Bab 1. Hanya Ilusi
Ethan baru saja selesai mandi dengan rambut yang masih basah serta handuk yang melilit di pinggangnya. Beberapa kali ia menggosok rambutnya seraya memandang dirinya di depan cermin. Sejenak ia memandang pantulan wajah dirinya yang masih sangat gagah meski umurnya sudah berkepala tiga.
Semakin lama dipandang Ethan justru membayangkan sesuatu yang tak seharusnya. Dimana ia melihat sosok wanita cantik dengan rambut panjang hitam tengah memandangnya dengan senyum manis. Wanita itu mendekat memeluk tubuhnya dari belakang membuat Ethan memejamkan matanya.
"Ah ternyata kau memang sudah kembali, Ethan."
Mata Ethan terbuka kembali ketika mendengar suara wanita yang cukup mengusik gendang telinganya. Ia menggelengkan kepalanya ketika menyadari apa yang dirasakannya tadi hanyalah bayangan semu.
Setelah 7 tahun lamanya Ethan masih menyimpan segala memori tentang wanita yang tak seharusnya ia pikirkan itu.
"Ada apa kau kemari, Julia?" Ethan melirik wanita yang baru masuk. Tatapan tak berselera itu sangat jelas di mata Ethan.
Julia melangkah perlahan mendekati Ethan, ia sudah menggunakan lingerie seksi berwarna merah kesukaan pria itu. Ia tersenyum tipis seraya mengusap halus lengan kekar Ethan.
"Aku sebenarnya tidak ingin lancang, tapi sekarang sudah tanggal 18. Aku sudah selesai," ucap Julia lembut sekali.
Tangan Ethan mengepal tanpa sadar, melirik Julia yang sudah sangat cantik pastinya. Ia kemudian mengambil ponselnya menghubungi asistennya segera.
"Kirimkan Wiskey ke kamarku sekarang!" titah Ethan cepat lalu kemudian membalikkan tubuhnya menatap sosok Julia yang berdiri di sampingnya itu.
Julia ini sangat cantik. Tubuhnya sangat ideal dengan sorot mata teduh dan menggoda. Rambutnya berwarna kecoklatan yang menjuntai indah. Kulitnya sangat bersih terawat dengan kuku-kuku jari yang sangat bersih.
Tentu saja, Julia sudah dipersiapkan sangat matang oleh keluarganya untuk menjadi seorang istri yang sempurna. Sayangnya kesempurnaan itu tak berlaku apa pun bagi Ethan.
"Kontrak pernikahannya 5 tahun bukan? Setelah kau terbukti memang tidak bisa hamil, maka kita akan bercerai," kata Ethan dingin sekali, pun tatapan matanya yang sangat tajam.
"Kita menikah sah, Ethan. Sejak kapan terjadi kontrak pernikahan diantara kita?" Julia menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Perlu aku ingatkan kepadamu, Julia. Kita menikah karena Ayahmu yang gila kekuasaan itu ingin merebut kursi pada anggota parlemen. Dia membutuhkan aku hanya untuk menyempurnakan kebusukan keluargamu itu, dan sialnya Papaku sama saja gilanya dengan kalian!" Ethan berteriak sangat emosi jika mengingat taktik busuk para orang tua yang haus akan kekuasaan itu.
Mata Julia berkaca-kaca mendengarnya, ia menggelengkan kepalanya pelan.
Ethan semakin muak, ia melirik Julia yang menggunakan pakaian yang sangat seksi itu. Tidak! Ia tidak bernafsu sama sekali, tapi karena belenggu sialan ini membuatnya harus segera menuntaskan tugasnya.
Suara ketukan pintu membuat pandangan Ethan teralihkan. "Masuk!"
Antoni masuk membawa beberapa botol wiskey di nampan. Pria itu meletakkannya di meja. "Ini yang Anda minta, Tuan Ethan."
Ethan mengangguk seraya memberikan gestur agar pria itu segera pergi. Ia kemudian memandang Julia kembali.
"Kau datang kesini karena yakin ini masa suburmu bukan? Baiklah, segeralah naik ke atas ranjang. Aku akan membuahimu setelah ini," ujar Ethan dengan nada kasar.
Ethan melangkahkan kakinya menuju meja, mengambil Wiskey yang baru saja diantarkan oleh Antoni. Ethan menegaknya sangat banyak berharap agar segera mabuk dan tidak ingat apa pun.
Julia yang melihat itu semakin menangis. Hatinya sangat sakit sekali rasanya karena selama menikah dengan Ethan pria itu hanya akan menyentuhnya ketika masa subur. Itu pun harus dalam keadaan mabuk. Julia sangat tidak menyukainya, kali ini ia sangat marah hingga segera menarik tangan Ethan kasar.
"Hentikan," kata Julia.
Ethan tidak menghiraukannya, ia terus minum agar segera mabuk. Ia tidak akan bisa menyentuh wanita ini jika dirinya sadar, Ethan terus melakukannya demi menghilangkan rasa menyebalkan yang selama 7 tahun ini terus menghantuinya.
Sebuah rasa bersalah ketika mengingat seorang gadis yang gaun warna peach pergi dengan wajah berderai air mata.
"Nindy ...."
"Aku bilang hentikan, Ethan!" Julia begitu murka, ia merampas botol minuman itu lalu membuangnya hingga hancur berkeping-keping.
"s**t!" Ethan justru lebih marah, mencekik leher Julia dengan cukup kuat. "Kenapa kau berani menghentikan aku? Bukankah ini yang kau inginkan? Kau ingin aku sentuh bukan?" hardik Ethan begitu besar suaranya.
"Tidak bisakah kau melakukannya tanpa harus mabuk? Aku juga ingin kau memandangku ketika kita melakukannya." Julia menggunakan air matanya sebagai senjata.
Pandangan Ethan mulai kabur, ia melihat wajah Julia yang berderai air mata. Mengingatkan dirinya pada sosok Nindy malam itu.
"Kita sudah menikah, Ethan. Kenapa kau tidak bisa menerimaku ... apa hanya karena aku sudah pernah melakukannya dengan pria lain?" Julia semakin menangis, dadanya ternyata lebih sesak jika mengingat tentang dirinya dengan Ethan.
Ethan tidak begitu menghiraukan, pikirannya sangat kacau sekali. Ia seperti melihat Nindy berdiri di depannya, sorot matanya yang sayu itu seperti memanggil Ethan.
"Nindy ..."
Ethan menggelengkan kepalanya cepat-cepat, tersadar jika wanita yang bersamanya bukanlah Nindy. Dengan keadaan yang penuh emosi Ethan mendorong Julia begitu kasar hingga tak sengaja perut wanita itu membentur sudut sofa.
"Akh sakit!" Julia berteriak kesakitan, merasakan nyeri di perutnya yang begitu kuat.
"Julia."
Ethan sendiri kaget melihat hal itu. Ia mendekat namun lebih kaget tatkala melihat darah yang mengalir di sela kaki Julia. Tatapan matanya berubah kebingungan, tanpa bertanya apa pun Ethan segera menggendong wanita itu lalu membawanya pergi meninggalkan rumah.
***
Ethan memegang kepalanya yang terasa sangat sakit sekali. Semua kejadian bergerak sangat cepat tanpa bisa dicegah. Ethan tidak bermaksud sekasar itu pada Julia. Ia hanya tak suka dengan sikap Julia yang menekan dirinya. Hal itu membuatnya sangat marah hingga tak sengaja malah mendorongnya.
Sesampainya di rumah sakit Julia langsung ditangani dan Ethan diminta menunggu di luar. Kondisi sekelilingnya sangat sepi karena hari memang cukup larut.
"Tuan, apakah saya perlu mengabari keluarga Robert mengenai masalah, Nona?" tanya Antoni yang senantiasa menemani Ethan.
"Tidak perlu kau beritahu mereka akan tahu sendiri," sergah Ethan tak bisa menahan emosi jika menyebut nama keluarga itu.
Ethan kembali meluruskan punggungnya pada tembok sembari menunggu Julia di tangani. Hingga beberapa saat kemudian terdengar suara derap langkah kaki mendekat yang cukup menganggu. Ethan sedikit melirik dengan matanya yang tajam, melihat siapa sosok orang yang datang ke sana.
Namun, Ethan justru dibuat terkejut tatkala melihat sosok wanita dengan pakaian suster yang melangkah ke arahnya. Wanita itu melangkah dengan perlahan, rambutnya yang panjang disanggul rapi dengan nurse cap di kepalanya.
Ethan sampai harus memejamkan matanya untuk memastikan apa yang dilihatnya bukalah ilusi seperti yang ia rasakan sebelumnya. Jantung Ethan berdegup sangat kencang seraya memberanikan diri melihat sosok wanita yang berjalan tersebut. Dan ternyata ....
"Dia benar-benar Nindy?"
Bersambung~