Hilang Ingatan
"Kamu siapa?" Carla bertanya pada Damian saat pertama kali dia membuka mata setelah satu bulan koma.
Damian tersentak, dia tidak percaya kalau Carla melupakannya. Padahal gadis itu begitu mencintainya.
Satu bulan yang lalu saat iringan calon pengantin menuju gedung untuk prosesi pernikahan, mobil yang ditumpangi Carla dan kedua orang tuanya mengalami kecelakaan.
Sebuah truk Tronton oleng dan menyapu beberapa kendaraan. Nahasnya, mobil yang ditumpangi keluarga Francisco terlindas badan truk.
Kedua orang tua Carla meninggal di tempat, sedangkan Carla mengalami luka di bagian kepalanya dan sempat koma selama satu bulan. Sedangkan sang sopir, belum diketahui keberadaannya.
"Carla, aku Damian, calon suamimu," ujar Damian.
Carla masih bingung, dia merasa asing dengan wajah lelaki di hadapannya itu.
Seorang wanita setengah baya bersama dua orang anaknya, tiba-tiba masuk ke ruangannya itu.
"Sayang, kamu sudah siuman, Nak," tanya Sabrina--wanita yang baru saja datang itu.
"Anda siapa?" tanya Carla. Dia semakin bingung karena tidak ingat sama sekali dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Carla menatap satu persatu dari wajah mereka, dia berusaha mengingatnya, tapi memorinya benar-benar hilang.
Dokter masuk ke ruangan Carla, " Bagaimana kabarnya, Nona?" tanya dokter itu ramah.
"Baik, Dok, tapi kepala saya masih sakit." Carla menjawab sembari memegang kepalanya. Usahanya untuk mengingat orang-orang yang berada di sekelilingnya membuat kepalanya sakit.
Dokter memeriksa tekanan darahnya dan juga melakukan pemeriksaan yang lain. Kondisinya sudah baik, hanya saja memorinya belum sepenuhnya kembali. Carla hilang ingatan.
"Bagaimana, Dok, keadaan Carla?" Sabrina bertanya pada Dokter Jodi --dia adalah dokter keluarga Frans.
"Carla melupakan hampir semua memorinya. Kita harus bantu dia untuk mengingat kembali memorinya," ujar Dokter Jodi. Dia merasa miris melihat keadaan gadis itu karena kedua orang tuanya sudah meninggal.
"Apa sekarang, Carla boleh pulang?" tanya Sabrina.
"Iya, Nona Carla memang lebih baik di rumah agar memorinya segera kembali," ujar Dokter Jodi.
Sebenarnya Dokter Jodi tidak percaya dengan Sabrina, tapi karena wanita itu memberikan bukti bahwa dia adalah orang dekat Maria--ibunya Carla, jadi Dokter Jodi mengizinkan Sabrina menemui Carla.
***
Seluruh pelayan di rumah besar itu menyambut kedatangan nona muda. Mereka semua masih merasakan kesedihan setelah meninggalnya tuan besar dan nyonya.
Dareen sang asisten tuan besar sudah berada di rumah itu setelah Dokter Jodi mengabarinya.
Carla yang masih di atas kursi roda dengan di dorong Damian masuk ke dalam rumah besar itu.
Carla menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, dia masih mengingat detail rumah itu tapi tidak dengan orang-orang yang ada di sana. Kecuali satu orang.
"Bagaimana kabar, Nona?" Dareen menyapa Carla dengan wajah tanpa ekspresi.
"Seperti yang Anda lihat, Tuan Dareen." Carla menjawab sinis pada laki-laki itu.
Semua orang yang ada di sana terkejut, kenapa dari semua orang yang ada di sana hanya Dareen yang diingat Carla.
"Anda ingat saya, Nona?" tanya Dareen. Dia juga heran karena Carla mengingatnya.
"Siapa yang bisa melupakan, Anda, Tuan angkuh," sinis Carla. Dia melengos karena hanya lelaki itu yang harus diingatnya, lelaki yang paling dia benci selama hidupnya.
Dareen tersenyum sinis sembari menatap gadis manja itu. Dia ingat betul kalau tuan besar memintanya untuk menjaga Carla, dia tidak menyangka harus secepat ini menjalankan tugas dari tuan besar.
"Sebenarnya, ada apa, Tuan Dareen sudah ada di sini?" Sabrina bertanya sembari duduk di samping Carla, dia sudah seperti nyonya besar di rumah itu.
"Saya akan menyampaikan surat wasiat dari Tuan Frans," ujar Dareen. Dia menatap semua orang yang ikut mengantar Carla pulang.
"Wasiat apa?" tanya Carla.
"Silakan kalian duduk, saya akan bacakan wasiat terakhir Tuan Frans."
Mereka semua duduk mendengarkan wasiat dari Francisco-- pemilik kerajaan Alexander Grup. Perusahaan terbesar di negeri itu dan memiliki puluhan anak perusahaan yang menyebar ke seluruh negeri.
Carla yang memang melupakan sebagian memorinya, dia tidak tahu berapa banyak harta yang di wariskan untuk dirinya. Dia juga tidak tahu siapa saja kerabat orang tuanya.
"Draf pertama, Nona Carla Alexandra sebagai satu-satunya ahli waris, akan mendapatkan seluruh harta kekayaan dan juga perusahaan."
Draf pertama membuat mereka yang hadir berusaha mencari perhatian Carla, apalagi Sabrina, wanita yang mengaku sebagai sahabat Maria.
"Draf ke dua, semua harta akan dialihkan pada Carla Alexandra setelah Carla Alexandra menikah."
"Sayang, kita akan adakan lagi pernikahan kita yang tertunda, ya," pinta Damian sembari mendekati Carla lalu duduk berjongkok di depan gadis cantik itu.
"Tunggu dulu, Carla. Apa kamu percaya begitu saja dengan lelaki ini?" Sabrina bertanya pada Carla, dia tahu kalau Carla saat ini tidak mengingat Damian, dia tidak mau lelaki itu menguasai harta Carla.
"Aku ini calon suamimu, Sayang," ujar Damian. Dia masih begitu berharap kalau Carla mengingatnya.
"Kamu jangan mudah percaya dengan orang luar, bisa saja dia mengaku menjadi calon suamimu," ucap Sabrina meyakinkan Carla.
"Benar, Carla. Kamu itu pewaris tunggal, aku yakin lelaki ini hanya memanfaatkanmu saja," sahut Friska --putri Sabrina.
"Saya lanjutkan dulu pembacaan surat wasiat ini." Suara Dareen membuat mereka langsung diam.
"Silakan lanjutkan, Tuan," ujar Carla. Gadis berambut ikal itu semakin bingung dengan ucapan orang-orang yang ada di sekitarnya.
"Draf ke tiga, selama Carla Alexandra belum menikah, semua pengeluaran harus atas persetujuan saya."
"Apa-apaan ini, mana mungkin Anda di beri kuasa seperti itu. Saya yakin, Anda membuat surat wasiat palsu." Sabrina merasa keberatan dengan isi Draf terakhir wasiat itu, dia akan kesulitan menguasai harta Carla jika Dareen yang mengendalikan.
"Terserah Anda percaya atau tidak, yang jelas kami punya bukti dan saksi pembuatan surat wasiat itu," tukas Dareen. Dia menatap sinis satu persatu pada ke empat orang itu.
"Sayang, kita akan lanjutkan pernikahan kita 'kan?" Damian terus saja mengiba, dia tidak bisa terima begitu saja jika Carla melupakannya.
Carla masih bingung dengan keadaan ini, dia masih ingat betul dengan asisten ayahnya, tapi kenapa dia melupakan calon suaminya, orang yang seharusnya dia ingat pertama kali.
"Aku akan menikah saat ingatanku pulih," jawab Carla. Dia masih belum bisa sepenuhnya percaya dengan ucapan Damian.
"Pak Thomas, Bu Marry, kalian masih ingat tugas kalian?" Dareen memanggil dua pelayan senior di rumah itu.
Kedua pelayan itu mendekat dan memberi salam dengan menundukkan kepalanya pada Carla.
Carla merasa tidak asing dengan dua orang itu, tapi dia tidak tahu siapa sebenarnya dua orang itu.
"Nona, jika Anda butuh apa pun, Nona langsung minta pada Pak Thomas dan Bu Marry, mereka akan menyiapkan semua keperluan Nona." Dareen menjelaskan peran kedua orang tersebut.
"Carla, Tante akan bantu kamu memulihkan ingatanmu, Tante akan tetap di sini," ujar Sabrina. Dia segera mengatakan keinginannya sebelum Dareen mengusirnya.
"Sayang, aku tidak tega meninggalkanmu bersama orang asing, aku akan menjagamu dan kita akan segera menikah," ujar Damian, dia tidak mau Sabrina menguasai calon istrinya.
Carla bingung, dia tidak tahu apakah orang-orang di sekitarnya itu orang baik atau bukan, tapi menurutnya di rumah sebesar itu tidak ada salahnya membiarkan mereka tinggal bersamanya.
"Baiklah, kalian bisa tinggal di sini." Carla memberi keputusan untuk mereka tinggal.
Sabrina tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Damian tidak suka jika Carla membiarkan Sabrina dan dua anaknya tinggal di rumah itu.
"Sebaiknya Nona berhati-hati dengan orang-orang di sekitar Nona," ujar Dareen, kemudian dia meninggalkan tempat itu.