"Halo, selamat pagi semua nya," sapa Intan dengan senyuman yang merekah.
"Sayang, kamu udah dateng," ucap Rehan penuh senyum membalas sapaan dari Intan, bahkan ia sangat itu sempat cium pipi kanan dan kiri Intan.
"Ya Mas, aku buru-buru tadi pas kamu kirim pesan ke aku," sahut Intan.
"Kalau gitu ayo sarapan bareng," ajak Rehan yang langsung meminta Intan duduk.
"Tapi Mas___" Intan terdiam sejenak ketika menatap wajah Dinda yang saat itu terlihat berbeda, ia tidak menyangka kalau ia akan sekecewa ini pada suaminya.
"Mas, kamu kah yang mengundang Intan ke sini?" tanya Dinda sebelum Intan duduk bersama dengan Rehan.
"Iya Dinda, aku yang mengundang Intan datang untuk sarapan bersama di sini, nggak papa kan, karena aku berpikir kalau kamu sudah benar-benar menerima hubungan ku dengan Intan, makanya aku undang dia ke sini." jawab Rehan dengan senyum memancar di wajahnya.
Dinda terdiam, ia tidak ada kalimat lain untuk menolak kehadiran Intan, karena rupanya Rehan sendiri lah yang telah mengundang wanita itu datang ke rumah dan menikmati sarapan bersama.
Saat itu Rehan dengan manja mengambilkan makanan untuk Intan dan Intan terlihat sangat senang, bersemangat ketika Rehan memberikannya pelayanan yang sangat baik.
Karena tidak mampu melihat apa yang terjadi, Dinda pun memutuskan untuk bangkit lalu pergi dari meja makan itu, sebagai istri sah ia tidak sanggup melihat suaminya makan bersama dengan selingkuhan di hadapan dirinya.
"Dinda, lo mau ke mana?" tanya Intan yang sengaja menghentikan langkah kaki Dinda.
Dinda tak bergeming, ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Intan, ia memutuskan untuk meneruskan langkah kakinya kala itu, Rehan tersenyum dan mengelus lembut pundak Intan.
"Tenang sayang, mungkin butuh sedikit waktu lagi agar Dinda mau menerima kamu," ucap Rehan membujuk Intan.
"Ya Mas, sebenarnya itu tidak penting bagiku, saat dia pergi aku merasa jauh lebih senang karena aku bisa dekat-dekat dengan mu," lirih Intan melempar senyum.
"Kau ini, nakal ya!" Rehan mencubit pipi chubby Intan dengan mesra.
Intan tersenyum lalu memberikan suapan pertamanya untuk Rehan, dan mereka pun sama-sama menikmati kemesraan yang mereka ciptakan di meja makan.
Sementara Dinda yang melihat hal itu dari kejauhan semakin terpojok dengan sikap Rehan padanya, hanya air mata yang menjadi saksi bagaimana kecewanya ia pada saat itu. Bi Iyas pun hanya menonton dengan kemarahan ketika ia melihat kenyataan yang terjadi.
Semakin besar saja keinginannya untuk membuat Dinda lepas dari suami yang berhati jahat seperti Rehan, ia sangat geram dan tidak terima ketika melihat air mata majikannya itu tumpah.
"Non, jangan lagi meneteskan air mata untuk tuan Rehan, air mata Non Dinda sangat mahal dan berharga," ucap bi Iyas yang saat itu melihat kesedihan Dinda.
"Tapi aku mencintai Mas Rehan Bi, aku rasanya nggak sanggup melihat kenyataan ini, aku cemburu," seru Dinda yang tidak dapat membohongi perasaannya.
"Ya Bu, saya paham, tapi sangat mahal sekali air mata Non jika keluar hanya untuk laki-laki seperti tuan Rehan, sekarang Non harus fokus dengan rencana yang sudah tersusun dengan tapi, saya sangat berharap bahwa Non dan den Arka bisa hidup bahagia." jelas bi Iyas penuh harap.
Dinda menyeka air matanya, meskipun hati kecilnya saat itu masih menjerit tapi di hadapan bi Iyas yang begitu sangat perduli padanya, ia coba untuk menahan kesedihan. Dinda memutuskan untuk masuk ke kamar bersama dengan Arka, tak lama kemudian Rehan pun mencari Dinda, ia memanggil Dinda beberapa kali namun tidak mendapatkan jawaban apapun dari Dinda kala itu.
"Bi Iyas!"
Rehan pun pada akhirnya memanggil bi Iyas untuk datang ke hadapannya. Dan saat bi Iyas datang Intan dan bi Iyas saling menatap satu sama lain, ada tatapan kebencian dan kemarahan dari bi Iyas ketika ia berada dekat dengan Intan, sementara Intan sendiri merasa risih ketika asisten rumah tangga kekasihnya itu terlihat memperhatikan dirinya.
"Iyas, di mana Non Dinda?" tanya Rehan.
"Ada di kamar den Arka, Tuan," ucap bi Iyas.
"Oh begitu, ya sudah kalau gitu tolong bersihkan ini, beri tahu dia kalau aku akan pergi ke toko," seru Rehan memerintahkan bi Iyas.
"Baik Tuan, nanti akan saya sampaikan." jawab bi Iyas yang langsung meraih pekerjaannya.
Bi Iyas memperhatikan Rehan yang menggandeng Intan dengan mesra, ia mengutuk perselingkuhan majikannya itu karena telah menyakiti hati Dinda, dan sadar jika piring kotor itu hanya ada dua piring bi Iyas pun memutuskan untuk mengambilkan nasi beserta lauknya untuk Dinda, kala itu bi Iyas meninggalkan semua pekerjaannya untuk mengurus Dinda, ia masuk ke kamar dan melihat Dinda sedang menggendong Arka.
"Non, Non tadi belum makan ya, sekarang Non makan dulu, biar den Arka aku yang gendong, Non," suruh bi Iyas yang begitu peduli pada Dinda.
"Bi, aku tidak selera makan Bi," lirih Dinda menolak.
"Jangan begitu Non, den Arka masih membutuhkan asupan asi Non, jangan sampai karena malas makan den Arka tidak mendapatkan gak nya." jelas bi Iyas, berusaha membujuk Dinda yang sepertinya sedang berada di fase di mana ia tidak semangat dalam menjalani hidupnya.
Bi Iyas yang kala itu merasa kasihan, memutuskan untuk mengambil alih Arka dari gendongan Dinda, memaksa Dinda untuk segera memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya. Dinda sendiri saat itu memutuskan untuk pergi dari kamar dan duduk di meja makan, dengan terpaksa Dinda harus memasukkan makanan ke dalam mulutnya demi Arka.
'Aku harus melakukan sesuatu untuk keluargaku, aku nggak mau kalah dari Intan, Intan harus pergi menjauh dari mas Rehan, aku nggak bisa mengalah terus, meskipun aku setuju dengan rencana yang dibuat bi Iyas, tapi aku nggak terima kalau mas Rehan sampai jatuh ke pelukan Intan.' batin Dinda yang kala itu berpikir keras untuk melakukan sesuatu.
***
Suatu hari, tanpa sepengetahuan dari Rehan yang sedang berada di toko, Dinda berencana untuk menemui Intan di kediamannya, saat itu Dinda menitipkan Arka pada bi Iyas dan merahasiakan kepergian nya yang terlihat buru-buru. Karena kepergiannya yang mendadak, membuat bi Iyas merasa curiga, hendak ke mana majikannya itu pergi.
Tibanya di kediaman Intan, Dinda mengetuk pintu tersebut beberapa kali, terlihat Dinda tidak sabar hingga membuatnya terus saja mengetuk hingga membuat Intan yang ada di dalam rumah merasa sangat terganggu.
"Ya ampun, siapa si?"
Intan terdiam kala membuka pintu rumahnya, ia terkejut lantaran di hadapannya kini sudah ada Dinda, namun saat ini ia sedang tidak bersama dengan Rehan, untuk itulah Intan tidak bisa bermanja-manja saat menghadapi Dinda.
"Mau apa lo ke sini?" tanya Intan dengan gugup.
Dinda tidak langsung menjawab, ia terus maju hingga membuat Intan melangkah mundur, saat itu Intan sadar bahwa Dinda datang menemui dirinya untuk memberikan sebuah peringatan, karena ia telah mengganggu rumah tangganya.
"Berhenti di sana Dinda, atau aku akan menelpon mas Rehan!" ancam Intan yang kala itu merasa takut dengan kedatangan Dinda.
"Kenapa, apa lo merasa takut karena di sini gue datang sendiri untuk memberikan lo pelajaran? Intan, seharusnya dari dulu gue ke rumah lo, biar lo sadar kalau gue nggak rela lo godain suami gue, apa lo nggak bisa dapetin laki-laki yang jauh lebih baik sampai lo harus godain suami gue, ha," ucap Dinda yang saat itu terlihat sangat marah.
"