Part 4

1124 Kata
"Bagaimana, Pa?" Pertanyaan itu Dhifa dengar terlontar dari ibunya. "Argan ganteng kan? Dia juga sopan." Komentarnya dengan nada antusias. Nadhifa yang sedang membereskan bekas makanan di atas meja ruang tamu memandang ayahnya yang balik memandang Nadhifa dengan tatapan yang sulit Nadhifa artikan. "Ma, Papa kok merasa yang aneh sama Argan ini." Komentar ayahnya pelan yang Nadhifa ingin anggukki. "Apa gak sebaiknya rencana perjodohan Mama sama Mba Aulia dipikir-pikir lagi?" "Aneh gimana maksud Papa?" Tanya ibunya dengan dahi mengernyit. Nadhifa bisa mendengar nada tak suka dari pertanyaan ibunya itu. "Aneh aja. Perasaan laki-laki." Jawab ayah Nadhifa ambigu. "Lagipula kenapa harus maksa Dhifa nikah sama dia. Biarkan Dhifa pilih pasangan hidupnya sendiri. Dia masih muda. Dia cantik. Diluar sana pasti banyak pria yang antri mau jadi pacar ataupun suaminya dia. Gak usah sama Argan." Jawab ayahnya lagi yang lagi-lagi ingin Nadhifa angguki. "Mba Aul pasti mengerti dengan permintaan kita." "Papa ini bagaimana." Ucap ibu Nadhifa dengan nada kesal. "Malu Mama kalo sampai harus membatalkan perjodohan Nadhifa sama Argan. Papa pikir aja, udah habis berapa banyak Aul ngasih ke kita. Untuk perawatan kecantikan Nadhifa. Untuk modal usaha Papa. Untuk biaya rumah sakit Papa juga waktu itu. Kalau kita membatalkan perjodohan ini, emang Papa bisa balikin semua itu sama Aul?" Tanya ibunya dengan ketus. Nadhifa semakin menundukkan kepala. "Ya udah, kita bayar balik kalau memang Mba Aul mau. Kita bisa jual rumah ini. Papa yakin masih banyak sisanya juga. Daripada kita biarin anak kita satu-satunya hidup bersama pria yang gak dia mau. Dhifa belum tentu bahagia sama Argan, Ma." "Papa ini." Ibunya terlihat memukul lengan suaminya pelan. "Masalahnya bukan hanya uang. Aul itu udah banyak jasanya sama kita. Dia orang yang selalu ada huat kita, buat Mama, saat kita kesusahan." Ucap ibunya dengan nada berapi-api. Ibunya memang benar. Mama Aulia memang sudah teramat sangat berjasa bagi keluarga mereka. Mama Aulia selalu menjadi orang pertama yang mengulurkan tangan dan memberikan bantuan pada keluarga Nadhifa. Saat ayah Nadhifa terkena batu empedu dan harus dioperasi, Mama Aul-lah orang pertama yang membantu. Membiayai kehidupan Nadhifa dan ibunya selama ayahnya tidak bekerja dan juga menebus obat-obatan yang tidak dibayar BPJS. "Lagian Papa emang gak lihat kalau anak kita ini suka sama Argan?" Ucap ibunya yang membuat Nadhifa tersentak kaget. Ya, Nadhifa memang menyukai Argan. Dari semua cerita yang selama ini dia dengar. Juga dari fisik pria itu yang bisa dikatakan sempurna. Ia bahkan sudah berbunga-bunga saat melihat pria itu dengan lahapnya menikmati semua makanan yang dibuatnya. Tapi tadi, saat Nadhifa mendengar pria itu menyebut kekasih. Harapan Nadhifa langsung sirna seketika. Haruskah ia mengatakan pada ibunya tentang apa yang didengarnya? "Iya Ma, tapi..." "Udahlah. Bilang aja papa cemburu sama Argan. Papa juga takut ditinggalin Dhifa kalo misalkan nanti Dhifa nikah sama Argan dan dibawa pergi, kan? Secara kan selama ini Papa manjanya sama Dhifa." Ucap ibunya dengan nada cemburu yang membuat Dhifa memandang ayahnya. Iyakah itu alasan penolakan ayahnya pada Argan. Atau ayahnya bisa melihat sesuatu dari sosok Argan yang tak bisa ibunya lihat? Sementara di tempat lain "Kamu suka sama Dhifa, Gan?" Tanya ibunya di dalam mobil yang akan membawa mereka pulang. "Mama bercanda?" Thazin balik bertanya dengan kekesalan yang coba ia sembunyikan. "Bercanda bagaimana maksud kamu?" Ibunya memandang sang putra dengan alis menyatu. "Mama mau jodohin aku sama bocah bau kencur? Dia bahkan belum lulus SMA." "Memang kenapa kalau dia belum lulus SMA dan usianya masih belia? Saat dia lulus, usianya udah cukup buat menikah." Jawab ibunya lagi dengan nada dingin. "Tapi tetep aja. Mama minta aku ngasuh bocah kalau begini. Bisa apa dia nanti setelah nikah? Merengek minta jajan?" "Jaga bicara kamu, Gan. Dia itu gak kekanak-kanakan. Dia anak dewasa. Dan jelas dia bisa melakukan segalanya. Dia pandai mengurus rumah tangga." "Apa dia pandai di atas ranjang juga?" Tanya Argan dengan nada menghina. "Thazin Argan, jaga ucapan kamu." "Kenapa, Ma?" Argan balas memandang ibunya dari kaca spion. "Memang salah apa yang aku tanyain? Urusan rumah tangga, itu masih bisa diurus sama pembantu. Tapi urusan ranjang kan enggak. Wajar dong kalo aku nanya." Jawabnya dengan sudut mulut terangkat. Jelas sekali bermaksud menghina. "Nadhifa kami jaga untuk kamu, Gan. Dia bahkan tidak kami bolehkan berkencan dengan pria manapun supaya kamu jadi satu-satunya laki-laki untuknya." Mendengar ucapan ibunya membuat Thazin tertegun. Bagaimana bisa? Apakah Dhifa benar-benar menuruti perkataan ibunya? Thazin kembali mengangkat sudut mulutnya. Itu jelas tidak mungkin. Gadis seusianya justru sedang dalam masa pemberontakan dimana mereka akan melakukan apa yang dilanggar orangtuanya. Dan ibunya pikir Argan akan percaya begitu saja? Dia bukan orang bodoh. "Siapa yang tahu apa yang gadis itu lakukan dibelakang kalian." Ucapnya dengan nada mengejek. "Argan! Kamu benar-benar keterlaluan!" Desis ibunya kesal. Sementara ayah Argan hanya terdiam tanpa banyak komentar. "Aku cuma bicara fakta, Ma. Lagipula siapa yang mau menerima perjodohan sepihak ini? Aku jelas gak mau." Jawab pria itu dengan dingin. "Mama gak akan batalin perjodohan kalian." Ucap ibunya dengan dingin. Kita lihat saja nanti. Gumam Argan dalam hati. Beberapa hari setelahnya. "Aku ke Indo." Pengumuman itu membuat Argan mematung di tempatnya. "Aku mau ketemu sama orangtua kamu. Mereka mungkin nolak aku karena mereka belum lihat dan kenal aku secara langsung." Ucapan itu membuat Argan memaku di tempatnya. "Kenapa kamu gak bilang sama aku kalo kamu ke Indo?" Tanyanya dengan kesal. Semenjak makan malam di kediaman Nadhifa, ibunya seolah melakukan aksi mogok bicara padanya. Argan masih berusaha menenangkan ibunya dan kini kekasihnya malah membuat masalahnya semakin bertambah. "Bukannya aku gak mau bilang, tapi aku tahu kalo kamu bakal larang aku datang. Selama ini kamu selalu mengulur waktu, Beib." "Aku ngulur waktu bukan tanpa rencana. Bukannya aku udah bilang kalo aku lagi usaha ngomong dulu sama Mama." "Iya, tapi sampai kapan? Mami sama Papi udah gak sabar pengen kita cepat nikah." Argan mengusap wajahnya dengan kesal. Masalah satu belum selesai. Datang lagi masalah lain. Apa yang akan terjadi jika sampai Renata tahu kalau orangtuanya sudah menjodohkan Argan dengan Nadhifa? Nadhifa? Ya ia harus bertemu dengan gadis itu dan membuat gadis itu mengatakan langsung pada ibu Argan kalau dia tidak mau perjodohan ini berlangsung. "Baiklah. Kita ketemu kalo kamu sudah sampai. Tapi ingat, jangan pergi ke rumah Mama tanpa ijin dari aku." Perintah Argan yang dijawab pekikan manja oleh Renata. Argan mematikan sambungan teleponnya dan kembali mengusap wajahnya. Renata. Seketika wajah cantik kekasihnya itu terbayang. Renata dengan tubuh tinggi semampainya yang memiliki lekuk tubuh indah. Wanita yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun terkahir ini sudah menuntut untuk Argan nikahi. Hanya saja, satu pertemuan tak disengaja antara Renata dan ibunya membuat ibunya tidak menyukai sosok Renata. Ya, ibunya tahu kalau Argan memiliki kekasih. Dan ibunya tak merestui. Itulah kenapa ibunya menjodohkan Argan dengan bocah ingusan alih-alih membiarkan Argan bersama Renata. Dan Argan harus memberitahu Nadhifa tentang kekasihnya sehingga gadis kecil itu harus mundur dari perjodohan konyol yang dibuat oleh orangtua mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN