18

1121 Kata
Tidak mudah menerima kenyataan bahwa Rehan akan menikah dengan Intan, hati yang hancur pun tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata karena saat ini Dinda sudah tidak bisa lagi menjelaskan bagaimana hancurnya hati yang ia miliki saat itu. Di luar dugaan bahwa Dinda akan benar-benar kehilangan Rehan yang selama ini ia perjuangkan, di saat para tetangga menggosip kan tentang keutuhan rumah tangganya, Rehan justru sedang merencanakan pernikahan dengan Intan jauh-jauh hari. Dinda sangat ingin sekali saat itu menghubungi Bram, kakak kandung Rehan yang tinggal di luar kota, atau kedua orang tuanya untuk meminta keadilan, namun Dinda sendiri justru terlihat bingung harus menghubungi siapa dan bagaimana caranya membuka aib rumah tangganya itu. "Argh," Sebuah teriakan dari dalam kamar Dinda terdengar oleh bi Iyas yang kamarnya berada di samping kamar Dinda, dengan cepat bi Iyas bangkit dan mengetuk pintu kamar Dinda, saat itu Dinda sedang menangis sejadi-jadinya di sudut kamarnya, karena pintu itu tidak dikunci akhirnya bi Iyas memutuskan untuk membuka pintu tersebut dan masuk. Bi Iyas bingung mengapa majikannya itu menangis sangat histeris, apakah masih memikirkan tentang ucapan tetangga sore tadi? Bi Iyas menghampiri Dinda dengan penuh tanya. Saat itu Dinda belum membuka suara, ia masih dalam keadaan terpukul dan menangis saat itu, hingga akhirnya Dinda membuka suaranya. "Mas Rehan Bi, dia akan menikah dengan Intan, hiks," lirih Dinda yang akhirnya berbicara. "Apa! Astaga, benar-benar sudah tidak waras mereka Non, aku tidak menyangka ternyata mereka serius dengan hubungan mereka, Intan benar-benar berusaha akan mengambil tuan dari Non," marah bi Iyas tidak terima kala itu. "Bukan hanya Intan yang bersalah Bi, bukan hanya dia yang ingin merebut mas Rehan dariku, tapi mas Rehan sendiri juga lah yang ingin pergi dariku. Hatiku hancur Bi, sepertinya memang sudah tidak ada lagi kesempatan untuk berharap kebaikan pada pernikahan ku ini, bahkan mas Rehan dengan tega mengatakan akan menambah uang bulanan ku dan Arka Bi, asal aku dian dan menerima," sahut Dinda yang masih saja terus menangis. "Kalau begitu biarkan saja meraka menikah Non, biar saja mereka melakukan apa yang meraka suka, Non fokus dengan Arka dan usaha apa yang akan Non bangun, di sini aku akan membantu perkembangannya dan menjaga den Arka, agar Non Bisa fokus. Ayo Non, jangan perjuangkan sesuatu yang hanya akan membuat hati Non sakit." Bi Iyas terus memberikan semangat dan motivasi, kali ini Dinda sudah tidak bisa lagi berharap apa-apa. Karena mau bagaimana pun Dinda meminta Rehan untuk tidak melakukan itu, tetap saja dia lah yang akan kalah, kali ini Dinda bertekad untuk melepaskan Rehan dan memutuskan untuk mengikuti rencana yang dibuat oleh bi Iyas sebelumnya. Dua bulan kemudian Dinda sudah jauh lebih baik, ia terlihat sudah biasa ketiak melihat kemesraan Rehan pada Intan saat Rehan membawa Intan ke rumahnya, karena mereka akan segera menikah dalam waktu dekat, mereka akan lebih sering bertemu karena banyak keperluan yang harus mereka selesaikan bersama. Saat itu Dinda sudah mengantongi banyak uang, tanpa diketahui oleh Rehan Dinda diam-diam mulai berkenalan dengan beberapa temannya yang dulu pernah dekat dengannya saat berada di sebuah kampus. Saat ini mereka sudah memiliki beberapa usaha yang mereka dirikan sendiri berkat kerja keras mereka. Lalu Dinda mencoba untuk mencuri ilmu pada mereka saat berkomunikasi, hingga hari itu Dinda mengadakan janji temu pada Wulan dan Pandu, teman dekat nya yang selama ini masih berkomunikasi baik dengannya. "Mas Rehan sama wanita itu lagi sibuk dengan pernikahan mereka, buat apa aku ada di rumah ini kalau akhirnya akan membuat hatiku semakin hancur, lebih baik sekarang aja aku pergi dan menitipkan Arka pada bi Iyas." ungkap Dinda yang langsung bersiap-siap kala iti Dengan hanya berpenampilan biasa saja, Dinda akhirnya pergi menemui bi Iyas yang baru saja kembali ke dapur setelah menyuguhkan makanan dan minuman ringan untuk Rehan dan juga Intan. Bi Iyas terkejut ketika Dinda memanggil dirinya dan mengajaknya masuk ke kamar Arka. "Bi, hari ini aku ada janji temu sama dua teman yang akan membantuku keluar dari masalah ini, aku ingin segera membuka usaha, kantor, atau bisnis apapun yang akan membuat hidupku dan Arka tidak terlantar nantinya," ucap Dinda memberitahukan bi Iyas, bahwa ia sudah memikirkan hal ini baik-baik. "Benarkah Non? Ya ampun, aku senang sekali mendengarnya Non, semoga semua ini berjalan dengan lancar ya Non, kalau gitu biarkan den Arka bersama ku di sini," seru bi Iyas yang saat itu terlihat sangat bersemangat. "Terima kasih banyak Bi, untuk motivasi dan dukungannya, aku pergi dulu." jawab Dinda dengan penuh senyum. Bi Iyas tanpa ragu membalas senyuman Dinda kala itu, lalu Dinda pun pergi meninggalkan Arka yang sudah berada di dalam gendongan bi Iyas. Saat hendak melangkah menuju pintu keluar, Rehan dan Intan pun menyadarinya, Rehan memanggil Dinda dan menghentikan langkahnya, saat itu Rehan mendekati Dinda yang sudah bersiap-siap hendak pergi itu. "Dinda, mau ke mana kamu?" tanya Rehan penasaran. "Mas, keperluan Arka sudah menipis, aku harus pergi belanja. Arka sama bi Iyas kok, dan aku pergi nggak lama, jadi kamu lanjutkan aja dengan acara penting kamu itu." jawab Dinda dengan cepat lalu ia melanjutkan kembali langkahnya. Mendengar jawaban singkat dari Dinda, akhirnya Rehan pun membiarkan Dinda pergi, dan saat itu Rehan memutuskan untuk kembali melanjutkan pekerjaannya pada Intan. Dinda merasa lega karena saat itu Rehan tidak mencurigai dirinya sama sekali, ia pun bisa pergi dengan leluasa ke tempat yang sudah dijanjikan oleh Wulan dan Pandu. Tibanya di tempat yang mereka janjikan, mereka pun saling menyapa dengan senyuman, pertemuan setelah perpisahan di masa kuliah membuat mereka saling melepas rindu bersama. Mereka pun menghabiskan waktu terlebih dahulu untuk mengobrol. "Eh, sambil ngobrol, pesen sesuatu gih, biar aku yang traktir," ucap Dinda penuh senyuman. "Wah, beneran kamu yang mau traktir kami?" tanya Wulan menatap Dinda. "Iya nih Din, kamu yang mau traktir, tapi percaya si, suami kamu kan orang tajir," seru Pandu tersenyum. "Ya, kalian benar. Aku memang istri dari suami yang cukup kaya, tapi sungguh, nasib ku tidak baik saat ini, dan aku harus menyelamatkan hidupku, juga anakku, makanya aku ingin belajar berbisnis seperti kalian." jawab Dinda dengan lugas. Jawaban itu spontan membuat Wulan dan Pandu saling menatap satu sama lain, sepertinya jawaban Dinda cukup menarik bagi mereka, dan mereka ingin membahas itu di sana. Tentu saja Dinda tidak keberatan ketika mereka meminta Dinda untuk bercerita banyak hal tentang dirinya dan kehidupannya. Wulan dan Pandu yang menjadi pendengar itu cukup terkejut dengan cerita singkat itu, mereka tidak menyangka jika ternyata perjalanan kehidupan sahabat lamanya itu sangat miris sekali. "Jadi sekarang ini suamimu sedang mengurus pernikahan dengan selingkuhannya?" tanya Pandu menatap wajah Dinda dengan serius. "Iya, aku terlalu bodoh selama, terlalu berharap bahwa suamiku akan kembali padaku, tapi ternyata aku salah besar, dia justru tidak kembali padaku, tapi justru semakin menjauh dariku." jelas Dinda dengan kedua mata yang berbinar. Saat itu Dinda mendapatkan simpati dari kedua sahabatnya, ia juga merasa sedikit tenang ketika mencurahkan isi hatinya yang selama ini terpendam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN