menakjubkan. Apa benar sekarang aku menjadi istri orang kaya?
"Bisma, ajak istrimu ke kamar, biarkan dia istirahat," ucap ibu kepada laki-laki yang baru aku tahu bahwa namanya Bisma. Lelaki yang telah sah menjadi suamiku.
"Kamu istirahat ya, nanti kalau kamu butuh apa-apa kamu panggil Mbok Sumi," ucap Ibu sambil memperkenalkan aku pada pembantu rumah ini. Mbok Sumi tersenyum ramah padaku.
Aku mengikuti Bisma masuk ke kamarnya, aku sampai berlari karena langkah kakinya begitu panjang sesuai dengan postur tubuhnya. Aku yang tingginya sebatas pundaknya kesulitan menyamai langkahnya.
Bisma langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur, aku diam terpaku melihat pemandangan di depanku. Sungguh kamar yang luasnya melebihi luas rumahku membuatku berdecak. Ternyata seperti ini kamar orang kaya.
Aku bingung harus bagaimana, Bisma bahkan tidak mengajakku bicara. Aku hanya berdiri mematung di depan pintu.
Bugh!
Aku terlonjak saat sebuah selimut di lempar mengenai tubuhku.
"Tidurlah disana," ucap Bisma sambil menunjuk sebuah sofa yang tidak terlalu besar, dan aku pastikan sofa itu tidak akan muat untuk aku tiduri.
Aku mengambil selimut itu dan berjalan perlahan menuju sofa yang ditunjuk Bisma. Saat baru saja aku akan mendaratkan pantatku ke sofa itu suara Bisma seperti bariton sukses membuatku gemetar.
"Kamu ... mandi dulu aku tidak mau barangku kotor," ujarnya sambil bergidik melihatku.
Apaan ini, memangnya aku sekotor apa hingga dia takut aku mengotori kamarnya. Dengan kesal akhirnya aku masuk ke dalam kamar mandi.
Kubuka bajuku agar aku cepat selesaikan mandi karena aku tidak biasa mandi malam-malam. Ah, sial! Mana bisa aku memakai kamar mandi ini. Semua tombol telah aku pencet dan malah membasahi semua ruangan, aku tidak bisa menghentikan laju air. Karena panik bajuku yang sudah kutanggalkan tadi, saat akan aku pakai lagi malah basah. Kucari handuk, tidak ada. Aku panik, bahkan saat kucoba tekan tombol lain, air panas memancar mengenai pahaku.
"Aaa!" Aku berteriak spontan.
"Ada apa?" suara Bisma terdengar khawatir.
"Panas!" pekikku.
Bisma masuk ke dalam dan langsung mematikan air yang memancar. Dia melihatku tak berkedip. Argh. Aku lupa kalau aku sudah tidak memakai apa-apa.
“Tidak!” Aku langsung duduk membelakanginya.
"Kalau tidak tahu caranya tanya dulu!" ucapnya ketus.
Bisma mengisi air di bak besar entah apa namanya. Aku masih meringis menahan perih di bagian pahaku karena terkena air panas.
Setelah mengisi air dan memberitahukan aku cara menggunakan air, akhirnya dia keluar.
Aku bingung, apakah aku akan masuk kedalamnya. Ini sungguh menggelikan. Aku bergidik membayangkan harus mencemplungkan tubuhku di sana.
Akhirnya aku hanya mengguyurkan air ke tubuhku dengan tanganku karena tidak kutemukan gayung. Segera kuselesaikan mandiku karena rasa takut tiba-tiba menyergapku. Ini adalah tempat asing.
Handuk? Kenapa aku lupa membawa handuk dan baju ganti. Aaa, aku harus bagaimana?
"Ada orang di luar?" Aku memastikan kalau Bisma tidak ada di dalam kamar.
Hening, tidak ada jawaban. Berarti dia tidak ada di kamar. Aku ragu, tapi bagaimanapun juga aku harus keluar dan mengambil bajuku.
Aku berlari menuju tas berisi pakaianku, kenapa juga susah sekali untuk dibuka. Dadaku berpacu kencang, aku benar-benar ketakutan kalau Bisma masuk ke dalam kamar.
"Sini, aku bantu!"
Suara itu mengagetkanku. Argh bagaimana ini, dia melihat tubuhku lagi. Tidak!.
Aku segera mengambil selimut untuk menutupi tubuhku sambil menunggu tasku bisa dibuka. Setelah tas sudah dibuka, Bisma berlalu keluar dari kamar. Lega rasanya akhirnya dia keluar juga.
Jadi, dari tadi dia di kamar ini? Memalukan, bahkan aku berjalan keluar tanpa sehelai benang. Kenapa ceroboh sekali sih.
Segera kuambil pakaianku dan kesialan apa lagi ini? Bahkan celana dalam dan bra lupa aku bawa. Aaa … bagaimana ini.