“T-tapi apa salah saya, Pak?” tanya Arini dengan raut wajah bingung. Pak Hendrawan selaku pimpinan radio tidak menjawab. Dia hanya diam, lalu mengeluarkan sebuah amplop dari dalam lacinya. “Ini gaji kamu bulan ini.” Arini tersenyum getir. “Tapi kenapa bapak tiba-tiba mecat saya? Apa saya berbuat kesalahan? Apa saya sudah melanggar sebuah peraturan yang fatal?” “Tidak... hanya saja sekarang income perusahaan agak menurun, jadi pemutusan kontrak karyawan adalah pilihan yang harus diambil,” jawab pak Hendrawan. “Dan yang harus dikorbankan adalah saya?” Arini menepuk dadanya sendiri. Pak Hendarawan tidak menjawab dan bangun dari duduknya. “Sudahlah saya harus pergi.” Pak Hendrawan pun berjalan keluar dari ruangannya tanpa memedulikan Arini lagi. Beberapa rekan kerja Arini yang mengintip