Chapter : 1
Jakarta 2030, 23.46 wib
Dokter Robert seorang ilmuan hebat yang telah kehilangan Bianca, sang istri. Saking cintanya pada sang istri ia berniat kembali menghidupkannya dengan obat-obatan yang selama ini ia teliti sendirian di ruangan kerjanya.
Tubuh Bianca sejak mati lima tahun lalu masih berada di sebuah ruang pengawetan, Robert berharap tubuh Bianca tak membusuk akibat mikroorganisme Clostridium Welchii.
Berbagai percobaan telah ia lakukan tapi semua hasilnya nihil, ia ingin berhenti menghidupkan Bianca sayangnya semuanya percuma, ia sudah berada di tengah jalan.
Berbagai obat dari jenis sudah ia kembangkan, tapi ia tak mendapatkan satu syarat terbaik menuju keberhasilan. Ketika sudah benar-benar berada di puncak ia merasa tak berdaya. Akhirnya ia menyerah dan berniat membuang semua obat-obatan itu.
"Dokter memanggil kami?" tanya seorang pria, dari dua orang pria berseragam yang masuk keruangan Robert.
"Bantu saya untuk membakar semua isi di keranjang itu," Robert menunjuk sebuah keranjang jaring yang tak jauh dari meja kerjanya.
Kedua pria berseragam panjang itu mengangguk, lalu mengambil keranjang yang ditunjuk Robert itu. Lekas keduanya membawa keluar dan berniat membakarnya.
Ketika sudah berada diluar kantor hujan mengguyur cukup lebat, mungkin pembakaran akan ditunda tapi perintah Robert melakukannya secepat mungkin.
"Kita buang saja ke sungai," ujar salah satunya yang kemudian mendapat anggukan yang lain.
Mereka membawa keranjang itu ke arah sungai bendungan, biasanya obat-obatan akan terurai dengan cepat jika terkena air. Lalu mereka membuangnya dengan sangat tenang, setelah itu kembali.
Keduanya tak menyadari bahwa sungai tempat mereka membuang adalah aliran waduk bendungan, yang langsung mengarah ke pemukiman dan laut.
Sekembalinya kedua pekerja Robert itu hujan semakin lebat dan sungai meluap hebat, waduk bendungan tak sanggup menahan kiriman air hingga perlahan jebol.
Jebolnya bendungan membuat sungai di sekitar pemukiman ikut meluap dan membanjiri daerah sekitaran sungai, beberapa air juga masuk ke laut melalui bibir pantai. Sampah-sampah dan obatan yang Robert buang tadi menyebar hingga terserap air laut.
Robert terdiam sejenak memandang wajah wanita cantik yang pernah ada dalam hidupnya dan memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ayah, walau sekarang putrinya sangat bertentangan dengan apa yang dia lakukan untuk sang istri.
Ia pun meraih ponsel mengirim pesan singkat kepada putrinya jika saat ini dia telah menyerah pada keadaan namun tetap belum bisa merelakan istrinya.
13.23 wib
Meski bukan libur tahun baru, tempat hiburan membludak hebat, dari mulai gunung, puncak, salah satunya pantai Ancol di Jakarta. Tempat itu diserbu turis baik lokal maupun mancanegara.
Pantai Ancol dipenuhi pengunjung untuk sekedar menghabiskan waktu bersama keluarga selama masa libur akhir pekan.
Terlihat wajah gembira saat air pasang menerpa tubuh mereka. Benar-benar waktu yang menyenangkan, pikir mereka.
Walau semalam semalam hujan sangat lebat tak membuat para pengunjung tak berdatangan, hingga sore hari pengunjung semakin padat apalagi Sabtu Minggu adalah momen berharga mereka.
"Akh!"
Atensi beberapa orang yang tengah bersantai teralihkan perhatiannya kala seorang pemuda tersengat ubur-ubur.
Awalnya hanya seperti sengatan listrik menjalar ke seluruh tubuhnya, namun sepersekian detik saat penjaga pantai dan beberapa teman ingin membantu, dia malah menyerang dan menggigit lengan salah satu dari mereka.
Jeritan mulai terdengar melihat keadaan dimana mereka saling menyerang satu sama lain, yang tadinya hanya satu kini menjadi dua hingga beberapa orang.
Bukan menjauh, mereka malah berkumpul seakan tengah menonton pertunjukan dan merekam kejadian tersebut tak lupa membagikan hingga viral sebelum sang pembuat video ikut di terkam.
Kejadian saling serang berada di luar nalar orang-orang yang mulai berlarian menjauh atau mencari tempat persembunyian.
Hanya butuh waktu sebentar saja Jakarta terlihat berantakan dimana masyarakat tak bisa mengelak dari serangan dari berbagai arah.
Jeritan minta tolong, tidak ada yang bisa dilakukan selain lari menjauh jika memang ingin selamat.
Hiruk pikuk kehidupan dan kesenangan yang tengah terjadi ditengah liburan mereka berubah menjadi kekacauan. Entah itu penyakit atau apalah penyerangan menyebar ke seluruh penjuru pantai terinfeksi dan terus membunuh bahkan saling menyerang.
Bak film fiksi orang merasakan serangan manusia zombie yang telah menyebar menyebabkan kekacauan dalam masyarakat di sekitar kota kini berubah menjadi mayat hidup yang kelaparan.
Sementara kota semakin kacau seorang dokter anak tengah berusaha menghubungi keluarga meminta mereka untuk tetap berada di dalam rumah.
Sialnya tak ada yang menjawab. Berita terkait penyerangan wabah virus sudah dikonfirmasi oleh pihak berwenang. Sementara masyarakat diwajibkan untuk tetap bertahan di dalam rumah sebelum pertolongan datang melakukan evakuasi.
"Sial. Angkat kak, jangan main game terus please." Nicholas Jacob berlari keluar dengan ponsel terus menghubungi sang kakak. Niko yakin kakak nya itu masih berada di dalam kamar bergelut dengan dunia game nya.
"Dokter Niko, anda gak boleh keluar, semua jalan sudah di tutup pemerintah. Kita tetap harus disini sampai pertolongan datang." salah satu perawat menahan Niko untuk tetap berada di dalam rumah sakit.
Aarrgghh… ! Mereka terlonjak kaget melihat satpam penjaga rumah sakit sudah terjangkit wabah virus tersebut yang kini tengah berada di pintu masuk bersama orang-orang yang telah berubah menjadi gila seperti zombie yang haus darah.
Virus zombie tersebut sudah merebak dengan cepat ke seluruh kota hingga menimbulkan kekacauan, benar-benar kacau.
Suasana semakin mencekam, para penghuni rumah sakit berlari menjauh dari pintu masuk melihat keberadaan zombie semakin memenuhi pintu saling dorong-dorongan berharap bisa memasuki gedung rumah sakit.
Mata memerah, pakaian penuh dengan darah begitu juga mulutnya keluar liur bercampur darah dimana-mana.
Menyeramkan, itu adalah definisi mereka yang berada di luar.
Niko kembali berlari ke ruangannya, mengibas gorden matanya menatap ke jalanan dan menghela napas berat melihat keberadaan zombie sudah menghancurkan sekitar rumah sakit. Dia harus keluar dari sini apapun yang terjadi pikirnya kembali melangkah keluar mencari jalan keluar dari rumah sakit.
Di tengah peristiwa sekarang, suara teriakan kemenangan terdengar keras di dalam kamar bernuansa gelap itu. Tak ada warna selain warna tersebut. Katanya sih seperti hidupnya gelap gulita tanpa tujuan selain menenangkan pertarungan sengit di dunia E-sport kesayangannya dan sekarang… seperti nya dunia berpihak padanya karena berhasil memenangkan hadiah uang dua puluh ribu dollar.
Ahh… mengingat semua itu membuatnya semakin bersemangat. Saatnya berpamer ria. Pikirnya keluar dari kamar tempat hibernasi nya selama sebulan.
Apa ini? Kok gak ada orang? Bingung nya memanggil sang ibu dan juga ayahnya namun sayangnya tak ada jawaban.
Selagi mencari ke seluruh penjuru rumah, sayup-sayup terdengar suara jeritan. Karena rumah berada di kompleks perumahan sedikit mewah, pria itu meraih sepatunya lalu keluar dari rumah.
Langkahnya terhenti melihat di depan komplek terlihat asap menyebar kemana-mana dan suara klakson mobil terus menerus bersuara. Bingung dengan situasi sekarang, jantung nya sedikit berdesis terkejut kala ponselnya berdering dan nama sang adik tertera di layar.
"Sial bikin kaget aja sih." dumel nya sebelum mengangkat panggilan tersebut.
"He'um, apaan?" terdengar cuek bebek berjalan ke gerbang sebelum langkah nya kembali berhenti saat ingin membuka gerbang.
"Lo dimana? Ibu sama ayah ada di rumah 'kan?" pertanyaan itu hanya dianggap basa-basi. Sebelum berdecak kesal mendengar betapa kurang ajar adiknya yang berani berteriak padanya.
"Ya Jonathan Tiger, gue tanya ibu sama ayah di rumah 'kan?" Jonathan Tiger 27 tahun seorang pengangguran hanya peduli dengan game game game, selalu game. Dan itu benar-benar memuakkan bagi kedua orang tuanya.
"Yaudah sih, intinya apaan. Gue mau keluar. Ibu sama ayah gak di rumah. Lagian 'kan lo bisa nelpon mereka, ngapain— "
"Kalau bisa, gue juga gak akan telpon Lo kali." sinis Niko di seberang sana. Niko mencoba menenangkan diri tak ingin berdebat kemudian melanjutkan ucapannya, "Gue udah berhasil keluar dari rumah sakit. Situasi sekarang tidak memungkinkan buat kemana-mana, ini aja gue harus nyari jalan yang benar biar bisa— "
"Hei, Lo kenapa sih kok buru… bentar?" melihat beberapa orang berpakaian berantakan, darah dimana-mana. "Kayaknya ada kecelakaan di depan sana deh, noh orang-orang pada luka mana hancur banget… wait? Kok bisa jalan dalam keadaan— "
"MEREKA BUKAN MANUSIA BEGO! MAKANYA JANGAN MENGURUNG DIRI MULU KAYAK ANAK PERAWAN!"
"HEH, GAK PAKE NYOLOT YA!"
"BODOH AMAT. GUE GAK MAU TAU, LO HARUS CARI IBU SAMA AYAH JANGAN SAMPAI MEREKA JUGA CELAKA."
Tiger mengusap telinganya terasa berdengung mendengar teriakan menyebalkan Niko.
"WOI DENGER GAK SIH!?"
"GIMANA GAK DENGER KALO LO TERIAK GINI SET… eits… mbak mau ngapain pake mepet-mepet di mari."
Niko geram kembali berteriak, "LARI BEGO, LO MAU MATI HAH!"
Eh lari? Dan mau tau mau Tiger berlari keluar sebelum mendapat serangan dari zombie yang menyebar.
Sembari terus berlari menghindar sesekali mendengarkan penjelasan Niko di seberang sana.
Impossible!? Hanya itu dalam pikiran Tiger. Bagaimana bisa Zombie berada disini? Ini bukan drama atau film Hollywood dimana manusia berubah menjadi mayat hidup yang menyerang siapapun seperti orang gila.
Disisi lain, sepasang suami istri tengah ketakutan dalam mobil melihat orang-orang berubah menjadi pemangsa manusia.
"Ayah kenapa bisa lupa bawah handphone sih, gimana sama anak-anak sekarang. Ibu khawatir sama Niko ayah."
"Sabar Bu, ayah juga khawatir sama mereka. Kita gak bisa keluar dari sini dengan keadaan dimana mereka makin banyak." Dimas mencoba menenangkan istrinya agar tetap tenang.
Keduanya mendongak menatap layar di atas sana dimana pemerintah Jakarta tengah memberikan informasi jika, "Untuk warga yang masih berada di dalam atau di luar, di mohon untuk mengisolasi diri sendiri di apartemen atau di rumah masing-masing. Kami tidak ingin kekacauan semakin parah, kami terpaksa memutuskan arus listrik untuk sementara dan mungkin sinyal, internet, akan sedikit terganggu karena ada serangan mahluk entah dia telah mati atau masih hidup kami pun masih belum memastikan apapun. Yang pasti kami akan mengusahakan yang terbaik, Unit Militer Elite Indonesia sudah diturunkan dan akan terus diturunkan untuk mengevakuasi warga yang terjangkit wabah virus tersebut. Kami harap kalian di luar sana sebisa mungkin berusaha bertahan dan menyelamatkan diri. Seluruh wilayah Thamrin City sudah tak bisa dikatakan baik-baik saja sekarang. Bahkan Jakarta Kemayoran Monas pun sudah berada di Zona hitam. Jalur jalan tol dari berbagai daerah sekitar kota jakarta kini ditutup demi keselamatan bersama. Stay home, save yourself." penjelasan dari sana tak ada keterangan kapan semua ini berakhir dan dari mana asal semua kekacauan yang telah terjadi sekarang.
"Ayah, itu bukannya mobil Niko?" Dera menepuk lengan suaminya melihat mobil Niko berada tak jauh dari mereka.
Karena Niko membunyikan klakson membuat para Zombie berlari ke arah nya, melihat itu Dera dengan cepat ikut menekan klakson mobil meminta Niko agar menghentikan kegiatan sebelum zombie itu semakin banyak. Dan berhasil, Zombie itu menjauh dari jangkauan Niko namun kembali mendekati Dera dan Dimas. Pasangan suami istri ini hanya bisa memejamkan mata berdoa saling menautkan kedua tangan berharap mereka bisa selamat.
Melihat keadaan kedua orang tuanya,"Lo dimana? Zombie itu ke rumunin mobil ayah." Niko memegang erat stir mobilnya samar-samar melihat wajah ketakutan sang ibu.
"Bentar lagi gue sampe, Lo enak pake mobil lah gue malah… hhh… lari-larian kayak gini."
"Ya itu sih Lo nya aja yang bego, gak pake kendaraan."
"Serah lo. Sial. Mereka datang dari mana sih, kenapa makin banyak! Gue ada di toko buku seberang jalan."
Niko mencari keberadaan Tiger, terlihat dari sudut toko buku baju olahraga yang astaga… Niko yakin kakak nya belum mandi terlihat baju itu sama seperti sebulan lalu.
Dasar jorok pikir Niko. "Gimana sekarang, gak mungkin 'kan kita langsung ke sana yang ada jadi makanan mereka." ucap Niko meminta saran pada Tiger.
"Lo nanya gue? Gue aja nyampe disini Alhamdulillah, gimana mau mikirin cara ke sana coba." balas Tiger memutar bola mata cepat-cepat menunduk saat Zombie melewati toko.
'Gila! tuh zombie gak kira-kira ya nyerangnya sampe manggil rombongan. Dasar pengecut'
Ia memusatkan perhatiannya mendengar helaan nafas panjang dari Niko.
Sial. Gak bisa gini terus. Tiger memutuskan panggilan teleponnya memutari toko berharap bisa menemukan sesuatu, seperti besi atau kayu yang bisa dipakai.
Sementara keadaan Dimas dan Dera sudah dikatakan darurat, para zombie mendorong-dorong mobil mereka hingga bergoyang ke kiri dan ke kanan. Pusing yang Dera rasakan memeluk lengan Dimas, keduanya saling berpelukan berharap zombie itu pergi dari sana.
"WOI, MENDING KEMARI DEH!" pemenang lomba gamer terbesar harus berpikir cerdik pikir Tiger berdiri tegak meski merasa dia sudah gila.
Kalo jadi santapan mereka, bisa mampus gue. Udah jomblo akut metong lagi, 'kan gak lucu. Pikiran liar seorang Tiger tidak akan ada habisnya.
Para zombie mulai mengalihkan target mereka melihat Tiger berdiri memegang erat besi berada di seberang jalan.
Niko pelan-pelan keluar begitu juga Dimas dan Dera. Tanpa melihat zombie anak kecil berada tepat di belakang Dimas dan menggigit tangan pria setengah baya itu.
Dimas menjerit tertahan berbalik ingin memukul zombie tersebut namun kepalan tangan nya melayang di udara ketika melihat jika yang menggigit nya hanya seorang anak kecil. Rasa kasihan dalam diri Dimas tak bisa ia hilangkan, membuatnya hanya diam bak patung. Dia jadi mengingat kedua putranya, sebelum Dera datang mendorong zombie tersebut.
"Kamu gila ya! Kenapa malah diam aja sih. Bukan saatnya kasian sama orang lain, ngerti kamu." karena suara Dera kelewat besar membentak Dimas, para zombie berlarian ke arahnya.
"Maaf sayang, kamu harus pergi sekarang."
"Ayah, ibu!" Niko dengan cepat mendekati mereka. Tiger terengah-engah masih melawan para zombie yang semakin banyak. Ia sesekali melirik kedua orang tua nya dan juga Niko.
Sial. Umpat Tiger merasa kelelahan.
Karena panggilan Niko, Dera tak sadar jika suaminya Dimas telah berubah mesti berusaha menahan diri namun reaksi virus itu sangat cepat hingga mata Dimas berubah putih dan menggigit leher Dera istrinya.
"Aarrggh… Ayah!" jeritan Dera menghentikan langkah Niko begitu juga Tiger. Sebelum kesadaran Dera menghilang, "TIGER BAWA ADIKMU PERGI SEKARANG!" teriakan Dera menggema meminta maaf kepada kedua putranya karena tidak bisa lagi bersama mereka. Pandangan Dera mengabur ia sempat mengusap pipi Dimas sebelum para Zombie semakin menggila padanya.
Niko tersadar segera berlari ke arah Dera berniat menolong sang ibu sebelum Tiger menariknya berlari. Pemuda berusia 25 tahun itu terus memberontak minta dilepaskan sayangnya Tiger seakan tuli dan terus menarik lengan adiknya.
Bukan hanya Niko yang meneteskan air mata tetapi juga Tiger. Hanya beberapa detik berlalu, Tiger sudah merindukan omelan mereka.
Niko menarik kerah baju Tiger ketika mereka tiba di toko pakaian. "Kenapa, kenapa harus mereka Tiger, KENAPA?!" bentaknya tanpa sengaja mendorong Tiger menjauh darinya.
"Gue juga gak mau mereka kayak gitu. Paham Lo!"
"Basi! Semua terjadi karena Lo terlalu sibuk sama dunia game gila itu. Sekarang lihat, ayah sama ibu jadi korban manusia menjijikkan sialan itu. Game game game selalu aja game yang ada di otak Lo."
Emosi Tiger tersulut mendengar ucapan Niko yang seakan menyudutkan dirinya yang lagi-lagi memandang minatnya sebelah mata.
Keduanya bersitegang sampai Tiger mengangkat kepalan tangan ingin memukul Niko yang mana adiknya itu malah terlihat menantang.
"Pukul brengsek, pukul. Lo emang gak berguna bagi siapapun termasuk kedua orang tua kita. Makan tuh game. Puas 'kan sekarang, puas ngeliat mereka pergi dengan cara kayak gini, PUAS 'KAN LO!!"
"NICHOLAS JACOB DIAM!!"
Niko memejamkan matanya melihat pancaran aura dalam diri Tiger sedikit berbeda dari biasanya.
Apa gue udah keterlaluan pikir Niko. Langkah nya sedikit mundur mendapat dorongan dari Tiger, pejaman matanya perlahan terbuka melihat punggung Tiger tengah membelakanginya.
Suara dari Zombie di luaran sana masih terdengar, bahkan berkeliaran semakin banyak di berbagai tempat. Untung toko baju ini tak ada penghuni yang mungkin mereka sudah kembali ke rumah atau mungkin juga menjadi salah satu dari mereka.
Senja perlahan menampakkan dirinya, dan Niko membenci senja sekarang mengingat ayah dan ibu nya telah menjadi salah satu dari mayat hidup diluar sana.
Tiger mengusap sudut mata yang mengeluarkan sedikit cairan bening. Ia beranjak mencari sesuatu yang mungkin bisa di makan untuk mengisi perut.
'Maafin Tiger kalau selama ini udah jadi beban bagi kalian.' Tiger berjalan menjauh dari Niko.
***
Sementara di tempat lain, seorang gadis cantik tengah mengerang kesal setelah panggilannya tak dapat jawaban karena ponsel sang ayah tak bisa di hubungi.
"Esther, ayo turun sekarang. Malam akan bagus untuk melumpuhkan mereka." ucap seorang pria berseragam militer sama seperti dirinya.
"Yes sir." Hormat Thalassa Esther Mark mengikuti langkah ketua Unit Militer Elite INA yang akan turun memberantas para Mutan/Zombie manusia setengah hidup setelah mati yang tengah menguasai kota Jakarta dan sekitarnya.
"Belum ada kabar juga," salah satu rekan Esther bertag Bara Wiranto bertanya padanya.
Ia menggeleng menjawab, "Mungkin lagi di lapnya." Bara mengangguk.
"Apa prof masih... "
"Pak Bara please, jangan melewati batas. saya tidak suka pembahasan anda."
"Oke, maaf."
Bara tersenyum tipis, setidaknya orang yang ia suka berbicara panjang padanya.
"Kenapa, tumben banget lo mengalah." Ali Khan sahabat Bara berkomentar melihat sahabatnya hanya tersenyum.
"Bukan saatnya."
"Terus kapan dong, ini kita lagi dalam perjalanan menuju rumah yang mungkin akan menjadi terakhir kita."
"Bisa tidak jangan sekali ngomong langsung ke intinya. Gue jomblo, lah elo mah enak udah punya bini."
"Ya sama aja goblok. Malah sedih gue harus pisah sama dia."
"Curhat bung."
"Bangke."
"Khem!!"
Keduanya bungkam mendengar deheman dari ketua Unit mereka. Esther berpikir, bagaimana caranya untuk keluar dari barisan agar bisa sampai di tempat ayahnya.
'Ayah, Tata harap ini bukan dari pihak kalian.' helaan nafas berat begitu khawatir dengan keadaan ayahnya.
Bukan menuduh, hanya saja otaknya mengumpulkan potongan-potongan puzzle dimana sang ayah terang-terangan menyatakan bahwa dia akan menghidupkan kembali istri yang tak lain ibunya.
Sementara itu profesor Robert terdiam kaku melihat berita terbaru, dimana para zombie sudah menguasai wilayah Jakarta.
Dia yang berada di dalam laboratorium, menatap dalam ponselnya dimana awal mula semuanya terjadi.
Hanya gigitan ubur-ubur, tapi mengapa dampaknya begitu besar?
Robert jadi berpikir, apa yang telah ia lewatkan selama ini sampai tidak tahu bahwa ubur-ubur bisa melakukan hal tersebut.
Apa ini peluang untuknya, terlebih untuk istrinya Bianca?!
ia pun menghubungi anggotanya, "50 jt untuk dua ubur-ubur. Bagaimana?" tak ada yang tidak bisa ia lakukan untuk terus mencoba menghidupkan dunianya.
"Tapi prof, di luar sana sedang menggila."
"100jt."
"Baik prof."
Senyum memuakkan tercetak jelas wajah Robert. Ia meletakkan ponselnya menatap wajah pucat Bianca.
"Bisakah kita kembali bersama? Aku tau semua ini menentang takdir dan kehendak-nya, yang kulakukan sekarang hanya untuk duniaku kembali berwarna pelangi bukan hitam."
"Maafkan aku, kalau kamu disana tidak bisa tenang."
***
Tiger mendegus kesal tak ada apa-apa yang bisa dilakukan selain duduk dan mendengar erangan di luar sana.
Para zombie tak henti-hentinya berpatroli menunggu mangsa untuk mereka santap, sedangkan hanya dia dan... tatapannya mengarah pada Niko.
Hubungan mereka yang renggang sekarang semakin tidak bisa di satukan dengan kejadian ini.
Eerrgg...
Niko tengah mencoba memejamkan mata melupakan kejadian menyakitkan tersebut, membuka mata menoleh menatap Tiger.
Keduanya saling bertatapan kemudian beranjak meraih pemukul baseball yang mereka dapat di toko tersebut.
"Lo yakin udah ngecek semuanya?" tanya Niko sedikit bernada sinis.
"Kalau gue gak meriksa, harusnya lo yang lakukan itu bukan?"
"Gak guna!"
"Brengsek!" Tiger kehilangan kesabaran menarik lengan Niko melayangkan kepalan tangan namun terhenti di udara melihat wanita keluar dari toilet dengan keadaan tidak baik-baik saja.
"Kenapa, gak jadi mukul? Ayo pukul sekarang. Pukul bajingan!!" pekik Niko.
Brak!!