Crazy Game. 14.

1903 Kata
Deliana masih ingat semua cemoohan dari dua temannya di hari pernikahan Sarah. Tetap saja dia tidak akan percaya hal senekat mantan dosennya itu. Ya, Deliana akui Agus itu keren saat memakai baju kasual ketika hadir di pernikahan kakaknya. Tetapi hal itu tidak kunjung untuk beri kesempatan kepada pria itu. "Terus? Hubungannya dengan aku, apa? Bukannya Pak Agus itu datang hadir ke acara pernikahan Kakak itu sebagai sahabat. Ya, walau aku kaget kalau ternyata Pak Agus itu adalah teman baik di masa kuliah Kakak," ucap Deliana kemudian. "Makanya dengar cerita Kakak dulu, baru kamu boleh protes setelah Kakak selesai ceritain," balas Sarah. "Tetap saja Kakak cerita panjang lebar, pada ujungnya dia hadir ke pernikahan Kakak itu memang ada maksud untuk minta bantuan ke Kakak, kan?" tebak Deliana hampir tepat sasaran. Sarah menarik napas dalam-dalam, dia kesulitan untuk menceritakan yang sebenarnya kalau adiknya tetap bersikeras tidak ingin mendengar lebih lanjut dari ceritanya. "Langsung inti permasalahannya? Aku tidak tahu maksud tujuan Pak Agus hadir ke acara pernikahan bukan maksud beri selamat saja. Pastinya ada tujuan lain, Kakak pasti tahu banget sifatnya? Aku menolak ada alasannya, bukan menghindar dia, atas dia itu profesi mantan dosen aku atau seorang atasan ditempat kerja aku? Alasan aku tidak terima dia ...." "..., apa karena Sandra?" sambung Sarah kemudian dapat menebak isi pikiran adiknya sendiri. Deliana samar dengan atas nama disebut oleh Sarah. Bahkan dari sorotan mata sang Kakak tercintanya saja bisa menebak sangat tepat. Indra mengeratkan tangan istrinya. Indra takut kalau istrinya akan terlihat marah atau terbawa emosi nama yang dia sebut. "Kalau memang karena wanita itu, kamu tidak perlu dipikirkan. Asal kamu tahu Agus bukan pria seperti yang ada dipikiranmu saat ini! Agus sosok pria yang tulus akan cintanya. Sebagaimana pun perjuangan dia untuk bisa mendapatkan seseorang dia tetap akan lakukan sampai dapat. Ya, Kakak akui sifat Agus sedikit berbeda setiap dia melihat dirimu. Bukan berarti dia seorang pria mempunyai kelainan jiwa?" lanjut Sarah menjelaskan kepada Deliana. Deliana bungkam memilih untuk tidak membalas dari Sarah. Tetapi Deliana tetap akan pendirian, dia tidak akan menerima seberapa perjuangan seorang Agus untuk bisa mendapatkan hatinya. "Maaf, Kak!" Deliana bangun dari duduknya setelah berapa jam mereka di ruang tamu setelah mendengar cerita dari Sarah soal Agus. "Aku tetap dengan keputusan, Pak Agus bukan siapa-siapa aku, dia bisa mendapatkan wanita lebih baik ... permisi, aku mau izin untuk tidur, selamat malam!" Deliana berlalu meninggalkan tempat itu. Tetapi, Sarah segera berbalik sebelum Deliana menghilang dari sini. "Kakak tidak memaksamu untuk menerima cintanya. Tapi Kakak hanya ingin kamu tahu, Agus dan Sandra tidak menjalin hubungan apapun. Bahkan kisah cinta mereka hanya sebatas permainan dari kami," ungkap Sarah jujur beritahu kepadanya. Deliana tidak menjawab atas ungkapan dari Sarah dia tetap melanjutkan langkahnya ke kamar tersebut, setelah itu dia menghempas badannya di tempat tidur, bahkan dia masih ingat kejadian di mana posisi dirinya dengan Agus di kamar ini setelah pria itu memergoki atas umpatannya. Deliana menutup mata dengan lengannya sebagai penghilang bayang-bayang dari pria itu. Apalagi kejadian beberapa minggu kemarin sempat buat dia tidak bisa melupakan momen di kafe sosmed tersebut. Deliana memang akui kebaikan pria itu akan ketulusan walau dia juga jengkel dengan pria itu bertingkah aneh saat mengantar dirinya ke tempat tujuan tidak tau arah. **** Esok harinya Deliana sampai di kantor, seperti biasa dia akan duduk diposisi Santi. Tetapi posisi itu sudah ditempati orang lain. Bukan lagi untuknya. Santi kembali ke posisi semula. "Loh, San? Kenapa barang-barang aku masukan ke kardus?" Deliana bertanya terheran-heran pada Santi. "Aku kembali ke posisi ku lagi, Del. Kamu kembali ke posisi mu seperti biasa," jawabnya senyum kemudian berikan kardus itu pada Deliana. Deliana masih kurang paham atas jawaban Santi tadi. Langkah kaki seseorang mendekati meja Santi. Seorang pria paruh baya itu masuk tanpa menoleh sedikit pun. Deliana malah bengong pada pria tidak lain adalah atasan lamanya. "Selamat pagi, Pak!" sambut Santi berdiri setelah atasannya datang. Deliana malah masih berdiri tidak berkutik. "Pagi juga," sambutnya ramah sekaligus menatap arah Deliana. Deliana pun senyum padanya. Walau tidak ada penting untuk dirinya. William Kusuma, atasan paling galak pernah Deliana jumpa. Dari pertama dia lamar pekerjaan ini juga, Deliana beberapa kali berjumpa dengan atasan tua itu. Dari perusahaan mana pun hanya di sini Deliana bertahan. Mungkin pekerjaannya simpel jadi Deliana selalu dipertahankan oleh atasan itu. "Bukankah dia ...." Deliana belum selesai berbicara, Santi sudah memotong pembicaraannya. "Sebaiknya kamu tanya langsung saja sama Pak Dani," jawab Santi kemudian. Dia beranjak dari duduk kemudian masuk ke ruangan atasannya. Deliana pun meninggalkan meja kerja Santi dan juga membawa kardus sudah berisi barang-barang miliknya. Deliana meletakkan kardus di atas meja kerjanya. Lalu Anggi mendorong kursi beroda itu, menghampiri teman satu divisi itu sedang merapikan barang-barang tempat semula. "Kamu sudah tahu gosip soal Pak Darmawan?" Anggi memberitahu pada Deliana. Deliana tidak menjawab, dia sibuk dengan perlengkapan ATK dan mengeluarkan berkas-berkas penjualannya. "Aku dengar Pak Darmawan mengundurkan diri dari perusahaan kita, jadi pengganti atasan kita Pak tua itu?" lanjut Anggi. Tadi pagi saja sempat heboh waktu sampai di kantor. Anak-anak kantor PT. Indo Nusaraya Industri gempar, tiba-tiba Pak Darmawan yang baru beberapa bulan menjadi atasan mereka mengundurkan diri dari perusahaan ini. Dengan surat pemberitahuan kepada Pak Dani, bahwa dia datang ke perusahaan ini pengganti sementara, sampai pihak atasan sebenarnya kembali dari luar negeri. Padahal mereka senang kalau Pak Darmawan yang memegang perusahaan ini. Apalagi ada dia, semua santai tidak terburu-buru mengurus pekerjaan seperti semut. "Lalu hubungan beritahu hal itu padaku untuk apa?" Satu pertanyaan mulus keluar dari mulut Deliana. Bahkan Deliana jauh lebih bahagia kalau Agus tidak ada di kantor ini. Apalagi dia bebas tanpa ada lagi suara deringan telepon tidak penting itu. Jadi Deliana bisa konsentrasi penuh menghubungi supplier dan pelanggan tetapnya. "Aku hanya beritahu saja, mana tahu kamu belum ketahui soal Pak Darmawan," jelas Anggi. Meskipun pemberitahuan Anggi kepada Deliana tidak membuat suasana hati Deliana bergelombang ombak. Suasana di kantor saja sepi tanpa ada isu bisikan mengenai Pak Darmawan. Apalagi Anggi sempat bertanya pada Pak Dani. Pak Dani juga tidak terlalu jelas atas pengunduran diri Pak Darmawan itu. Suasana kembali hening, hanya terdengar suara mesin fotocopy, mesin fax, komputer, dan printer. Seperti aktivitas biasanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tiba-tiba Deliana merasa sesuatu kurang. Biasanya dia sering mendapat suara telepon di meja kerjanya. Bahkan dia merasa telepon genggam itu tidak ada lagi bunyian beberapa kali. Deliana menjauhkan bayangan yang terus terngiang-ngiang diingatan di mana Agus selalu mengganggu pekerjaan. Bahkan pekerjaan Deliana sedang mengejar tagihan dari pelanggan dengan alasan menunda pembayaran. Kini tidak ada lagi, bukankah dia memang tidak suka dengan kebisingan telepon. Kenapa sekarang dia merasa rindu. "Del, Pak William minta data penjualan belum dibayar oleh pelanggan tetap," Fina menyampaikan pesan pada Deliana. Deliana mendongak, kemudian mengangguk. Fina kembali ke mejanya sendiri. Deliana pun mengambil berkas penjualan sudah dia rapikan beberapa bulan belum dibayar oleh pelanggan tersebut. Setelah itu Deliana beranjak dari tempat ke ruangan atasan itu, dengan ketukan tiga kali, kemudian dia masuk di sana suasana ruangan itu kembali biasa. Deliana menarik napasnya dalam-dalam. Dia menghampiri meja kerja atasan, dan melihat nama papan di samping dokumen buku menumpuk di sana. Sebuah nama tidak asing untuk Deliana lagi. Agus Antoniusetya Darmawan, SE. Psi. Melihat nama itu, Deliana disadarkan sebuah pintu arah kamar mandi. Seorang pria tua sudah beruban itu keluar. Lalu menatap Deliana tanpa senyum. "Selamat siang Pak. Ini berkas penjualan Bapak minta," ucap Deliana meletakkan berkas data penjualan di atas mejanya. Pria tua itu meraih berkas, dan membuka paper klip warna hitam besar itu. Deliana menunggu. "Ini kenapa tidak ditagih?" William bertanya pada Deliana, satu bon penjualan dengan norminal puluhan juta belum dibayar lunas. Deliana melihat nama CV. Berlian Permata Besi Sejati. Mengambil beberapa barang di tempat anak cabang perusahaannya. Bahkan ada beberapa diretur belum dikembalikan. "Saya sudah menelepon tokonya, katanya ada beberapa barang tidak sesuai dengan mereka pesan. Kemudian saya juga menanyakan pembayaran sudah jatuh tempo, kata administrasi pemilik tokonya sedang ke luar negeri, jadi mereka harus menunggu atasan kembali untuk tanda tangan atas pembayaran melalui giro," jawab Deliana menjelaskan kepada William. Deliana tidak menjelaskan bahwa itu bon penjualan retur masih ada di tangan Agus, sempat diurus olehnya. Deliana bingung, kenapa dia harus menyembunyikan bon retur itu dari atasan sendiri. "Saya tidak mau tahu, besok kamu kejar mereka lagi. Senilai norminal uang itu tidak kecil Deliana, saya tinggal beberapa bulan saja sudah berantakan seperti ini. Bahkan orang yang saya minta pertanggungjawaban saja tidak becus! Apabila tidak kamu kejar, gaji kamu saya potong tiap bulannya!" William menegaskan kembali. William tahu apa yang terjadi pada perusahaannya setelah dia meminta cuti beberapa bulan. Dan meminta seseorang menggantikan dirinya. Bukan semakin membaik malah memperburuk pemasarannya. William kecewa dengan orang dia percayakan itu. Walau William tidak meminta perugian atas berapa besar kerugian di tangannya itu. Deliana shock atas ancaman dari atasannya. Selama kerja di sini, dia tidak merasa mendapat ancaman dengan potongan gaji. Entah kenapa dia begitu lalai satu pekerjaan. Bayang-bayang wajah Agus kembali muncul diingatan Deliana. Bahkan cerita dari kakaknya sendiri tentang Agus dan diagnosis kejiwaab Agus hampir membuat mati karena perbuatan mantan dosennya. "Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, mohon tunggu beberapa saat lagi," Deliana mematikan suara operator nomor dia telepon tidak aktif. Waktu jam makan siang, Anggi dan teman-teman satu lantai 8 akan keluar mencari makan. Anggi menghampiri meja Deliana, yang daritadi perhatikan sikap Deliana pada ponselnya. "Del, mau ikut makan bareng?" ajaknya. Deliana mendongak, dia pun mengiyakan. Mereka pun turun. Ketika mereka pada naik lift. Bayang-bayang di lift, terasa beda. Deliana seperti merindukan Agus yang bertingkah berani mendekati dan memeluknya di depan teman kerja. Bahkan dia juga merasa berdiri di pojok, berdesir hebat. Suaranya juga. "Del!" Deliana sadar dari lamunannya ketika lift sudah kosong. Anggi menahan pintu lift yang akan tutup kembali. Deliana pun keluar dengan wajah tidak bersemangat. Apa terjadi pada Deliana segala. Anggi dari tadi perhatikan, bukan Deliana dia kenal. Anggi ingin bertanya tapi dia takut jika Deliana tidak ingin bahas soal Pak Darmawan. Deliana masih menunggu panggilan telepon dari nomor itu. Sementara di bandara Kualanamu tiga orang itu sedang duduk sambil ngopi. Terakhir untuk pertemuan dengan teman baiknya. Temannya harus kembali ke kota kelahiran, dan menjalankan hidup baru. "Kenapa tidak tetap di sini saja? Apa sudah menyerah?" Sarah sedih kalau Agus harus kembali ke kota tempat asalnya. Padahal Sarah senang kalau Agus kembali dan bisa bertemu lagi dengannya. Kapan lagi dia bisa berkumpul seperti ini. Pasti sedih harus berpisah. Agus senyum penuh kesedihan. Namun dia sudah tegar, walau dia harus menyerah. Dia tidak akan lagi mengejar Deliana. Mungkin sudah waktu dia melepas, ada benar tidak selama cinta harus memilih jika seseorang tidak mencintainya. "Apa itu keputusanmu?" Indra bersuara. "Apa ini Agus yang kami kenal? Mudah menyerah di mana semangatmu?" Agus membuka ponsel yang dari tadi sengaja dia matikan. Saat ponselnya aktif, tiga panggilan tidak terjawab masuk. Nama itu tertera jelas. Deliana. Rasa getar lubuk hatinya. Agus membuka pesan masuk dari w******p. Deliana : Hai, Pak. Deliana : Kenapa Bapak mengundurkan diri? Deliana : Apa Bapak lari dari tanggung jawab? Agus membaca semua isi pesan dikirim oleh Deliana. Agus senang melihat Deliana mau bertanya ada apa dengannya. Akan tetapi semua sudah terlambat. Agus harus bersiap untuk pergi. Suara infromasi sudah menyebutkan booking pesawat dia naiki nanti. Sarah dan Indra hanya bisa mengantar Agus pembatasan masuk. Sarah sebenarnya tidak rela Agus harus pergi lagi. "Deliana sudah tahu Agus akan pergi?" Sarah bertanya pada Indra. Indra menggeleng. Sarah pun mengeluarkan ponsel tepat pula dia baru saja mau telepon. Deliana sudah menelepon dirinya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN