“M-menikahi Anna? Fathan i-ingin menikahi Anna?” Aku ternganga cukup lama sampai Om Putra menyadarkanku dengan kibasan pelan di depan wajah. Aku langsung menunduk minta maaf karena reaksiku yang terlalu berlebihan. Tawaran macam apa itu? Nekat betul, Fathan ini! “Maaf, Om. Saya kaget banget.” Aku membalas jujur. “Saya enggak nyangka Fathan akan senekat itu.” Om Putra mengangguk. “Iya, memang dia sangat nekat. Dia bahkan mengakui itu.” “Jadi menurut Om Putra gimana?” “Om pernah dengar begini. Anak perempuan yang belum menikah adalah milik Ayahnya. Ayahnya berhak menikahkan putrinya dengan laki-laki pilihan tanpa persetujuan. Tapi ya jelas, ketentuan berlalu. Kriteria laki-laki harus baik. Tidak bisa sembarangan.” “Itu artinya Om Putra mau menikahkan Anna dengan Fathan?” “Sepe